Oleh: Hasnah Lubis
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Agis sosok gadis desa yang menikah dengan cara taaruf dan harus ikut suami tinggal di tanah rantau. Kepribadiannya yang pandai bergaul, menyesuaikan diri, dan luwes, membuat Agis tidak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi dengan tetangga dan teman-teman sebayanya. Penampilan modis dengan kerudung dan celana jeans trendi mencerminkan keunikan Agis.
Minimnya ilmu agama membuat Agis berpikir bahwa menutup aurat secara sempurna itu sangat menyusahkan. Ide sekuler menjadi asas berpikir Agis kala itu, ini terbukti dari caranya berpakaian. Agis memakai jilbab kalau mau pergi ke tempat-tempat khusus saja, seperti ke pengajian, acara pernikahan, jalan-jalan ke mall. Namun, untuk kesehariannya, ya suka-suka saja.
Kehidupan Agis menjadi lebih lengkap setelah dikaruniai dua putra. Perannya sebagai istri dan ibu, serta membantu suaminya di toko sembako yang menjadi sumber rezeki bagi keluarganya, menjadikan aktivitas sehari-harinya sangat padat. Agis berpikir, menutup aurat secara sempurna itu nanti sajalah, toh sekarang anak masih kecil-kecil yang tentu akan sangat mengganggu aktivitasnya sehari-hari.
Namun, kehidupan Agis berubah drastis setelah bertemu dengan Ana, sosok wanita sederhana yang berhasil membuat Agis kagum dengan cara berpakaiannya. Gamis pink yang dipakai Ana saat itu menambah kecantikannya. Pertemuan itu membawa perubahan yang signifikan dalam pandangan Agis tentang hidup.
Ana mendekati Agis di toko, sapaan ramah dan uluran tangan mengawali percakapan mereka. Informasi tentang anak-anak dan rekomendasi sekolah dari Ana membuka jendela baru dalam kehidupan Agis. Ternyata Ana adalah kepala sekolah taman kanak-kanak yang tidak jauh dari rumah Agis.
Keesokan harinya, Agis mendaftarkan anaknya ke sekolah yang direkomendasikan Ana. Dengan dimulainya tahun ajaran baru, rutinitas Agis pun bertambah dengan antar-jemput putranya ke sekolah.
Di pagi hari yang cerah dengan suasana hati yang ceria, Agis berangkat mengantarkan putranya ke sekolah. Pekerjaan Agis tidak begitu banyak siang itu sehingga ia bisa ikut nimbrung dan bersenda gurau dengan teman-temannya sambil menunggu anak-anak pulang sekolah.
“Hayo, Ibu lagi ngapain?” ujar Ana.
Suara itu sempat mengagetkan Agis. Sambil melihat ke sampingnya, ternyata Ana sudah berdiri di sebelahnya.
“Nggak ngapa-ngapain, Bu.” Jawab Agis sambil bergeser memberikan tempat duduk untuk Ana di sebelahnya.
Pertemuan Agis dengan Ana di siang hari itu mengingatkan Agis tentang kehidupan akhirat. Perkataan Ana sangat menohok sehingga membuat Agis salah tingkah saat itu.
“Ibu cantik banget,” puji Ana.
“Idiih, ibu bisa aja,” jawab Agis tersipu malu.
“Ibu akan lebih cantik lagi kalau memakai jilbab,” kata Ana menggoda.
Agis kelagapan, “Eee, Agis belum siap, Bu. Secara anak masih kecil-kecil dan Agis tidak suka berpakaian seperti itu, terlihat seperti nenek-nenek, Agis sukanya berpakaian modis.” Jawab Agis dengan tersenyum tipis.
Dengan tegas, Ana menyampaikan pandangannya pada Agis. “Jika bukan sekarang, kapan lagi? Mengenakan jilbab adalah perintah Allah, Bu. Kita tidak tahu kapan kematian menjemput. Tidak ada jaminan kita akan hidup esok pagi. Bagaimana jika kematian datang malam ini, sementara kita belum mematuhi perintah Allah?” Perkataan Ana membuat Agis terdiam, tertegun dengan kebenaran yang disampaikan.
Sepulang dari sekolah, pikiran Agis terus dihantui oleh kata-kata Ana. Hingga malam tiba, mata Agis sulit terpejam, kata-kata Ana selalu terngiang-ngiang di telinganya. Pertanyaan tentang penampilan dan perintah Allah, menciptakan pertarungan batin yang dalam.
Di satu sisi hatinya berbisik, mengapa sih harus memakai baju yang panjang-panjang, kan gerah, ribet, pasti terbelenggu dan tidak bebas. Di sisi lain, hati berkata, ini perintah Allah.
Apa yang harus ia lakukan? Pikiran Agis berkecamuk. Tak terasa air mata mengalir hangat, jatuh membasahi pipinya. Agis bergumam lirih, “Apakah hidupku akan seperti ini terus? Bagaimana kalau kematian datang malam ini?”
Hatinya makin tak karuan, seketika ia bergumam, “Agis harus berubah. Mulai saat itu Agis bertekad untuk menutup aurat seperti yang Allah perintahkan.” Ketenangan seketika merasuki hati dan jiwa Agis, tanpa sadar Agis sudah tertidur pulas
Beginilah kehidupan Agis. Ia sadar bahwa semua yang Allah perintahkan adalah yang terbaik untuk dirinya. Sebagai makhluk-Nya, sudah seharusnya ia patuh kepada perintah Allah, dan menyadari bahwa dirinya diciptakan di dunia ini hanya untuk beribadah dan hanya mencari rida-Nya. [CM/NA]