Penulis: Shahibatul Hujjah
Wahai generasi muda Islam! Bangkitlah dengan ilmu, iman, dan keberanian karena dunia tidak butuh lebih banyak konferensi perdamaian, tetapi butuh satu kepemimpinan yang mampu menegakkan keadilan. Itu hanya akan terwujud jika umat kembali kepada Islam sebagai ideologi, jihad sebagai jalan, dan Khil4f4h sebagai solusi hakiki pembebasan Palestina.
CemerlangMedia.Com — Langit kemanusiaan kembali memucat. Dunia menyaksikan bagaimana kapal-kapal Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza dihadang dan disita oleh pasukan Israel di perairan internasional. Kapal yang membawa obat-obatan, makanan, dan harapan bagi rakyat yang terkepung itu dirampas tanpa rasa malu.
Menurut laporan dari Kompas Global (4-10-2025), pencegatan itu memicu gelombang kemarahan internasional, termasuk aksi protes di berbagai negara Eropa dan di kawasan Afrika Utara, terutama di Maroko. Generasi Z turun ke jalan menuntut keadilan bagi Palestina. Laporan internasional juga mendokumentasikan bahwa puluhan hingga ratusan aktivis ditahan saat insiden tersebut dan video kejadian itu tersebar luas sehingga memicu kecaman global.
Cermin Kegagalan Sistem Global
Dari Bandung, komunitas Support Justice for Palestine (SJP) turut menggelar agenda solidaritas untuk Sumud Flotilla. Ini menandakan bahwa kepedulian terhadap rakyat Gaza tidak hanya datang dari kawasan konflik, tetapi juga dari hati umat Islam di Indonesia. Namun, dari semua peristiwa ini, umat belajar satu hal penting: penjajahan terhadap Palestina bukan sekadar krisis kemanusiaan, ini adalah cermin kegagalan sistem global menegakkan keadilan sejati.
Blokade Gaza telah berlangsung selama hampir dua dekade. Dua juta lebih jiwa hidup di wilayah seluas separuh Jakarta, dikelilingi pagar besi dan militer bersenjata. Pasokan listrik dibatasi, bahan pangan diblokir, bahkan pengiriman obat pun dipersulit.
Flotilla kemanusiaan seperti Global Sumud Flotilla sejatinya hadir untuk menembus isolasi itu. Namun lagi-lagi, Israel menjawab kepedulian dengan kekerasan. Ketika kemanusiaan dihalangi, dunia menyadari bahwa persoalan ini tidak lagi sekadar isu lokal. Penjajahan terhadap Palestina adalah penghinaan terhadap seluruh umat manusia.
Lebih menarik, generasi muda kini justru yang paling peka terhadap realita ini. Dari Maroko hingga Jakarta, Gen Z turun ke jalan bukan karena ikut-ikutan, tetapi karena mereka melihat fakta telanjang: setiap kali dunia berbicara perdamaian, Israel membalas dengan bom dan peluru.
Upaya Global Sumud Flotilla hanyalah satu dari sekian banyak ikhtiar kemanusiaan yang berusaha mendobrak kebisuan dunia menuju Gaza. Sayangnya, sejak Zi*nis bercokol di tanah Palestina, tidak pernah ada hari tanpa pertumpahan darah. Zi*nis yang didukung penuh oleh negara-negara adidaya terus merampas tanah rakyat Palestina hingga kini hanya tersisa Gaza dan Tepi Barat.
Meski berbagai upaya perdamaian telah berkali-kali diusahakan guna menyelesaikan masalah Palestina, tetapi tidak pernah sekalipun Zi*nis benar-benar tunduk pada perjanjian. Mereka justru mengeklaim dirinya sebagai “korban” dengan menyebut agresi mereka sebagai bentuk “mempertahankan diri”, sembari menyerang warga sipil Palestina dan memperluas pemukiman ilegal di Tepi Barat.
