Oleh. Dini Azra
CemerlangMedia.Com — Tanggal 15 November 2023 mendatang Grup band asal Inggris Coldplay dipastikan akan menggelar konser pertamanya di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Indonesia. Hal tersebut disambut antusias oleh para penggemarnya. Sebab, band yang sudah berumur lebih dari dua puluh tahun itu termasuk band tersukses di dunia saat ini. Hadirnya konser bertajuk Music of The Spheres World Tour 2023 nanti dianggap sebagai momen langka, dan Indonesia beruntung menjadi salah satu negara Asia yang terpilih, selain Malaysia, Jepang dan Taiwan untuk menggelar konser mereka.
Euforia begitu nyata dirasakan oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Penggemar Coldplay dari lintas generasi rela merogoh kocek dalam-dalam demi bisa menyaksikan penampilan idola mereka. Menteri pariwisata Perekonomian Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno juga optimis event ini akan memberikan dampak positif pada sektor perekonomian terutama bagi pelaku ekonomi kreatif dan UMKM.
Bukan hanya itu, Sandiaga Uno juga mengungkapkan pihaknya akan mengupayakan agar konser Coldplay digelar di Indonesia selama dua hari. Hal itu dikarenakan antusiasme masyarakat yang begitu tinggi, di mana dalam kurun waktu kurang dari satu menit masyarakat Indonesia mendaftar di web untuk berburu tiket. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan kekuatan ekonomi Indonesia (Detiknews, 19/5/2023).
Tiket konser Coldplay yang dibandrol dengan harga mulai Rp. 800 ribu hingga Rp. 11 juta kabarnya sudah habis terjual. PK Entertainment bekerjasama dengan BCA memulai penjualan tiket secara presale pada 17 Mei 2023 dan sudah soldout sebelum 18 Mei 2023. Dan penjualan tiket kembali dibuka untuk semua publik tanggal 19 Mei 2023, belum sampai 20 menit tiket Coldplay kategori Unlimited Experience dengan harga Rp. 11 juta rupiah langsung ludes. Benarkah ini merupakan bukti kuatnya ekonomi atau justru membuktikan kesenjangan sosial yang tinggi juga nir empati?
Melihat bagaimana gegap gempitanya penyambutan, konser Coldplay sepertinya akan sukses besar melebihi konser Blackpink beberapa waktu lalu. Namun, kesuksesan sebuah konser tidak bisa dijadikan sebagai tolok ukur kuatnya ekonomi negara. Sebab faktanya angka kemiskinan di negeri ini semakin tinggi, maraknya PHK makin menambah banyak pengangguran, gizi buruk, menurunnya daya beli masyarakat, infrastruktur rusak dan sebagainya. Adapun jika sebagian masyarakat ternyata bisa membeli tiket konser yang cukup mahal, hal itu tidak lantas menginterpretasikan kondisi masyarakat. Faktanya ada segelintir orang yang super kaya yang tak segan mengeluarkan uang ratusan juta untuk gaya hidupnya, membeli tiket sebelas juta pasti tidak terasa. Ada juga masayarakat golongan menengah ke bawah yang demi band Coldplay rela menjual barang-barang pribadi, ada yang menguras tabungan bahkan ada yang sampai berutang pada pinjaman online. Karena mereka memegang prinsip, “Uang bisa dicari, makan bisa dikurangi, nonton Coldplay mungkin cuma sekali“.
Terlepas dari masalah ekonomi, ada hal lain yang harus diperhatikan oleh masyarakat khususnya umat Islam. MUI dan PA 212 menolak Coldplay menggelar konser di Indonesia. Ketua PA 212 Novel Bamukminin mengancam akan mengepung bandara apabila konser tetap digelar. Alasannya, karena Christ Martin sang vokalis diduga menjadi pendukung komunitas L687Q. Dia pernah menyatakan mendukung hak-hak kaum L687Q dan sering mengenakan atribut berlambang pelangi (simbol L687Q) dalam aksi panggungnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI Muhammad Zaitun Rasmin menyampaikan bahwa MUI akan menolak dengan semampunya, tapi kalau ada yang tidak menerima, pihaknya tidak akan memaksa. Sebab dalam demokrasi, semua harus saling menghormati perbedaan pendapat, termasuk pihak yang menerima atau menolak konser Coldplay di GBK (Sindonews. Com, 18/5/2023)
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam menolak propaganda L687Q dan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam adalah keniscayaan. Seharusnya bukan hanya ormas dan lembaga tertentu saja, tapi seluruh kaum muslim juga sensitif dengan hal seperti ini. L687 adalah kemaksiatan besar yang pelakunya dilaknat Allah Ta’ala. Oleh karenanya, semua harus berperan melakukan pencegahan. Negara sebagai pemegang otoritas harus bersikap tegas, melarang siapapun yang datang membawa kerusakan moral bagi generasi. Begitu juga dengan masyarakat yang harus menilai segala sesuatu dengan kacamata iman. Sehingga bisa memilah mana hiburan yang sehat mana yang mengandung unsur maksiat.
