Tindakan Asusila Berulang, Islam Punya Solusi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Penulis: Purwanti
Ibu Generasi

Upaya pencegahan tindakan asusila adalah dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan sistem ini, Islam tidak hanya sekadar dipahami sebagai konsep semata, tetapi harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, anak-anak memiliki akidah yang kuat sehingga mampu menjadi benteng bagi dirinya.

CemerlangMedia.Com — Sekolah adalah wadah bagi generasi untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter mereka di bawah pengawasan dan bimbingan seorang pendidik. Akan tetapi, saat ini pendidik/guru malah menjadi momok bagi anak didiknya, seperti yang terjadi akhir-akhir ini.

Dunia pendidikan kembali tercoreng gegara seorang guru melakukan tindakan asusila kepada enam siswa tingkat sekolah dasar di Asahan. Hal ini menyulut amarah berbagai pihak, termasuk Lembaga Pemerhati Perempuan dan Anak Indonesia (LPPAI) dengan meminta menindak tegas pelaku (metrodaily.jawapos.com, 06-05-2025).

Sistem Rusak

Tindakan asusila yang terjadi berulang di dunia pendidikan, bukan kasus orang per orang. Namun, menunjukkan kerusakan sistem kehidupan hari ini.

Sebagaimana diketahui, sistem pendidikan hari ini berasaskan kepada sistem pendidikan sekuler liberal. Dalam sistem ini, agama hanya dianggap sekadar agama ibadah tanpa punya peran mengatur kehidupan.

Kehidupan individu, masyarakat, bahkan negara diatur dengan aturan yang dibuat oleh segelintir manusia. Sementara hakikatnya, manusia makhluk lemah dan terbatas.

Tidak bisa dimungkiri, sistem pendidikan yang berasaskan sistem sekularisme liberal mengakibatkan visi pendidikan menyimpang jauh. Visi ini hendak mewujudkan insan yang beriman dan bertakwa, tetapi kini hanya tinggal jargon saja.

Sedihnya lagi, agama dalam sistem pendidikan bersifat teori dan minim praktik. Hal ini menyebabkan kaum muslim pintar dalam konsep, tetapi tingkah lakunya tidak menggambarkan bahwa dirinya berkepribadian Islam.

Dalam sistem sekularisme liberal, manusia diberikan kebebasan berpikir dan berperilaku. Hal ini membolehkan manusia berpikir dan melakukan apa pun sesuai kehendaknya asal tidak merugikan pihak lain, termasuk kasus asusila. Jika hal itu dilakukan suka sama suka, tidak dianggap kejahatan dan tidak akan tersentuh hukum.

Oleh karena itu, berbagai kebijakan dan aturan yang dibuat pemerintah untuk mengatasi kasus asusila, nyatanya tidak berfungsi, misalnya UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) dan UU Perlindungan anak yang direvisi dua kali dengan menambahkan hukuman berat bagi pelaku dengan kebiri. Ada juga Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengatur tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Berbagai kebijakan tersebut hanya sebagai obat pereda sesaat dan sekadar tambal sulam terhadap peraturan sebelumnya.

Hal ini juga makin diperparah dengan tayangan pornografi yang mudah diakses berbagai kalangan, termasuk anak-anak. Survei yang dilakukan National Center for Missing Exploited Children (NCMEC) menyebutkan bahwa Indonesia masuk peringkat keempat di dunia dan kedua di ASEAN dengan kasus pornografi anak terbanyak (tempo.co, 18-02-2025).

Ditambah lagi, peran negara nihil dalam mencegah tindakan asusila di satuan pendidikan. Ini menunjukkan bahwa masalah tersebut bukan dari satu aspek saja, tetapi menyeluruh. Tidak hanya itu, sistem sanksi juga memberikan sumbangsih makin meluasnya kasus seperti ini. Sistem sanksi yang tidak memberikan efek jera, bahkan bisa dibeli membuat para pelaku dan calon pelaku makin leluasa melakukan kejahatan dan niat buruk mereka.

Islam is Solution

Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki seperangkat aturan dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan, termasuk kasus asusila di dunia pendidikan, baik pencegahan maupun penindakan. Islam memiliki aturan dalam mengatur interaksi sosial dan pergaulan antar masyarakat.

Pada aspek pencegahan, Islam menerapkan beberapa ketentuan dalam rangka mengatur pergaulan sosial sesuai dengan fitrah manusia, di antaranya:

Pertama, Islam memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan (ghadul bashar). Hal ini Allah jelaskan di dalam QS An-Nuur ayat 30-31.
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (30). Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat… (31).”

Kedua, Islam memerintahkan kepada kaum perempuan untuk menutup aurat secara sempurna dengan jilbab dan kerudung. Hal tersebut termuat dalam QS Al-Ahzab ayat 59 dan QS An-Nuur ayat 31.
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab ayat 59).

Ketiga, Islam melarang perempuan bepergian selama satu hari satu malam tanpa disertai mahram.

Keempat, Islam melarang laki-laki dan perempuan berduaan tanpa mahram si perempuan.

Kelima, Islam melarang perempuan keluar rumahnya kecuali dengan izin suaminya.

Keenam, Islam memerintahkan agar kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah.

Tidak hanya itu, upaya pencegahan lainnya adalah negara menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan sistem ini, Islam tidak hanya sekadar dipahami sebagai konsep semata, tetapi harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, anak-anak memiliki akidah yang kuat sehingga mampu menjadi benteng bagi dirinya.

Negara juga mengoptimalkan peran lembaga media dan penyiaran dengan memfilter konten dan siaran dari hal-hal negatif berbau s3ks sehingga suasana keimanan dan ketakwaan dapat terbangun. Tidak cukup dengan upaya penanggulangan saja. Islam juga menetapkan upaya penindakan jika kasus asusila tetap terjadi dengan memberlakukan sanksi yang tegas.

Sistem sanksi dalam Islam berfungsi sebagai penebus dosa (jawabir) dan pencegah atau memberikan efek jera (zawajir). Jika terjadi tindakan asusila, dilihat jika pelakunya belum menikah, maka dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 100 kali. Namun jika pelaku sudah menikah, maka harus dirajam sampai mati.

Namun, untuk pelanggaran atas kehormatan seperti pencabulan, baik pornografi, pornoaksi, maupun pornoliterasi, maka tidak ada had dan kafarat yang ditetapkan syariat. Bagi pelakunya berlaku sanksi takzir yang ditetapkan oleh khalifah.

Khatimah

Penanganan kasus asusila di dunia pendidikan akan tuntas hanya dengan penerapan sistem Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab, dengan penerapan sistem sanksi, peran negara sebagai pengurus dan perisai rakyat dari berbagai kejahatan akan bisa terlaksana sehingga mampu mencegah muncul dan berulang kasus yang serupa.

Wallahu a’lam [CM/Na]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *