Nation State Penghalang Perjuangan Pembebasan Palestina

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Penulis: Eva Sanjaya
Aktivis Dakwah

Umat seharusnya menyadari bahwa untuk menolong saudara-saudara sekaidah yang ada di Gaza dibutuhkan perubahan besar. Tidak cukup dalam amal praktis, seperti mengirim bantuan dan doa, melainkan dibutuhkan adanya jamaah dakwah ideologis yang memimpin perjuangan ini.

CemerlangMedia.Com — Dunia dikejutkan dengan sebuah aksi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Global March to Gaza (Pawai Global ke Gaza) secara resmi diluncurkan atas inisiatif lebih dari 80 negara. Peserta yang terdiri dari serikat pekerja, gerakan solidaritas, dan lembaga hak asasi manusia berencana untuk menembus blokade dan masuk ke wilayah Gaza dengan berjalan kaki sebagai bentuk respons langsung terhadap krisis kemanusiaan yang makin memburuk sejak kependudukan Zi*nis mulai Oktober 2023 lalu.

Peserta aksi datang dari Amerika, Eropa, Tunisia, Libya, Maroko, Asia, termasuk Indonesia. Mereka berlatar belakang pensiunan, perawat, jurnalis, dokter, pegiat HAM, hingga anak muda biasa yang ingin berbuat sesuatu lebih dari kata-kata, mereka tidak tahan lagi melihat berita dari Gaza. Gelombang nuranilah yang menuntun langkah mereka.

Dikutip dari Khazanah.republika.co.id (14-6-2025), Chairman Aliansi Kemanusiaan Indonesia (Aksi) Ali Amril menyebut aksi ini sebagai “diplomasi jalanan” yang menandai pergeseran cara dunia merespons tragedi kemanusiaan. “Ini adalah bentuk diplomasi tanpa podium, tanpa protokol, dan tanpa basa-basi. Gerbang Rafah mungkin dikunci, tetapi nurani dunia tidak bisa dibungkam,” ujarnya.

Menurutnya, gerakan ini merupakan kelanjutan dari aksi kemanusiaan sebelumnya, termasuk aksi kapal Madleen yang sempat dicegat di laut. “Madleen mungkin digagalkan, tetapi dentumannya membangunkan dunia. Kini, langkah-langkah kaki di Sinai mengambil tongkat estafet itu,” ujarnya. Antusiasme masyarakat dunia dalam Global March to Gaza mencerminkan diplomasi baru yang lahir dari penderitaan rakyat Palestina.

Pada 12 Juni lalu, peserta aksi bergerak ke ibukota Mesir, Kairo. Setelah berkumpul, lalu bergerak ke Arish, kota di Sinai Utara untuk memulai perjalanan kaki menuju Rafah yang direncanakan sampai pada esok harinya. Kemudian, peserta melakukan aksi duduk damai (sit-in) dengan mendirikan tenda dan tetap berada di lokasi sebagai bentuk tekanan langsung agar perbatasan dibuka dan bantuan kemanusiaan bisa masuk Gaza. Sayangnya, upaya masyarakat ini dihalangi oleh penguasa mereka sendiri.

Pemerintah Mesir dilaporkan telah mendeportasi puluhan aktivis yang berencana mengikuti konvoi kemanusiaan dengan tujuan melawan blokade Isra3l di Jalur Gaza. Pemerintah setempat melalui Pejabat Mesir menyatakan telah mendeportasi lebih dari 30 aktivis di hotel dan Bandara Internasional Kairo. Pejabat itu menyebut, para aktivis dideportasi karena tidak mengantongi izin yang diperlukan (Kompas.tv/international, 12-6-2025).

