Oleh. Yanti Ummu Haziq
CemerlangMedia.Com — Air merupakan sumber kehidupan bagi setiap makhluk hidup yang berada di muka bumi ini. Baik itu manusia, hewan, tumbuhan, semuanya tentu saja memerlukan air untuk bertahan hidup. Tanpa adanya air semua makhluk hidup di muka bumi ini tidak ada kemungkinan untuk bertahan hidup.
Dilansir dari katadata.co.id (11-6-2023) bahwa beberapa wilayah di Indonesia akan terdampak kekeringan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa Indonesia akan terdampak kekeringan panjang akibat fenomena El Nino yang akan kemungkinan terjadi pada Juli sampai akhir 2023.
Prakirawan BMKG wilayah I Medan Eko Prasetyo mengimbau masyarakat untuk menghemat air dan memaksimalkan cadangan air. Ia menjelaskan fenomena El Nino dipengaruhi oleh suhu udara di permukaan air laut di Samudera Pasifik dan di Indian Ocean Dipole yang dipengaruhi suhu Samudera Hindia, yang mana keduanya terjadi bersamaan pada kemarau tahun ini.
Fenomena ini akan menyebabkan terjadinya kekeringan di sebagian wilayah Indonesia selama periode musik kemarau pada semester kedua tahun ini. Sebagian wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan di bawah normal atau lebih kering dari kondisi normalnya.
Ancaman kekeringan ini menimbulkan sejumlah dampak, salah satunya pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan. Selain itu, ketersediaan air tanah berkurang, terjadi kelangkaan air bersih, dan peningkatan potensi kebakaran hutan dan lahan.
Fenomena El Nino dan kekeringan yang terjadi di negara Indonesia ini bukan hanya bagian dari sebuah bencana alam, melainkan dari pengelolaan sumber daya alam yang di lakukan oleh pihak-pihak tertentu secara berlebihan.
Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa sebagian besar sumber daya alam di Indonesia ini dikuasai oleh pihak-pihak yang menginginkan keuntungan materi yang sebesar-besarnya tanpa memikirkan dampak dari pengelolaan lahan yang berlebihan tersebut.
Pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang signifikan untuk mengatasi bencana kekeringan ini selain hanya menghimbau kepada masyarakat untuk mengamankan persediaan air bersih. Mereka seakan-akan tidak serius menanggulangi bencana kekeringan yang diperkiraan akan terjadi pada mayoritas masyarakat kecil. Akibatnya, tidak terpenuhinya hajat hidup rakyat ketika terpaksa harus berada di tengah bencana.
Sistem Kapitalisme yang di terapkan saat ini membuat penguasa seakan-akan masa bodoh terhadap nasib rakyat di tengah bencana kekeringan ini. Oleh karena mereka hanya memikirkan keuntungan yang sebesar-besarnya, tidak adanya keuntungan yang didapat dalam menanggulangi bencana alam ini membuat penguasa acuh atau masa bodo terhadap penderitaan rakyat.
Berbeda jika ada suatu proyek yang dapat memberikan keuntungan yang cukup besar di dalamnya, mereka akan segera merealisasikan proyek tersebut tanpa memikirkan dampaknya. Seperti halnya proyek kelapa sawit oleh pihak swasta yang dapat membabat lahan hutan yang cukup luas, karena keuntungan yang didapat sangat besar. Mereka tidak memikirkan dampak dari pembabatan hutan tersebut.
Di dalam sistem kapitalisme kehidupan rakyat kecil akan di kesampingkan, oleh karena itu terlihat jelas adanya kehidupan yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin bahkan mungkin seperti dibunuh secara perlahan.
Islam Mengatasi Bencana Ekologis
Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya. “ (HR Muslim dan Ahmad)
Sangat jelas bahwa hadis ini menegaskan seorang pemimpin harus bisa mengurusi rakyatnya yakni menjamin rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, dan papan. Penguasa juga harus menjamin berbagai hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti jaminan hak hidup, harta (ekonomi), keamanan, berbagai hak publik (kesehatan, pendidikan, pekerjaan), pengelolaan SDA untuk rakyat serta pencegahan dan penanggulangan bencana alam.
Bencana alam merupakan dari fenomena alam yang menuntut kesabaran dan keikhlasan pada orang-orang yang tengah mengalaminya. Tetapi seharusnya bencana alam tersebut membuat kita introspeksi, bukan hanya introspeksi individu melainkan introspeksi secara politik sehingga melahirkan kebijakan yang akan memihak kepada kemaslahatan rakyat.
Alih fungsi lahan perlu dilakukan, tetapi harus dilakukan secara tepat guna dan tepat sasaran. Juga bukan semata demi kepentingan para pemilik kapital, apalagi jika harus membabat hutan-hutan primer secara ugal-ugalan. Fungsi hutan primer merupakan paru-paru dunia dan tidak akan tergantikan dengan jenis hutan yang lain.
Pengelolaan SDA pun ditunaikan bertujuan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk segelintir para pemilik kapitalis, seperti pemilik konsesi tambang, kilang minyak, serta HGU jutaan hektar kelapa sawit.
Dalam hal ini seharusnya kita sadar bahwa rakyat telah dizalimi oleh sistem kapitalisme yang berwadah demokrasi dan sistem ini seharusnya kita tinggalkan. Solusinya hanyalah dengan diterapkannya sistem pemerintahan Islam, yang dapat menjamin kehidupan orang banyak, supaya bumi ini berkah. Wallahu a’lam bisshawab. [CM/NA]