Oleh. Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Sumber Daya Alam (SDA) negeri ini kembali diperbincangkan. Belum juga reda kontroversi adanya restu dari penguasa untuk melegalkan ekspor pasir laut, kini publik kembali dihebohkan dengan munculnya penemuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang ekspor bijih nikel. Pasalnya, pemerintah sudah melarang adanya ekspor nikel per 1 Januari 2020 yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Namun, rupanya kegiatan pengiriman keluar masih terus berjalan.
Data Bea Cukai Cina mencatat sebanyak 3,4 miliar kilogram dengan harga US$ 193 juta (sekitar Rp2,89 triliun) selama 2020, negeri Tirai Bambu tersebut mendatangkan ore atau bijih nikel dari Indonesia. Kemudian pada 2021 kembali mendatangkan 839 juta kilogram atau senilai US$ 48 juta (sekitar Rp 719,52 miliar),dan pada 2022 sebanyak 1 miliar kilogram bijih nikel mendarat mulus di Cina (Tempo.co, 8-7-2023).
Ironisnya, Menteri Investasi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pemerintah tidak tahu-menahu adanya ekspor bijih nikel ke Tiongkok pada periode Januari 2020 hingga Juni 2022. Padahal menurut temuan KPK pada periode tersebut sebanyak 5.3 juta ton bijih nikel telah diekspor ke Cina (mediaindonesia.com, 30-6-2023).
Aroma Kejanggalan
Aroma kejanggalan pun tercium sangat menyengat. Dari pernyataan Bahlil Lahadalia sangat tidak mungkin sepanjang 3 tahun sebanyak 5.3 juta ton lewat begitu saja di depan mata aparat terkait. Maka tak heran, jika publik berspekulasi bahwa ada orang kuat di balik ekspor bijih nikel ke Cina.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Pengamat Kebijakan Publik Gigin Praginanto yang menyatakan bahwa orang yang harus bertanggung jawab atas ekspor ilegal bijih nikel ini adalah orang yang membawa orang-orang Cina masuk ke Indonesia. Lebih dari itu, Gigin menambahkan bahwa kemungkinan orang ini pula yang mengatur penyelundupan bijih nikel ke Cina (fajar.co.id, 28-6-2023).
Spekulasi ini diperparah lantaran hingga saat ini pemerintah belum juga menindak tegas pelaku penyelundupan. Sekalipun mengklaim bahwa pihaknya telah mengantongi sejumlah eksportir ilegal bijih nikel tersebut.
Sejatinya, pengusutan penyelundupan bijih nikel ini tidak rumit karena barang yang diselundupkan itu bukanlah barang yang hanya bisa dimasukkan ke kantong celana, melainkan barang yang menggunakan transportasi dan diangkut melalui jalur laut. Sedangkan pada jalur laut tersebut banyak pihak yang melakukan pengawasan seperti bea cukai, Kepolisian Perairan (Satpolair), Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), dan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla).
Maka dari itu, berbelitnya pengusutan ekspor ilegal bijih nikel ini terus mendapat sorotan tajam dari publik. Publik makin geram karena tindakan pemerintah dinilai lamban dan tidak serius dalam mengusutnya. Terlebih, kerugian akan tindak penyelundupan ini mencapai hingga Rp1.5 triliun. Sungguh, penyelundupan bijih nikel Ilegal ini adalah kejahatan yang terstruktur.
Cengkeraman Kapitalisme
Dengan demikian, adanya ekspor ilegal bijih nikel dan penanganan yang berbelit-belit mengonfirmasi bahwa cengkeraman kapitalisme di negara ini sangat kuat. Sumber daya alam selalu menjadi bancakan kaum kapitalis yang kongkalikong dengan penguasa. Aparat keamanan yang berlapis-lapis dibuat tak berkutik dan buta.
Dalam sistem kapitalis, dunia ini dianggap sebagai perusahaan pencetak uang raksasa sehingga apapun akan dilakukan untuk menumpuk materi. Termasuk mengeruk sumber daya alam milik umum sebanyak-banyaknya untuk memperkaya diri, akibatnya kerusakan dan kerugian banyak pihak tidak terhindarkan.
Selain itu, kapitalisme mengerdilkan fungsi negara yang seharusnya menjadi pelindung baik melindungi rakyatnya maupun melindungi alam dari segala ancaman. Negara kini hanya menjadi regulator yang berperan membuat peraturan agar pihak-pihak tertentu bisa untung. Penguasa tidak lagi memikirkan kerusakan lingkungan sekalipun bencana mengintainya. Mereka hanya fokus bagaimana melanggengkan kekuasaan serta peraturan yang dihasilkan dapat membuat untung kaum kapitalis yang men-support kekuasaan mereka.
Tata Kelola Menurut Islam
Kacaunya kehidupan di sistem kapitalis adalah sebuah keniscayaan, sebab akidah sekulernya jauh dari nilai kesempurnaan. Berbanding terbalik dengan sistem Islam. Dalam Islam, sumber daya alam dikelola dan dimanfaatkan negara untuk dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat.
Dalam hal ini, Rasulullah saw. dalam hadisnya bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Hadis yang notabene sebagai rujukan peraturan dalam Islam memerintahkan bahwa padang rumput, perairan, dan segala yang ada di dalamnya serta api yang meliputi pertambangan, minyak bumi, dan gas alam adalah harta kepemilikan umum. Islam mengharamkan barang-barang tersebut dikelola swasta ataupun individu.
Ketegasan Islam ini diperkuat oleh sebuah riwayat Imam At-Tirmidzi yang menceritakan bahwa Abyadh bin Hammal datang kepada Rasul saw. dengan meminta izin untuk mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. memenuhi permintaan Abyadh bin Hammal tersebut. Namun, Rasulullah saw. diingatkan oleh salah seorang sahabat bahwa yang Rasulullah saw.berikan kepada Abyadh bin Hammal adalah air yang mengalir, akhirnya Rasulullah saw. menarik kembali izin tersebut.
Di sisi lain, Islam pun mengajarkan untuk memberikan tindakan tegas kepada pelaku yang melanggar syariat Islam. Kecurangan atas ekspor ilegal terlebih barang kepemilikan umum seperti tambang jelas sebuah kemaksiatan. Hal ini merupakan bentuk pencurian, sedangkan dalam Islam hukuman bagi para pencuri diatur secara gamblang dalam hadis Nabi Muhammad saw., “Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu lain waktu ia dipotong tangannya karena mencuri tali.” (HR Bukhari no 6285)
Begitu pula dalam Al-Qur’an surah Al Maidah ayat 38, Allah Swt. memerintahkan untuk memotong tangan pencuri laki-laki maupun pencuri perempuan sebagai balasan atas perbuatan mereka dan sebagai siksaan dari Allah Swt..
Demikianlah ketika mengimplementasikan Islam secara kafah, kesejahteraan rakyat akan tercipta. Segala celah kecurangan yang akan menimbulkan kerugian akan tertutup rapat. Ketakwaan individu, masyarakat dan negara akan bersinergi sehingga hidup penuh berkah di bawah naungan Daulah Islam. insyaallah. Wallahu a’alam. [CM/NA]