Oleh. Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com, Pegiat Literasi)
CemerlangMedia.Com — Kabar terbaru menyebutkan ada lima desa wisata di Sumatera barat yang berhasil meraih prestasi membanggakan di acara malam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023. Perhelatan tersebut digelar di gedung Sasono Taman Mini Indonesia Indah, Minggu (27-8-2023) malam. Mahyeldi selaku Gubernur Sumbar sangat mengapresiasi pencapaian tersebut. Menurutnya, diharapkan ke depannya akan makin maju dan memberikan manfaat bagi masyarakat Sumbar (langgam.id, 28-8-2023).
Pertanyaannya, sejauh ini apakah keberadaan desa wisata sudah memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat yang berada di sekitar desa wisata?
Waspada Dampak Buruk Desa Wisata
Seperti diketahui bersama bahwa tujuan pemerintah menggalakkan program desa wisata adalah sejalan dengan tujuan dari pembangunan dan pengembangan kepariwisataan. Yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menyejahterakan rakyat, mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, melestarikan lingkungan alam dan sumber daya serta untuk memajukan kebudayaan. Menurut pemerintah, keberadaan desa wisata akan dapat memberikan pengalaman atas lanskap alam, tradisi, juga kesenian lokal sebagai atraksi wisata. Di beberapa kasus menunjukkan bahwa dikembangkannya desa wisata bisa menjadi sarana untuk pelestarian dan revitalisasi kebudayaan dan bahasa lokal.
Namun, faktanya, sejauh ini, program desa wisata belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap apa pun yang menjadi target pemerintah terkait program tersebut. Terlebih untuk sektor ekonomi, sama sekali belum berdampak positif. Hal ini dikarenakan proses pengelolaan seluruh daya tarik wisata tersebut yang belum tepat. Padahal seharusnya, jika pengelolaannya sudah tepat akan mampu memberdayakan masyarakat yang berada di sekitar desa itu sendiri. Dengan demikian, barulah akan tercapai salah satu tujuan dari adanya program desa wisata, yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Pemerintah dan juga masyarakat yang berada di sekitar desa wisata tentu harus mewaspadai adanya beberapa dampak negatif yang bisa terjadi akibat adanya desa wisata. Jangan sampai hanya terfokus untuk memperoleh keuntungan materi sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan keamanan dan kelestarian lingkungan sekitar. Keberadaan desa wisata selain memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah dan juga masyarakat sekitar, jika tidak dikelola dengan baik dan bijak maka dapat menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan, misalnya terjadi kerusakan lingkungan akibat tangan-tangan jahil wisatawan yang tidak bertanggung jawab dan polusi udara yang kian meningkat seiring makin banyaknya kendaraan wisatawan yang datang berkunjung. Parahnya lagi, pembangunan fisik infrastruktur wisata-pun suka tidak suka pasti akan berimbas pada kondisi lingkungan.
Dampak lainnya yaitu terjadinya campur baur budaya negatif yang muncul antara masyarakat dengan para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Akibatnya, arus liberalisasi kian deras karena budaya asing masuk tanpa filter dengan mudah dan bebas. Tentu saja hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kondisi masyarakat sekitar. Apalagi diperparah dengan bercokolnya sistem kapitalisme di tengah masyarakat yang notabene hanya memikirkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memedulikan dampak buruk yang ditimbulkan dari semua program tersebut.
Kapitalisme Hanya Berlandaskan Materi
Kapitalisme sejatinya adalah sebuah sistem yang hanya berlandaskan materi semata, yang seluruh aturannya dibuat oleh manusia yang sudah jelas-jelas lemah dan banyak kekurangan. Maka sudah barang tentu aturan dan hukum yang dihasilkanmpun bersifat lemah dan tidak akan pernah menjadi solusi hakiki bagi kehidupan manusia saat ini. Anehnya, sistem ini sampai sekarang masih terus eksis di tengah-tengah masyarakat, padahal hingga hari ini masyarakat sudah banyak sekali disuguhi realita kehidupan yang memperlihatkan hasil dari kebobrokan sistem kufur ini. Contohnya adalah dalam pengelolaan program pariwisata dan desa wisata. Objek wisata tersebut lebih banyak dikelola oleh para kapitalis yang semua keuntungannya diperuntukkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Rakyat makin menderita karena dibuat sengsara di negerinya sendiri oleh para kapitalis dan kroninya.
Tentu saja kondisi tersebut adalah sebuah ironi, mengingat kita semua hidup di sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Seharusnya dengan kekayaan alam yang dimiliki saat ini, seluruh problematika yang dihadapi oleh masyarakat terkait kemiskinan, pengangguran, stunting dan masalah lainnya bisa diatasi dengan baik. Akan tetapi, faktanya, rakyat Indonesia hingga saat ini masih terus berjuang dalam menyelesaikan berbagai macam problem yang melanda. Katanya Indonesia sudah merdeka, nyatanya sampai saat ini kita masih berada dalam cengkeraman para kapitalis dengan berbagai propagandanya.
Islam Memandang
Padahal di dalam Islam, tujuan dari program desa wisata sebenarnya hampir sama dengan tujuan menggalakkan sektor pariwisata. Tujuan utamanya adalah agar umat manusia mengenal Al Khalik (Pencipta) melalui keindahan ciptaan-Nya. Objek wisata di dalam Islam berupa keindahan alam yang indah, natural, dan merupakan sebuah anugerah dari Allah Sang Pencipta kehidupan. Contohnya seperti alam pegunungan yang membentang luas, keindahan panorama pantai, air terjun, dan destinasi wisata alam lainnya. Atau bisa juga berbagai peninggalan sejarah yang lahir dari peradaban Islam pada masa kejayaannya. Objek wisata yang seperti ini dapat dijadikan sarana untuk memperkenalkan dan menanamkan pemahaman Islam kepada wisatawan yang datang berkunjung ke berbagai situs sejarah Islam.
Jadi, desa wisata di dalam Islam tujuan utamanya bukan sebagai sumber keuntungan atau pendapatan negara apalagi sampai mengorbankan kepentingan rakyat. Ini karena di dalam Islam, objek-objek wisata seperti laut, pantai, pegunungan, dan hutan adalah harta milik umum yang tidak boleh dikelola oleh individu, kelompok atau negara sekalipun. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah yang berbunyi: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Daud dan Ahmad)
Tugas negara sebenarnya hanya menjadi wakil masyarakat untuk mengatur manfaat dari kekayaan milik umum tersebut agar seluruh masyarakat dapat mengakses dan mendapatkan manfaatnya secara adil dan merata. Wallahu a’lam [CM/NA]