CemerlangMedia.Com — Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) menerpa pekerja industri tekstil. Terbaru ada 6 pabrik tekstil yang melakukan PHK dan merumahkan ribuan pekerjanya. Gelombang PHK ini merupakan masalah lanjutan dari tahun sebelumnya yang menimpa industri tekstil. Pemicu gelombang PHK yang masih berlanjut karena berbagai faktor, mulai dari tak mampu bertahan di tengah serbuan produk impor hingga anjloknya kinerja ekspor (06-19-2023).
Fenomena PHK terus berulang dan tak kunjung menemukan solusi yang pasti. Nasib buruh kian menderita di tengah badai PHK yang menyerang. Sejatinya, laju PHK yang melonjak dipengaruhi oleh kebijakan impor dari pemerintah dengan membuka pintu impor selebar-lebarnya yang makin mendorong industri tekstil ke tepi jurang kebangkrutan. Maraknya penjualan produk luar negeri dengan harga lebih murah menyingkirkan produk lokal, alhasil produksi barang dalam negeri mulai menurun sejalan dengan pengurangan jumlah produksi dan karyawan. Sungguh berbahaya jika PHK massal terus berkelanjutan, selain meningkatnya pengangguran, daya beli masyarakat juga akan menurun karena tidak memiliki cukup dana. Akhirnya kemiskinan meningkat dan masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Kondisi ini dapat meningkatkan angka kriminalitas seperti perampokan, pembegalan, pencurian, dll..
Belum lagi berbagai solusi yang ditawarkan pemerintah tak mampu menekan laju PHK. Padahal bisa saja pintu impor ditutup atau dibatasi dengan hanya membolehkan produk yang tidak diproduksi di Indonesia semisal kerajinan khas dari negara lain. Ini menunjukkan sistem ekonomi yang diadopsi negara sangat berpengaruh baik ditingkat nasional maupun global. Sistem ekonomi ala kapitalisme telah menyengsarakan rakyatnya dengan berbagai regulasi yang ditetapkan.
Maka kekuatan dari pemerintah untuk berpihak terhadap rakyatnya sangat diperlukan dalam mengubah kondisi masyarakat saat ini. Agar ekonomi membaik, maka tak cukup diserahkan pada pelaku bisnis saja. Kehadiran pemerintah diperlukan untuk menjaga kekuatan industri dalam negeri, yakni dengan menciptakan kemandirian ekonomi dengan membendung impor, membuat kebijakan yang melindungi para pekerja dan pelaku bisnis agar perputaran uang bisa dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Penguasa atau pemimpin bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya, yang mana kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hari kiamat atas amanah kepemimpinannya itu. Sebagaimana hadis Rasulullah saw., “Imam adalah raa’in (penggembala) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Heny era
Bekasi, Jawa Barat [CM/NA]