Namun dalam negara berpaham kapitalisme-liberal pandangan syarak atau agama malah dikesampingkan. Kebebasan berbuat dan memilih kebahagiaan hidup diserahkan kepada individu. Negara tidak akan mencampuri atau mengatur urusan pribadi warganya, bahkan akan memfasilitasi acara-acara hiburan yang berpotensi mendatangkan keuntungan. Tidak peduli apakah ada unsur kemaksiatan di dalamnya, sebab masyarakat sekuler tidak mau, jika segala hal dikaitkan dengan agama. Konser dianggap sebagai hiburan semata, meskipun banyak pelanggaran syariat di dalamnya. Seperti ikhtilat atau campur baru antara lelaki dan wanita tanpa keperluan syari, pemborosan, dosa riba bagi yang membeli tiket dari pinjaman online dan ikut andil dalam menebarkan pesan-pesan kemaksiatan.
Hari ini, jika ada orang atau kelompok yang mengatakan kebenaran seperti menolak konser Coldplay justru dianggap aneh, kolot dan tidak pro pada kemajuan. Padahal sudah menjadi kewajiban setiap muslim mencegah kemungkaran yang terjadi di depan mata sesuai kemampuannya. Dalam sebuah hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda,
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaknya dia mengubahnya dengan lisannya. Dan jika tidak bisa, hendaklah dia mengubahnya dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.’” (HR. Muslim)
Pemerintah seharusnya mendengar keresahan umat dan mempertimbangkan untuk memberi izin atau tidak, atau setidaknya melarang band menampilkan atribut dan simbol L687, jangan hanya memikirkan keuntungan materi saja. Ormas dan lembaga yang bisa mewakili suara umat harus terus mengingatkan, menyampaikan hal yang benar karena suara mereka akan lebih terdengar. Sedangkan sebagai bagian masyarakat setiap orang bisa berpartisipasi melalui media sosial, dakwah lisan menyampaikan pendapat yang benar. Di era digital saat ini, teknologi bisa dimanfaatkan untuk senjata melawan propaganda menyimpang. Jika tidak mampu, setidaknya tidak ikut membeli tiket dan menontonnya.
Upaya mencegah propaganda L68T bukan hanya pada konser Coldplay saja. Harus disadari bahwa negara-negara Barat serta lembaga internasional semakin gencar mengkampanyekan virus kaum pelangi. Bahkan di dalam negeri pun sudah demikian mengkhawatirkan. Tayangan-tayangan di media hiburan sudah tak sungkan menampilkan artis pria gemulai, transgender, bahkan konten penyuka sesama jenis tidak dilarang. Inilah kondisi yang terbentuk dari paham sekularisme dan kapitalis.
Berbeda dengan masyarakat yang terbentuk dalam sistem Islam, di mana negara mengatur kehidupan masyarakat berdasarkan syariat Islam. Pemimpin Islam menganggap kekuasaan sebagai amanah untuk meri’ayah umat dan membimbing mereka untuk taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sudah barang tentu hiburan yang datang dari luar tidak bisa sembarangan masuk ke wilayahnya. Apalagi jika terbukti membawa ajaran-ajaran yang bertentangan dengan Islam. Maka, akidah umat akan terjaga. Dengan pengurusan yang baik umat akan hidup aman, tenteram dan sejahtera. Sehingga tidak memerlukan hiburan-hiburan yang melenakan dan sia-sia. Hanya saja, perlu adanya kemauan dan perjuangan seluruh umat untuk menerapkan Islam secara kafah. Agar kehidupan Islam yang sempat terjeda bisa berlanjut dan kembali berjaya.
Wallahu a’lam bishawab [CM/NA]