CemerlangMedia.Com — Menurut Yuris Kurniawan Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM, bahwa munculnya kasus dugaan korupsi di kalangan menteri menunjukkan lemahnya pengawasan dan tidak adanya perubahan pemantauan oleh presiden terhadap para menteri (7-10-2023).
Korupsi bukanlah hal tabu dalam sistem kapitalisme, yaitu sistem yang berdiri diatas asas kebermanfaatan, menitik beratkan keuntungan pribadi dan menjadikan materi sebagai tolok ukurnya. Munculnya sederet nama menteri yang terseret dalam kasus dugaan korupsi kian menunjukkan bahwa hal ini kerap terjadi berulang. Jumlah kasus korupsi makin masif seperti sebuah permainan patgulipat. Meskipun pemerintah telah membentuk suatu lembaga yang bertugas sebagai akselerator pemberantasan korupsi, yakni KPK. Akan tetapi, kinerja KPK pun justru dipertanyakan terkait wujud, tujuan, dan fungsinya.
Selama ini, tujuan dan fungsi KPK seolah seperti ilusi semata. Dengan kata lain, kinerja KPK seperti sebuah pengamatan yang tidak sesuai penginderaan, seolah hanya sebuah angan-angan. Ibarat seperti khayalan untuk menciptakan sebuah pemerintahan yang bersih dari korupsi. Di sisi lain, tindakan korupsi seolah merupakan sebuah vibes tersendiri, yakni para pejabat negara menganggap tindakan tersebut adalah hal yang biasa. Semua itu dikarenakan pemahaman yang dihasilkan sistem negara sebagai landasan hidup. Alhasil, korupsi bukan lagi sesuatu yang bersifat kasuistik personal melainkan sudah menjadi tindakan yang tersistem.
Vibes korupsi dengan sistem negara cukup saling berkaitan satu sama lain. Sistem negara yang memegang teguh pada prinsip kapitalisme dengan sekularismenya memengaruhi kualitas diri setiap individu, baik dari segi pola pikir maupun pola sikap. Hal itu merupakan sebab dasar timbulnya banyak masalah dalam kehidupan. Belum lagi dari segi hukum, hukum yang diterapkan mudah diperjualbelikan, tidak membuat jera para pelaku bahkan hukum pun bisa direvisi sesuai pesanan. Alhasil, penerapan sistem kapitalisme dan sekularisme adalah sebab utama munculnya korupsi yang tidak berkesudahan.
Lain halnya jika sistem Islam diterapkan secara kafah. Vibes kehidupan dalam sistem Islam dibentuk sejak dini dan menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan. Tujuan utama kehidupan tidak fokus pada pencarian materi, tetapi meraih rida Allah Swt.. Alhasil, tidak akan muncul dorongan untuk melakukan korupsi karena dengan pola kesadaran tersebut menimbulkan sikap jujur dan amanah sebagai kontrol internal setiap individu.
Selain itu, sebagai kontrol eksternal, maka negara melakukan audit harta kekayaan pejabat dan pegawainya. Sekiranya ada kenaikan harta dalam pengauditan, hal ini harus bisa dibuktikan hingga jelas sumbernya. Apabila tidak mampu membuktikan, maka harta akan disita oleh negara dan individu yang terkait diberi sanksi sosial dan sanksi ta’zir (penjara, pengasingan, atau hukuman mati). Dua macam sanksi tersebut cukup memberi jera pada pelaku korupsi dan memberikan pelajaran pada pejabat yang lain mengenai akibat tindakan korupsi.
Suyatminingsih, S.Sos.I.
Surabaya [CM/NA]