Oleh: Yeni Nurmayanti
Dalam sistem Islam, buruh merupakan bagian dari rakyat sehingga kebutuhan dasarnya, berupa sandang, pangan, dan papan ditanggung oleh negara, bukan pengusaha. Dengan kata lain, kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab penguasa atau negara.
CemerlangMedia.Com — Kabar gembira untuk para buruh di Bekasi. Dewan Pengupahan Kota (DPK) Bekasi menetapkan besaran UMR Kota Bekasi 2025 menjadi Rp5.690.752. Besaran UMR ini naik 6,5 persen dari sebelumnya Rp5.343.430 sesuai dengan ketetapan presiden secara nasional. Kenaikan ini tetap mempertahankan Bekasi sebagai UMR tertinggi di Indonesia (EmintenNews.com, 14-12-2024).
Kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) merupakan kabar baik bagi para buruh yang selama ini merasakan biaya hidup yang terus meningkat. Namun, perlu ditinjau lebih lanjut, apakah kenaikan ini secara nyata mengatasi kesulitan finansial mereka di tengah rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% pada 2025? Kenaikan UMR laksana hadiah tahun baru dari pemerintah. Namun, benarkah demikian?
Menurut data Survei Biaya Hidup (SBH) 2022 dari BPS menunjukkan bahwa kenaikan UMR di Bekasi memiliki efek paradoks, yaitu meningkatkan biaya hidup. Hal ini menjadikan Bekasi kota termahal kedua di Indonesia setelah Jakarta dengan biaya hidup Rp14,3 juta per bulan. Ini memperlihatkan bahwa UMR tinggi tidak selalu berdampak positif pada kesejahteraan buruh (liputan6.com, 8-5-2024).
Bekasi mengalami kenaikan biaya hidup yang signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti lokasi yang strategis, tingkat inflasi, biaya transportasi yang tinggi, serta permintaan perumahan yang meningkat (ruangmenyala.com, 14-4-2024).
Alarm bagi Pekerja
Kenaikan UMR sebenarnya hanyalah kebahagiaan semu bagi para pekerja di Bekasi. Nyatanya, kehidupan pekerja secara khusus dan masyarakat pada umumnya tetap tidak terdampak positif sekalipun upah naik. Realitanya, kebutuhan pokok (konsumsi, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan tetap mahal). Kondisi ini akan terus berulang dengan nyanyian sumbang bertema buruh tak kunjung sejahtera.
Semestinya, UMR tinggi juga menjadi alarm berbahaya bagi para pekerja itu sendiri. Kenaikan UMR otomatis akan menjadi alasan dan berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi. Alhasil, demi efisiensi produksi, pengusaha bisa saja mengurangi jumlah karyawan agar laju produksi tetap berjalan lancar.
Tentu saja kenaikan UMR seolah menjadi bumerang bagi para pekerja dan masyarakat, kebahagiaan yang justru membawa malapetaka. Di sinilah letak kesalahan mendasar dalam penentuan upah, yaitu berdasarkan sistem ekonomi kapitalisme.
Kesalahan Paradigma
Sistem ini meletakkan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan hidup para pekerja di tangan pengusaha, bukan negara. Penentuan upah pun dihitung berdasarkan sarana kebutuhan paling minim yang dibutuhkan oleh pekerja sesuai standar komunitas tempat tinggal pekerja. Kondisi ini rentan terjadi perbedaan signifikan dan jumlah upah belum tentu dapat menjamin kesejahteraan yang merata.
Realitanya, buruh tidak akan pernah sejahtera meskipun UMR terus naik setiap tahun. Kesejahteraan pekerja, buruh, dan masyarakat mustahil dapat terealisasi jika pemerintah abai dalam kepengurusan kebutuhan rakyat.
Walaupun pemerintah memberikan apresiasi kepada buruh melalui kenaikan UMR ini, tetapi semestinya diiringi juga dengan upaya peningkatan kesejahteraan mereka. Sebab, kebijakan dari negaralah yang mampu mengakomodasi hak-hak buruh dan kesejahteraannya.
Akan tetapi, nyatanya hingga saat ini kaum buruh masih harus berjuang mewujudkan kesejahteraannya, meskipun sesungguhnya buruhlah yang memiliki kontribusi besar sebagai menopang perekonomian negara dan pelaku penggerak peradaban manusia. Kondisi ini diperparah dengan peraturan yang tidak memihak pada buruh, tetapi kepada para pengusaha. Sistem alih daya (outsourcing), misalnya, pengusaha dapat dengan mudah memberhentikan para pekerja.
Belum lagi permasalahan perusahaan yang tidak membayar para pekerjanya sesuai standar UMR demi mengejar keuntungan. Sementara itu, harga bahan pokok kian meningkat sehingga kondisi buruh makin terimpit.
Kesejahteraan buruh pun kerap menjadi tema aksi demo yang dilakukan para buruh. Sayangnya, tuntutan kesejahteraan aksi tersebut kerap ditujukan kepada pengusaha, bukan penguasa. Bahkan, ‘May Day’ ditetapkan dan diperingati setiap tahunnya. Ini adalah fakta negara abai dalam menyejahterakan buruh.
Solusi dalam Sistem Islam
Dalam sistem Islam, buruh merupakan bagian dari rakyat sehingga kebutuhan dasarnya, berupa sandang, pangan, dan papan ditanggung oleh negara, bukan pengusaha. Dengan kata lain, kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab penguasa atau negara.
Penentuan upah pekerja seyogianya dikembalikan kepada paradigma ketenagakerjaan pada sistem ekonomi Islam. Jumlah upah ditentukan berdasarkan nilai jasa yang dicurahkan. Perkiraan jasa seorang pekerja harus dikembalikan kepada seorang ahli yang adil dan dipercaya agar tidak terjadi konflik dan tercapai keridaan antara pekerja (ajir) dan pengusaha (musta’jir).
Oleh karena itu, tinggi rendahnya nilai upah seyogianya tidak menghilangkan peran negara dalam mengurus dan menjamin kehidupan masyarakat. Jika tidak, meskipun UMR tinggi, pekerja tetap merasa susah hati. Hal ini karena naiknya UMR dibarengi dengan naiknya pajak sebesar 12 persen.
Pungutan pajak dalam sistem Islam akan kecil kemungkinan terjadi karena sumber utama pemasukan negara bukanlah pajak. Salah satu pemasukan negara berasal dari pengelolaan kekayaan alam dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Hasilnya akan masuk ke kas negara (baitumal) dan negara yang akan mengaturnya untuk kesejahteraan rakyat keseluruhannya. Walhasil, bukan hanya kaum buruh yang hidup sejahtera dalam sistem Islam, tetapi seluruh masyarakat karena semua kebutuhan dasarnya ditanggung pemerintah.
Sementara itu, upah bagi para pekerja wajib diberikan tanpa ditunda. Islam memerintahkan bagi musta’jir menyegerakan pembayaran gaji buruh dan tidak menahan-nahannya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad saw. yang artinya,
“Bayarlah gaji buruhmu sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah).
Khatimah
Hanya sistem Islam kafah yang dapat menjamin kesejahteraan nasib buruh juga keberlangsungan perusahaan sehingga dapat menciptakan keadilan dan keseimbangan bagi semua pihak. Sudah saatnya kita menerapkan sistem Islam kafah yang bisa mengatasi ketimpangan ekonomi antara buruh dan perusahaan juga solusi bagi seluruh problematika kehidupan manusia. Wallahu a’lam bisshawwab.