Oleh karena itu, two state solution (solusi dua negara) yang selama ini digembar-gemborkan dunia internasional sejatinya hanyalah ilusi politik. Bagaimana mungkin dua negara hidup berdampingan jika yang satu terus menjajah, sementara yang lain bahkan tidak punya kebebasan bergerak?
Konsep two state solution seolah membawa harapan, tetapi pada kenyataannya menormalisasi penjajahan. Selama entitas penjajah itu diakui, maka penindasan akan terus berlangsung. Hak ini terbukti, sejak Perjanjian Oslo (1993), hasilnya bukan kedamaian, melainkan penguatan dominasi Israel dan makin terpinggirkannya rakyat Palestina.
Inilah yang kini disadari oleh banyak Gen Z muslim bahwa bahasa Zi*nis bukan bahasa diplomasi, melainkan bahasa perang. Tidak ada penjajahan yang dapat dihentikan dengan kompromi yang melegitimasi penjajahnya.
Solusi Sejati
Jika diplomasi gagal, jika solusi dua negara hanya menipu, maka pertanyaannya, apa yang mampu mengakhiri penjajahan ini secara hakiki?
Jawabannya adalah Islam. Islam memandang bahwa Palestina bukan tanah sengketa, tetapi tanah wakaf umat Islam yang harus dibebaskan dari kekuasaan kafir penjajah. Kewajiban ini tidak bersifat lokal, tetapi kewajiban seluruh umat Islam di dunia.
Sejarah menjadi saksi bagaimana Khalifah Umar bin Khattab membebaskan Baitulmaqdis tanpa pertumpahan darah melalui keadilan dan amanah Islam, lalu Shalahuddin al-Ayyubi mengambilnya dari tangan salibis dengan jihad yang penuh rahmat, bukan dendam. Keduanya bergerak bukan karena nasionalisme, tetapi dengan iman dan persatuan umat di bawah kepemimpinan Islam (Khil4f4h).
Khil4f4h sebagai sistem pemerintahan Islam memiliki tanggung jawab untuk melindungi darah, kehormatan, dan tanah kaum muslim. Dalam bingkai inilah, jihad fi sabilillah menjadi sarana pembebasan—bukan sekadar perang bersenjata, tetapi perjuangan politik dan moral untuk menegakkan keadilan.
Oleh karena itu, solusi hakiki bagi Palestina bukan two state solution, tetapi penegakan kembali kepemimpinan Islam global (Khil4f4h). Hanya sistem ini yang mampu menyatukan kekuatan umat, mengakhiri penjajahan, dan menegakkan perdamaian sejati yang berlandaskan hukum Allah.
Kini dunia Islam menyaksikan lahirnya generasi baru yang berani menolak ilusi perdamaian. Gen Z muslim tumbuh di tengah derasnya arus informasi, tetapi mereka memilih untuk berpihak kepada kebenaran. Mereka tidak hanya menonton, tetapi bergerak. Mereka tidak sekadar bersedih, tetapi berpikir.
Menolak two state solution bukan berarti menolak perdamaian. Itu artinya menolak tipu daya yang menunda keadilan. Mendukung jihad dan Khil4f4h bukan berarti mencintai perang. Itu artinya mencintai kemanusiaan sejati di bawah hukum Allah.
Palestina bukan sekadar luka dunia Arab, melainkan ujian bagi seluruh umat Islam, apakah rela keadilan Allah terus diinjak-injak oleh sistem buatan manusia?
Wahai generasi muda Islam! Bangkitlah dengan ilmu, iman, dan keberanian karena dunia tidak butuh lebih banyak konferensi perdamaian, tetapi butuh satu kepemimpinan yang mampu menegakkan keadilan. Itu hanya akan terwujud jika umat kembali kepada Islam sebagai ideologi, jihad sebagai jalan, dan Khil4f4h sebagai solusi hakiki pembebasan Palestina. [CM/Na]