Oleh. Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Hujan tak kunjung turun, cuaca panas melanda, akibatnya, kekeringan meluas di berbagai daerah. Air sungai mengering, kondisi tanah tandus dan gersang menyebabkan sulit ditanami. Ini menjadi musibah bagi petani khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
September ini disebut-sebut sebagai puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia. Di samping itu, dampak El Nino juga menyebabkan Indonesia berada pada kondisi kering kerontang. Parahnya lagi, kondisi ini akan dirasakan penduduk Indonesia pada September ini sampai Oktober mendatang. Rupanya, masyarakat Indonesia masih harus bersabar menghadapi cuaca panas terik ini.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Urip Haryoko, Pelaksana Tugas (Plt) deputi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam keterangannya pada CNN.indonesia (2-9-2023). Urip menjelaskan setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan September ini menjadi salah satu puncak kekeringan pada 2023, di antaranya adalah El Nino, yaitu anomali suhu di Samudra Pasifik yang menjadi faktor turunnya hujan secara global, termasuk Indonesia. Dampak El Nino terasa kuat pada saat memasuki musim kemarau, yakni pada Juli, Agustus, September hingga Oktober. Ditambah lagi kemarau yang tengah menyelimuti seluruh wilayah Indonesia saat ini serta ekuinoks, yaitu ketika matahari secara siklusnya akan kembali berada pada ekuator. Pada kondisi ini, Indonesia akan maksimum menerima radiasi matahari. Maka dengan kondisi ini, Indonesia akan mendapatkan suhu panas hingga Oktober mendatang (CNBCIndonesia.com, 02-09-2023).
Lebih menegangkan lagi, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Indah Sulistyo Rini selaku Koordinator Pemasaran dan Investasi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) menyampaikan bahwa tidak ada lahan tanah yang berpotensi tinggi dan sangat tinggi mengalami kekeringan, komoditas padi sawah di Indonesia dalam kondisi rendah-sedang. Prediksi kekeringan dengan kategori sedang secara nasional pada Juli terdapat 253.559 hektare atau sekitar 3,35% terhadap total risiko kekeringan. Pada Agustus sekitar 268.123 ha atau berada pada 3,41% terhadap total risiko kekeringan. Sedangkan, pada September terdapat 96.128 ha, atau sekitar 1,27% terhadap risiko kekeringan. Langkah-langkah Pemerintah untuk antisipasi terhadap dampak kekeringan ini di antaranya melakukan mapping (pemetaan) daerah terdampak kekeringan, mempercepat menanam benih untuk mengejar musim hujan serta melakukan peningkatan ketersediaan air dengan membangun embung dan rehabilitasi terhadap jaringan irigasi tersier/pompanisasi. Di samping itu juga menyediakan benih tahan kekeringan dengan 1000 hektar per kabupaten untuk adaptasi dan migitasi kekeringan yang melanda negara ini (Cnbcindonesia, 11-09-2023).
Upaya Negara Belum Maksimal
Upaya yang dilakukan pemerintah tersebut perlu diapresiasi, tetapi sebaiknya pemerintah melakukan tindakan serius sebelum kekeringan ini melanda. Semua tindakan yang dilakukan saat kekeringan melanda negeri ini menjadi tidak efektif karena terlambat. Pasalnya, kekeringan sudah dirasakan oleh masyarakat luas. Sejatinya, upaya pencegahan dalam mengatasi kekeringan ini haruslah dilihat dari akar masalahnya, misalnya:
Pertama, kelangkaan hutan yang dapat menyebabkan terjadinya krisis air baku. Hal ini disebabkan lantaran kebijakan kapitalistik yang menyebabkan pengalihfungsian hutan menjadi proyek-proyek infrastruktur dan investasi besar-besaran, seperti pembangunan komplek perumahan atau pertambangan batubara dan lain-lain.
Kedua, berkurangnya jumlah daerah resapan. Hal ini dipicu banyaknya lahan terbuka hijau yang disulap menjadi bangunan tempat tinggal. Hal ini jelas memengaruhi stok cadangan air dalam tanah. Jika cadangan air di tanah sedikit, sudah pasti akan mengakibatkan kekeringan.
Ketiga, liberalisasi sumber daya alam yang meniscayakan swasta untuk mengeksploitasi sumber daya air. Hal ini terlihat dari banyaknya bisnis air minum kemasan.
Keempat, kerusakan hidrologis, misalnya rusaknya hulu sungai akibat pencemaran air. Hal ini mengakibatkan kapasitas daya tampung air berkurang.
Krisis air sebagai biang kekeringan yang melanda negara ini akan berdampak langsung terhadap produktivitas pertanian, apabila petani gagal panen, maka akan mengganggu ketersediaan bahan pangan, gizi buruk bahkan kelaparan akut, dan sanitasi lingkungan yang buruk. Jika semua ini terjadi, ancaman kehilangan pangan bukan lagi isapan jempol belaka, melainkan fakta buruk bagi negara ini.
Islam Menuntaskan Permasalahan
Musibah kekeringan hingga ancaman gagal panen yang berakibat fatal pada ketersediaan pangan dapat diatasi dengan menghentikan liberalisasi air. Ini bisa dilakukan apabila sistem Islam secara kafah diterapkan. Sistem Islam meniscayakan umat berserikat dalam 3 hal, yaitu air, api, serta padang. Ketiganya tidak boleh dimiliki individu/perorangan. Hal ini tertuang pada hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad.
Liberalisasi sumber daya air akibat diterapkannya sistem kapitalisme. Sedangkan dalam Islam, air merupakan kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara untuk dimanfaatkan atas kepentingan rakyat. Di samping itu, negara mengelola secara langsung proses produksi serta distribusi air. Negara melakukan pengawasan atas berjalannya pemanfaatan air dengan mengontrol secara langsung kualitas air dan penyaluran air kepada masyarakat. Dalam hal ini, negara juga melibatkan para ahli terkait agar masyarakat bisa menikmati air bersih dengan mudah.
Selain itu, negara melakukan rehabilitasi dan memelihara konversi lahan hutan agar resapan air tidak hilang. Negara akan mengedukasi masyarakat agar bersama-sama menjaga lingkungan, melakukan pembiasaan hidup bersih dan sehat, serta memberi sanksi tegas terhadap pelaku kerusakan lingkungan. Demikianlah fungsi negara dalam Islam, senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada rakyatnya. Hal ini semata-mata karena mengharapkan rida Allah Swt..
Maka untuk mengatasi kekeringan dan ancaman kehilangan pangan, Islamlah solusinya. Selain mampu menjawab problematika umat, hidup dalam naungan Islam dipenuhi berkah dari Allah Swt.. Hal ini dikarenakan Islam satu-satunya yang Allah ridai, sebagaimana dalam surah Ali Imran ayat 19, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (QS Ali Imran: 19)
Lagi pula, dalam sistem Islam akan menumbuhkan orang-orang yang bertawakal, sedangkan Allah menjanjikan orang yang bertawakal tercukupi kebutuhannya, sebagaimana dalam surah At-thalaq ayat 3, “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS at-Thalaq: 3)
Demikianlah Allah menjaga umat-Nya yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. dalam sistem Islam. Maka merupakan kewajiban bagi kita semua untuk bersegera menerapkan sistem Islam secara kafah. Wallahu a’lam. [CM/NA]