Oleh: Maman El Hakiem
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Kasus penggusuran lahan masyarakat Rempang-Galang demi proyek investor kapitalis telah memunculkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk ulama dan tokoh masyarakat di Panjalin, Sumberjaya. Mereka menyatakan sikap tegas dalam menolak relokasi yang dianggap merugikan rakyat banyak demi kepentingan investor.
Acara pernyataan sikap yang diawali dengan kajian yang mendalam tentang bagaimana syariat Islam mengelola lahan mati dan hak bagi yang menggarap atau menanaminya. Hadir puluhan peserta di kajian yang digelar pada Sabtu (23-9-2023) di Majelis Tafsir Al Muhajirin, Panjalin, Majalengka.
Pada kesempatan tersebut, tokoh ulama yang juga pengasuh MT. Al Muhajirin, Ustaz Dr. H. Nurhilal Ahmad, M.Si., menyampaikan sebuah hadis yang bunyinya,
مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَهِيَ لَهُ وَلَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ
Maknanya adalah, “Siapa saja yang menghidupkan (mengelola) tanah mati, maka tanah itu (menjadi) miliknya. Maka tidak ada hak sedikit pun bagi penyerobot tanah orang lain secara zalim.” (HR at-Tirmidzi, Abu Dawud, dan an-Nasa’i).
Lebih lanjut beliau menyampaikan pemahaman yang bersumber dari pendapat Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani di dalam kitab an-Nizhâm al-Iqtishâdî yang menerangkan bahwa tanah mati (al-mawât) adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh seorang pun. Oleh karena itu, sangat tidak beralasan pemerintah mengambil alih lahan rakyatnya yang masih produktif.
Makna menghidupkan tanah mati tidak lain adalah dengan menanami tanah tersebut untuk tanaman pertanian atau perkebunan, yakni manfaatkan tanah tersebut dalam bentuk pemanfaatan lahan yang bisa menghidupkan tanah tersebut. Oleh sebab itu,, merupakan tindakan zalim jika ada pihak-pihak yang ingin menyerobotnya, apalagi untuk kepentingan investor asing.
Secara tegas para ulama dan tokoh masyarakat mengecam kebijakan penguasa yang dianggap kurang memperhatikan kesejahteraan rakyat. Berikut adalah dua poin kunci dari pernyataan sikap mereka:
Pertama, penggusuran lahan masyarakat apalagi tanah tersebut telah ada secara turun-temurun dan dimanfaatkan lahannya, maka penggusuran lahan dianggap tidak memperhatikan keadilan sosial. Mereka menuntut agar pemerintah memberikan rasa keadilan bagi rakyatnya dengan membatalkan proyek investasi asingnya.
Kedua, pernyataan sikap ini juga menjadi panggilan kepada masyarakat luas untuk mendukung perjuangan warga Rempang-Galang. Solidaritas dari berbagai elemen masyarakat diharapkan dapat memberikan dukungan moral dan hukum kepada mereka.
Pernyataan sikap ini mencerminkan rasa solidaritas sesama kaum muslimin atas kekhawatiran mendalam dari para ulama dan tokoh masyarakat terhadap nasib warga Rempang-Galang. Mereka berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak rakyat dan memastikan bahwa hukum syariat Islam dapat diterapkan untuk menyelesaikan segala macam persoalan umat, termasuk pemanfaatan lahan rakyat agar tidak terjadi lagi tindak kezaliman yang disebabkan oleh aturan hukum sistem kapitalisme.
Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]