Songkran, Festival Air atau Tragedi Tahunan?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Penulis: Eli Ermawati
Ibu Pembelajar

Dalam pandangan Islam, perayaan tidak hanya tentang selebrasi, tetapi juga mengandung nilai ibadah dan keselamatan. Dua hari raya umat Islam, Idulfitri dan Iduladha, bukan sekadar liburan, tetapi juga bentuk syukur, ketaatan, dan penguatan akidah. Islam tidak mengenal pesta yang mengabaikan keselamatan umat.

CemerlangMedia.Com — Setiap negara punya tradisi unik saat menyambut pergantian musim atau tahun baru. Di Thailand, salah satu perayaan paling populer adalah Festival Songkran yang dikenal luas sebagai pesta air meriah nan penuh keceriaan. Ribuan wisatawan lokal maupun mancanegara berbondong-bondong datang untuk ikut dalam euforia ini. Namun, di balik semaraknya festival tersebut, ada sisi kelam yang jarang disorot.

Fakta di Balik Euforia

Setiap bulan April, Thailand berubah menjadi arena pesta air terbesar di dunia lewat Festival Songkran. Siapa sangka, di balik gemerlap dan guyuran air tersembunyi angka yang mengerikan. Sebanyak 171 orang tewas dan 1.208 luka-luka hanya dalam lima hari (11–15 April 2025). Kecelakaan lalu lintas membludak dan mayoritas disebabkan oleh mabuk serta ngebut. Pesta pun berubah jadi ajang petaka tahunan (Detiktravel, 19-04-2025).

Lebih miris, perayaan ini asalnya bukan sekadar main air. Songkran awalnya merupakan tradisi keagamaan Buddha yang dilakukan dengan menyiramkan air pada patung Buddha sebagai lambang penyucian diri dari dosa. Namun seiring waktu, makna spiritual itu memudar, bergeser menjadi pesta jalanan berskala nasional yang kemudian diekspor sebagai tontonan internasional.

Kapitalisme dan Lunturnya Nilai Kemanusiaan

Lalu, mengapa festival ini tetap berlangsung, meski setiap tahunnya menelan korban jiwa? Jawabannya ada pada sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, hampir segala hal, termasuk nyawa manusia dianggap sebagai komoditas. Selama kegiatan tersebut menghasilkan uang, mendatangkan popularitas, dan menyumbang pemasukan negara, risiko pun sering kali diabaikan.

Pemerintah, sponsor, hingga media pun turut membingkai festival seperti Songkran sebagai bagian dari budaya yang wajib dirayakan tanpa mempertimbangkan nyawa yang jadi taruhannya. Sementara di balik euforia itu, ada nilai kemanusiaan yang terabaikan.

Allah Swt. melarang perbuatan yang membahayakan jiwa, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisa: 29).

Bahkan, ditegaskan kembali dalam surat Al-Maidah ayat 32, “Barang siapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia.”

Fenomena ini menjadi bukti nyata bahwa kapitalisme sekuler telah menggantikan nilai kemanusiaan dan agama dengan orientasi materi. Tradisi tetap dilestarikan meski berisiko tinggi karena dianggap mendatangkan profit. Bahkan, tragedi tahunan dianggap “biasa” selama ada cuan di baliknya.

Di era sekarang, kapitalisme membuat hampir semua hal dinilai dari sisi untung-rugi. Tidak hanya barang dan jasa, keselamatan dan nyawa manusia pun kerap dikorbankan demi keuntungan. Di balik kemeriahan sebuah festival, ada kepentingan besar dari sponsor, media, dan industri wisata yang lebih fokus pada pendapatan daripada menjaga keselamatan orang-orang, padahal Islam sangat menjunjung tinggi perlindungan jiwa sebagai hal yang utama.

Islam Punya Solusi Alternatif

Jika ditelaah lebih dalam, gagasan menyucikan dosa hanya dengan air sangat problematik secara akidah. Dosa bukanlah sesuatu yang bisa dibilas secara simbolik.

Dalam ajaran Islam, kesalahan hanya dapat diampuni melalui tobat yang sungguh-sungguh dan perbuatan baik, bukan lewat acara seremonial, apalagi perayaan yang disertai kemaksiatan seperti mabuk-mabukan. Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap anak Adam pernah berbuat dosa. Dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.” (HR Tirmidzi).

Dalam pandangan Islam, perayaan tidak hanya tentang selebrasi, tetapi juga mengandung nilai ibadah dan keselamatan. Dua hari raya umat Islam, Idulfitri dan Iduladha, bukan sekadar liburan, tetapi juga bentuk syukur, ketaatan, dan penguatan akidah. Islam tidak mengenal pesta yang mengabaikan keselamatan umat.

Negara dalam sistem Islam punya tanggung jawab mencegah aktivitas yang berbahaya bagi masyarakat. Syariat Islam hadir secara menyeluruh tidak hanya mengatur relasi antara manusia dan Tuhan, tetapi juga mencakup tatanan sosial serta penjagaan terhadap nyawa.

Allah Swt. berfirman, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah: 50).

Saatnya Kritis terhadap Budaya Populer

Umat Islam perlu cermat dalam menerima budaya luar yang masuk. Bukan berarti anti tradisi, tetapi tidak semua tradisi layak diadopsi. Umat perlu menilai suatu budaya bukan dari popularitasnya, tetapi dari kesesuaiannya dengan Islam.

Menjadi muslim bukan sekadar status, tetapi juga tentang menjadikan Islam sebagai landasan hidup. Jangan sampai budaya global menjauhkan diri dari identitas sebagai hamba Allah. Seorang muslim harus lebih selektif dan berani menyuarakan kebenaran, meski bertentangan dengan arus.

Songkran hanyalah satu contoh dari sekian banyak festival yang perlu dicermati. Edukasi dan kesadaran umat harus dibangun agar tidak terjebak dalam kemasan budaya yang sebenarnya merusak. Islam adalah solusi menyeluruh yang menjaga keselamatan, kemanusiaan, dan kebenaran. Wallahu a’lam. [CM/Na]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *