Akhirnya Kutemukan Kasih-Nya

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Di sebuah kampung di pelosok Tasikmalaya, Lina hidup bersama kedua orang tuanya. Lina bersekolah di SMP yang saat itu hanya satu-satunya di kampungnya. Lina yang cuek dan tomboi, selalu ingin hidup bebas tanpa aturan atau kekangan dari orang tuanya apalagi ayahnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 07:00 Wib pagi. Seharusnya Lina sudah berangkat sekolah karena ini adalah Senin, jadi akan ada upacara terlebih dahulu. Namun, Lina masih santai, itulah yang sering membuat bapak marah di pagi hari.

“Lina, pukul berapa kamu mau berangkat sekolah, lihat itu jam?” Kata bapak dengan nada yang mulai tinggi.

“Tenang saja, Pak, Lina pasti pergi, gak usah bawel.” Lina menjawab sekenanya tanpa melihat ekpresi bapaknya.

Sesampainya di sekolah, benar saja, gerbang sudah ditutup. Namun, bukan Lina namanya kalau tidak punya ide. Dengan rok sekolah yang hanya selutut, mudah saja bagi Lina menaiki gerbang. “Lina, cepat kamu berdiri di dekat tiang bendera!” Teriak guru BK yang ternyata sudah menunggunya di balik pintu gerbang.

Hari itu, Lina menjadi bahan tertawaan teman-temannya, tetapi Lina tak peduli. Bahkan guru-guru pun sampai menggelengkan kepala dengan kelakuan Lina yang tiap hari membuat mereka naik pitam. Yang masih membuatnya bertahan di sekolah adalah karena Lina termasuk murid pintar, tak jarang Lina dipilih mewakili sekolah untuk berbagai lomba.

“Lina, hari ini, Bapak dapat surat panggilan dari sekolah, katanya kamu malakin adik kelas kamu, benar demikian?” Lina yang baru pulang sekolah, terkejut dan membantah,”Gak usah datang, itu cuma salah paham, besok Lina urus semuanya.” Sambil pergi menuju kamarnya.

“Lina, kenapa kamu gak berhenti membuat ulah? Terus saja membuat malu, apa kamu kekurangan uang jajan, hah?” Bapak sudah muak dengan kelakuan Lina. “Ya udah, gak usah datang, gak ada yang nyuruh datang, Lina bisa menyelesaikannya sendiri!” Teriak Lina sembari membanting pintu kamar. Ibunya di dapur hanya bisa mengelus dada, tidak habis pikir dengan kelakuan anak gadisnya. Kalau sudah begitu, suaminya pasti akan menyalahkannya karena tidak pernah tegas terhadap Lina.

Besoknya bapak datang ke sekolah dan disambut oleh kepala sekolah, juga guru BK. “Pak, kami mohon maaf karena harus memanggil Bapak ke sini. Lina terus saja berulah, kami sudah tidak tau lagi bagaimana cara membuatnya jera.” Pak Kepsek mengawali pembicaraannya.

“Sekarang, Lina sudah kelas sembilan, Pak. Saya khawatir, Lina tidak lulus jika terus berperilaku buruk seperti ini.”
Hati bapak begitu sedih dan juga malu karena kelakuan Lina yang sudah sangat meresahkan. “Saya mohon agar Bapak masih memberikan kesempatan kepada anak saya, Lina, untuk menyelesaikan sekolahnya, Pak.” Pintak bapak dengan penuh harap. “Saya berjanji akan mendidiknya dengan lebih baik dan tegas, Pak.” Ada rasa malu dalam hati bapak, kenapa mempunyai anak perempuan yang kelakuannya minus begini.

Tak terasa, ujian nasional pun segera tiba. Lina pun mulai memikirkan akan melanjutkan ke mana setelah lulus nanti. Teman-temannya banyak yang memilih SMA di kabupaten, Lina pun ingin melanjutkan ke SMA. Namun, keinginannya ditolak mentah-mentah oleh kedua orang tuanya.

“Kamu boleh melanjutkan sekolah, tetapi hanya ke Madrasah Aliyah yang ada di Kecamatan, itupun bapak yang akan antar jemput kamu,” kata bapak, pagi sebelum Lina berangkat sekolah.

“Lebih baik, Lina gak sekolah daripada harus ke MAN!” tantang Lina, kemudian langsung pergi. Lina tak habis pikir, “Bagaimana mungkin, Lina yang dari SMP nyambung ke MAN, kan gak nyambung,” pikirnya.

Tinggal di ibu kota membuat Lina makin bebas. Ya, tiga bulan setelah lulus SMP, Lina memutuskan pergi ke Jakarta, ikut dengan kakak perempuannya yang beda ibu. Saat itu, Bapak Lina bersikeras tidak mengizinkan Lina untuk melanjutkan sekolah ke SMA yang berada di kabupaten.

“Lina, Bapak sudah bilang, kamu hanya bisa nyambung sekolah ke MAN, Bapak tidak akan pernah mengizinkan kamu melanjutkan ke SMA,” teriak bapak.
“Kalau begitu, Lina tak sudi melanjutkan sekolah!” Lina menjawab tak kalah sengit.
“Lina, turutin saja apa kata Bapakmu, Nak, jangan keras kepala,” pinta ibu kepada Lina.
“Lina tidak mau diatur-atur terus, Bu, Lina sudah besar, Bapak selalu memaksakan kehendaknya terhadap Lina.” Akhirnya Lina menangis dan pergi ke dalam kamar.

