Oleh: Rita Razis
CemerlangMedia.Com — Tahun politik sudah memanas, meski pemilu akan dilaksanakan pada 2024. Namun, berbagai isyarat dan imbauan sudah mulai digaungkan dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan. Salah satunya imbuan dari Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas agar masyarakat tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat dan menggunakan agama sebagai alat politik untuk mendapat kekuasaan. Menurut Yaqut, agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok, (republika.co.id, 4-9-2023).
Sementara bagi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir juga mengimbau agar para tokoh politik tidak membuat konfrontasi antara agama dan nasionalisme pada Pemilu 2024. Beliau berharap tidak ada lagi dikotomi dengan memunculkan diametral atau pemisahan antara agama dan nasionalisme. Seharusnya dan paling penting adalah bagaimana mengintegrasikan antara nilai-nilai keagamaan atau keislaman dengan nasionalisme (republika.co.id, 8-9-2023).
Opini Menyesatkan
Penyataan dari menag tentu sudah banyak pihak yang menyatakan dan basi didengar. Sebab, pernyataan tersebut dapat membodohkan, menyesatkan, dan mengkerdilkan pemahaman rakyat. Sebab, masih banyak rakyat yang menganggap politik dan agama merupakan dua hal yang berbeda dan tidak bisa dicampuradukan. Pemahaman di tengah-tengah masyarakat, yakni agama merupakan hal yang suci, berhubungan dengan Allah Swt., sedangkan politik merupakan hal yang kotor, diisi para koruptor dan di sana berlaku hukum, siapa beruang maka berkuasa. Oleh karenanya, ketika agama dihubungan dengan politik akan dianggap tabu oleh rakyat.
Padahal kenyataannya, para tokoh politik sering memanfaatkan agama untuk menarik simpati atau suara rakyat khususnya kaum muslim yang menjadi mayoritas. Seperti berpakaian muslim atau muslimah, berkunjung ke pondok pesantren, mengadakan pengajian akbar, salat berjemaah di masjid, dan masih banyak lagi. Akan tetapi, setelah kepentingan tercapai, maka mereka akan kembali seperti biasa. Seolah agama hanya dijadikan alat politik untuk mencapai kepentingan.
Akibatnya pemahaman rakyat terhadap agama, yakni hanya urusan dengan Allah Sang Pencipta saja. Agama tidak ada hubungannya dengan aturan kehidupan sehingga kehidupan memakai aturan buatan manusia. Jangan dicampuradukan! Pemahaman seperti ini tentu berbahaya serta berimbas pada akidah masyarakat. Rakyat akan merasa asing dan berat untuk mengenal dan memakai aturan Allah dan Islam kafah.
Hal ini sebagai bukti bahwa kehidupan masyarakat masih sekuler dan akan mengukuhkan negara yang sekuler pula. Sistem yang dipakai sekarang ini tentu membuat masyarakat sulit untuk memahami dan menerapkan Islam secara menyeluruh ke semua lini kehidupan. Sistem kapitalisme sekuler membuat masyarakat bebas memilih aturan-aturan Allah, yakni mana yang mau dipakai dan mana yang akan ditinggal. Alhasil, aturan agama ibarat sebuah sajian makanan yang bisa dipilih sesuka hati. Rakyat pun tidak ada beban dan merasa berdosa ketika meninggalkan aturan Allah yang bersifat wajib. Sebab, tidak ada penjaga atas ketaatan setiap masyarakat, sedangkan negara abai dengan kehidupan dan keimanan rakyatnya.
Paradigma Islam
Berbeda jauh dengan kehidupan yang menerapkan sistem Islam. Dalam sistem ini, baik secara individu, masyarakat, bahkan negara, mereka memiliki kesadaran yang sama, yaitu hidup dengan terikat pada hukum syarak. Terikat disini bukan berarti hidup di bawah tekanan atau terkekang. Akan tetapi, sebaliknya, hidup dengan damai, nyaman, dan sejahtera. Sebab, semua aktivitas yang dilakukan berdasarkan aturan Allah dan hanya mengharap rida-Nya. Aturan agama menjadi dasar dan sumber hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat sehingga tidak ada cela untuk melakukan maksiat atau kesalahan. Aturan dari Sang Pencipta tentu terbaik untuk hamba-Nya, baik aturan kehidupan secara individu, berkeluarga, bermasyarakat, bernegara, bahkan berpolitik pun diatur dengan aturan Islam karena kehidupan ini tidak bisa dipisahkan dari agama.
Dengan demikian, rakyat akan dengan mudah menjalan ketaatan karena mereka terjaga dalam sistem Islam. Negara juga akan menjalankan peran dan tugasnya untuk meriayah rakyatnya agar selalu dalam koridor ketaatan. Sebab kebahagian tertinggi dan hakiki adalah mendapatkan rida Allah. Wallahu a’alam bisshawwab. [CM/NA]