Penerapan sistem pendidikan Islam akan membentuk kepribadian Islam pada generasi. Fondasi yang kuat berasaskan akidah Islam menghadirkan kesadaran untuk senantiasa taat, amanah, dan selalu menstandarkan perbuatan pada hukum syarak.
CemerlangMedia.Com — Saat ini, Indonesia mengalami krisis judi online. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. Ivan menyebutkan bahwa hal ini bisa dilihat dari perputaran dana judi online sebesar 1.200 triliun pada 2025. Jumlah ini mengalami kenaikan dari tahun lalu sebesar 980 triliun (28-04-2025).
Dalam sistem kapitalisme saat ini, apabila menghasilkan keuntungan, maka akan mendapatkan tempat untuk berkembang, termasuk judi online. Perjudian merambat dengan pesat bersamaan dengan berkembangnya teknologi informasi. Bandar judi pun mengambil peluang ini dengan menyediakan judi online agar mudah diakses oleh masyarakat di mana pun dan kapan pun. Kurangnya kontrol pemerintah membuat praktik judi online makin meluas di tengah masyarakat.
Judi online sangat menggiurkan bagi masyarakat. Kesusahan ekonomi membuat masyarakat mengambil jalan pintas untuk cepat mendapatkan uang. Bukan hanya itu, gaya hidup hedon yang makin parah dan budaya ‘flexing’ menjadi pemicu untuk mendapatkan uang secara instan. Bahkan, aparat dan pejabat juga ada yang terjerat sebagai pelaku judi online. Lantas, mengapa judi online makin marak di negeri ini?
Hal ini karena negara menganut paham sekuler (kebebasan) yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga membuat masyarakat tidak menstandarkan perbuatannya pada halal-haram. Mereka hanya sibuk mengumpulkan uang tanpa memperhatikan nilai keberkahan. Bahkan, bisnis haram pun dijadikan usaha untuk meraup keuntungan.
Oleh karena itu, memberantas judi online makin susah dan kasusnya terus meningkat. Upaya pencegahan pun turut dilakukan, tetapi tidak pernah mampu memberantas sampai ke akarnya. Apalagi dengan adanya pajak dari judi online, maka akan makin sulit untuk diberantas karena hal ini merupakan keuntungan yang sulit diabaikan oleh sistem kapitalisme.
Berbeda dengan Islam. Islam menetapkan judi hukumnya haram dalam bentuk apa pun, sebagaimana firman Allah Swt., “Sesungguhnya minuman keras (khamar), berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah: 90).
Selain itu, di dalam sistem Islam, terdapat 3 pilar dalam memberantas kemaksiatan, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat berupa amar makruf nahi mungkar antar sesama, dan kewajiban negara dalam menerapkan aturan Islam secara kafah. Sanksi tindak pidana perjudian ditegakkan layaknya sanksi khamar berupa 40 kali cambuk, ada juga yang berpendapat hingga 80 kali cambukan.
Ketika negara menerapkan sistem Islam dan sanksi (uqubat), maka akan lebih mudah dalam memberantas judi, baik itu online maupun offline. Ini karena hukum Islam memberikan efek zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa).
Diperkuat pula dengan sistem pendidikan Islam sehingga mampu membentuk kepribadian Islam pada generasi. Fondasi yang kuat berasaskan akidah Islam menghadirkan kesadaran pada generasi untuk senantiasa taat, amanah, dan selalu menstandarkan perbuatan pada hukum syarak.
Dengan demikian, individu dan masyarakat akan terbebas dari judi online ketika ada negara yang menaunginya, yakni Daulah Khil4f4h Islamiah. Negara inilah yang akan menerapkan aturan Islam secara kafah dalam kehidupan. Wallahu a’lam.
Mela Astriana
Bekasi, Jawa Barat [CM/Na]