Di Jakarta, Lina kerja di sebuah Mall di Jakarta Barat. Lina bekerja di bagian foodcourt di lantai lima. Lina beruntung bisa bekerja dengan ijazah dia yang hanya lulusan SMP. Karena pribadi Lina yang supel, tak sulit baginya untuk mendapatkan banyak teman.

Tiba-tiba ponsel Lina berbunyi menandakan ada notifikasi masuk. Lina membukanya, “Lin, kamu mau ikut ngamen lagi gak malam ini?” Pesan dari Asep, teman ngamen di metromini. Lina segera membalas, “Oke, tunggu gue di bawah ya, bentar lagi gue keluar, nih.” Lina kegirangan karena untuk kesekian kalinya diajak ngamen.

Pukul 22:00 Wib, mall mulai tutup. Lina sudah absen pukul 21:00 Wib. Sesampainya di parkiran, ternyata Asep sudah menunggu, “Lin, ayo cepat! itu ada metromini yang udah penuh,” teriak Asep.

Mereka segera masuk ke dalam metromini dan mulai menyanyi sekitar dua-tiga lagu. Selesai Asep bernyanyi, Lina berjalan dari belakang sampai ke bangku depan untuk meminta uang kepada para penumpang. Hidup Lina kian bebas, tetapi Lina tetap memegang prinsip ‘boleh bebas asal tidak kebablasan’.

Pagi-pagi, ponsel Lina berbunyi, ternyata panggilan dari bapaknya di kampung. “Assalamu’alaikum, Lin, apa kabarnya, kamu sehat.” Terdengar suara bapak yang mulai menua, tidak ada lagi suaranya yang menggelegar seperti dahulu.
“Lina baik, Pak, Bapak sama Ibu, gimana?” tanya Lina balik.
“Kami juga baik, Lin,” jawab bapak singkat.
“Ada apa, Pak, pagi-pagi nelepon?” sambung Lina lagi.
“Begini, Lin, Bapak sama Ibu khawatir dengan keadaan kamu di Jakarta, jadi menurut Bapak kalau ada laki-laki yang mau serius sama kamu, udah nikah aja ya, Nak, biar Bapak gak khawatir terus,” pinta bapak kepada Lina. Saat itu Lina memang sedang menjalin hubungan dengan seorang laki-laki berdarah Minang, tetapi Lina sendiri belum yakin kalau harus ke jenjang yang lebih serius.

Telepon dari bapak beberapa hari yang lalu, membuat Lina berpikir bahwasanya mungkin sudah cukup jika selama ini Lina terus membuat orang tuanya khawatir. Akhirnya, Lina beranikan diri menelepon laki-laki yang selama enam bulan ini dekat dengannya. Lina janjian untuk bertemu di sebuah kafe.

Meski Lina ragu menyampaikan keinginan kedua orang tuanya kepada laki-laki di hadapannya, tetapi akhirnya Lina utarakan juga. Lina sendiri belum yakin akan keputusannya, tetapi ada rasa bersalah di dalam hati karena sudah terlalu banyak mengecewakan dan membuat khawatir bapak dan ibu.

Setelah membicarakan semuanya dengan kedua pihak keluarga, akhirnya mereka sepakat menikah. Momen haru itu akhirnya terlaksana, “Lin, Bapak minta maaf, jika selama ini sudah sangat keras terhadapmu.” Ucap bapak sembari memeluk Lina.

“Lina yang minta maaf, Pak, Bu, karena selalu membangkang dan membuat kalian susah,” isak Lina. Dalam hati, Lina berjanji untuk tidak lagi melukai hati kedua orang tuanya. Sudah cukup dirinya menimbulkan banyak luka dan kepedihan di hati ibu dan bapak. Lina sadar betul sekarang, jika bukan karena doa kedua orang tuanya, entah Lina sudah jadi apa di Jakarta. Lina sangat bersyukur karena Allah masih melindunginya dari hal-hal buruk yang tidak diinginkan.

Apalagi banyak teman-temannya di kampung yang hamil duluan, padahal dulunya mereka anak baik-baik dan gak neko-neko. Lina benar-benar bersyukur dan menyesal karena dahulu sudah mengecewakan ibu dan bapak. Kini ia bertekad dalam hati untuk selalu membuat orang tuanya bahagia. Lina berharap, suaminya mampu membimbingnya menjadi manusia yang lebih baik lagi, lebih taat, dan hidup sesuai maunya Allah.

Di usia pernikahan yang telah memasuki tujuh belas tahun, Lina makin menyadari betapa Lina butuh Allah. Betapa Lina butuh ilmu agama. Jika bukan karena kasih-Nya, tak kan ia berada pada posisi sekarang. Bergabung dengan sebuah jemaah yang hanya berorientasi akhirat dengan jalan memahamkan umat melalui dakwah pemikiran. “Sungguh besar kasih-Mu, sungguh indah rencana-Mu,” batin Lina. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *