Oleh. Novida Sari, S.Kom.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — PUISI
Terasakah olehmu
Kita satu tetapi terpisah
Padahal dekatnya kamu, bagiku
Seperti jauh padahal seakidah
Terdengarkah olehmu
Untaian doa harapan dan impian
Seolah kaki kan berpijak mendekatimu
Ternyata terhalang oleh HAM dan kemanusiaan
Terlihatkah olehmu
Banyak jumlah bak buih lautan
Dihempas oleh sapuan bayu yang menusuk kalbu
Membiarkanmu berjuang sendirian di kegelapan
Katanya kita satu tubuh
Nyatanya kita kian runtuh
Katanya kita umat yang satu
Nyatanya terikat ikatan semu
Katanya kita umat terbaik
Nyatanya kian terbalik
Katanya Islam penyelamat
Nyatanya hidup seperti akan kiamat
Lantas, mengapa umat Islam menangis?
Karena kita bernapas dengan sekularis
Di mana letak Al-Qur’an sebagai petunjuk?
Jika kapitalis menjadi seindah bentuk
Adakah terdengar suara jeritan putus asa dari sana?
Dari sesosok saudaramu seiman se-Tuhan di seluruh dunia?
Inginku mengadu pada junjungan
Mengapa dunia kelam justru dikejar mati-matian
Mengapa syiar tidak diindahkan
Mengapa saudara dibiarkan berjuang sendirian
Mengapa perampas penjajah diundang ke barisan
Mengapa anak kandung dibiarkan
Mengapa gelapnya aturan telah diteriakkan,
Namun, tak pernah diindahkan
Mengapa… dan beribu mengapa yang ke sekian
Namun, aku terdiam
Karena bekal Qur’an dan Sunah telah ditinggalkan
Namun, keduanya justru kami bungkam
Dengan aturan buatan insan
Hai saudaraku, jika kamu sadar
Tubuhmu sedang tercabik, tetapi kamu biarkan
Pikirmu baik padahal terbius dengan nanar
Harusnya sakit tapi tertahan
Hai saudaraku, jika kamu paham
Aturan Tuhan-mu yang menyelamatkan
Sembuhkan semua luka air mata yang menghunjam
Obati sakit yang tak tertahankan
Namun, apakah kamu merasa sakitnya?
Jangan-jangan biusnya masih melenakan?
Panyabungan, 1 Juli 2023 [CM/NA]