Sementara itu, Juru Bicara Global March to Gaza (GMTA) Saif Abukeshek mengatakan, lebih dari 200 aktivis telah ditahan di Bandara Kairo. Mereka yang ditahan berasal dari warga negara AS, Australia, Perancis, Belanda, Spanyol, Aljazair, dan Maroko. Sebelumnya, Menteri Pertahanan Zionis Katz mendesak pemerintah Mesir untuk menghadang konvoi ribuan aktivis pro-Palestina yang menuju perbatasan Rafah. Ia menuding, para aktivis tersebut adalah bagian dari “kelompok jihadis” yang ingin memasuki Jalur Gaza melalui perbatasan Rafah.

Secara terbuka Pemerintah Mesir menentang blokade Isra3l di Gaza dan mendesak gencatan senjata segera. Namun, di sisi lain, Kairo juga getol membungkam pembangkang dan aktivis yang mengkritik hubungan ekonomi dan politik Mesir-Isra3l. Hubungan tersebut merupakan isu sensitif di Mesir karena pemerintah tetap menjaga hubungan dengan Isra3l kendati publik secara luas bersimpati dengan masyarakat Palestina.

Munculnya gerakan GMTA telah menunjukkan kemarahan umat yang sangat besar. Hal itu menandakan bahwa tidak bisa lagi berharap kepada lembaga-lembaga internasional dan para penguasa hari ini. Tertahannya mereka di pintu Rafah justru makin menunjukkan bahwa gerakan kemanusiaan apa pun tidak akan pernah bisa mengatasi masalah Gaza karena ada pintu penghalang terbesar yang berhasil dibangun penjajah di negeri-negeri kaum muslim, yakni nasionalisme dan konsep negara bangsa.

Paham ini telah memupus hati nurani para penguasa muslim dan tentara mereka sehingga rela membiarkan saudaranya dibantai di hadapan mata. Bahkan, ikut menjaga kepentingan pembantai hanya demi meraih keridaan negara adidaya yang menjadi tumpuan kekuasaan mereka, yakni Amerika.

Umat Islam harus paham betapa bahayanya paham nasionalisme dan konsep negara bangsa jika dilihat dari sisi pemikiran maupun sejarahnya. Keduanya justru digunakan musuh-musuh Islam untuk meruntuhkan negara Islam dan melanggengkan penjajahan di negeri-negeri Islam.

Umat juga harus paham bahwa arah pergerakan untuk mengatasi konflik Palestina harus bersifat politik, yakni fokus membongkar sekat negara bangsa dan mewujudkan satu kepemimpinan politik Islam di dunia. Untuk itu, urgen mendukung dan bergabung dengan gerakan politik ideologis yang berjuang tanpa kenal sekat dan terbukti konsisten memperjuangkan tegaknya kepemimpinan politik Islam tersebut di berbagai tempat.

Sudah menjadi rahasia umum, penguasa hari ini benar-benar tidak berdiri di sisi Gaza. Mereka telah berkhianat, padahal umat membutuhkan sosok pemimpin sebagai junnah (perisai/pelindung). Tentu saja, hal ini hanya akan lahir dalam sebuah sistem Islam, yakni Daulah Islam atau Khil4f4h.

Sejarah mencatat, dari Daulah Islamlah lahir pemimpin seperti Shalahuddin Al-Ayyubi dan Sultan Abdul Hamid II yang menjaga Palestina dengan darah dan jiwa raga mereka. Negara Islam akan terwujud dengan persatuan umat. Hal ini menuntut perjuangan dari diri kaum muslim.

Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad saw. dengan metode dakwah beliau secara fikriyah bersama kelompok ideologisnya. Dari perjuangan kelompok inilah, Rasulullah mendapatkan kekuasaan yang menolong di Madinah untuk mewujudkan kepemimpinan yang melindungi umat Islam.

Oleh karena itu, umat seharusnya menyadari bahwa untuk menolong saudara-saudara sekaidah yang ada di Gaza dibutuhkan perubahan besar. Tidak cukup dalam amal praktis, seperti mengirim bantuan dan doa, melainkan dibutuhkan adanya jamaah dakwah ideologis yang memimpin perjuangan ini. [CM/Na]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *