Oleh: Umi Nadifah
CemerlangMedia.Com — Maraknya kasus bullying di negara Indonesia baik itu di daerah terpencil maupun di ibukota, menjadi momok yang sangat mengkhawatirkan. Maka ini termasuk indikasi yang sangat serius dalam permasalahan problematika yang terjadi saat ini.
Kembali masyarakat dihebohkan dengan adanya seorang anak SDN Jatimulya 9, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menjadi korban perundungan hingga berujung diamputasi. Kejadian itu terjadi bermula dari sekolah. Orang tua korban inisial (F) mengatakan peristiwa itu terjadi pada Februari, 2023. “Peristiwa yang berujung amputasi kepada (F) diakibatkan karena disleding oleh temannya sehingga jatuh dengan posisi dengkul dan tangan ke aspal,” kata orang tua (F) kepada (Medcom.id Selasa 31-10-2023).
Terjadi juga di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, seorang siswi sekolah Dasar (SD) menjadi korban perundungan oleh tiga orang temannya. Korban mengalami perundungan secara Fisik, kejadian ini terjadi saat kegiatan belajar mengajar masih berlangsung di kelas (Medcom.id, 27-10-2023).
Kejadian ini menambah daftar korban akibat perundungan di lingkungan sekolah. Kasus yang kembali berulang seharusnya menjadi warning bagi semua stakeholder pendidikan bahwa perundungan tidak hanya dosa besar, tetapi juga ancaman yang nyata. Tidak hanya itu, berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sejak 2011—2019 sudah tercatat ada 574 anak laki-laki dan 425 anak perempuan menjadi korban perundungan di lingkungan sekolah. Tercatat juga, 440 anak laki-laki dan 326 anak perempuan sebagai pelaku perundungan di sekolah. Begitu juga di sepanjang 2021, setidaknya ada 53 kasus bullying terjadi di berbagai jenjang di satuan pendidikan. Jumlahnya sempat menurun karena sebagian besar sekolah ditutup karena kondisi pandemi.
Semakin banyaknya kasus bullying yang terjadi di Indonesia menandakan bahwa kondisi saat ini sedang darurat perundungan. Masyarakat, khususnya para orang tua dibuat resah dengan fenomena bullying ini yang makin mengkhatirkan. Betapa tidak, bullying yang terjadi saat ini sudah ke arah fisik, bahkan sasarannya hampir di semua usia, mulai dari SD sampai bangku perkuliahan. Oleh karena itu, kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan mengalir tanpa adanya solusi yang komprehensif khususnya untuk perundungan yang melibatkan anak sebagai korban dan pelaku.
Sekularisme Akar Masalah Darurat Bullying
Pendidikan yang berbasis sekuler liberal tak dapat dipungkiri bahwa inilah sebagai pembentuk utama yang menjadikan perilaku anak sadis dan tak berperikemanusiaan. Tidak hanya menjadi dasar kurikulum, tetapi sekularisme telah merusak pemikiran masyarakat tanpa disadari telah mewarnai pola pendidikan, baik keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
Ada beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya bullying;
Pertama, keluarga. Peran orang tua sangat memengaruhi perilaku anak. Keluargalah pendidikan yang paling utama dan benteng terbaik untuk mencegah anak-anak melakukan tindakan kekerasan. Namun, sangat disayangkan, benteng itu telah runtuh seiring dengan rapuhnya institusi keluarga.
Begitu banyak kaum ibu berbondong-bondong keluar rumah untuk bekerja demi membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Akhirnya, mencabut eksistensi sang ibu sebagai pihak pertama dan utama dalam pendidikan terhadap anak dan keluarga. Sementara sang ayah merasa perannya hanya mencari nafkah dan lepas tangan terhadap pendidikan sang anak. Akibatnya, lahirlah generasi motherless dan fatherless yang haus akan kasih sayang sehingga ia tidak memiliki rasa simpati dan empati. Pun dengan pola asuh yang sekuler menjadikan anak jauh dari agama, membiarkan anak tanpa memantau mereka ketika di luar rumah.
Kedua, tontonan kekerasan. Makin maraknya film kekerasan ataupun game yang begitu mudahnya diakses oleh anak-anak sehingga tontonan inilah yang menjadi tuntunan dan membentuk perilaku anak makin sadis. Ia mencontoh apa yang dilihat karena tidak adanya bimbingan keluarga.
Ketiga, masyarakat. Selain rusaknya benteng keluarga, masyarakat pun tak kalah rusaknya. Masyarakat yang seharusnya menjadi kontrol sosial sudah tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Sebab, di dalam sistem kapitalisme sekuler, seseorang akan bersikap individualis. Beratnya beban hidup yang dirasa masyarakat sekarang ini telah menjadikan setiap orang sibuk memikirkan dirinya sendiri sampai ia abai terhadap persoalan sekitar.
Keempat, negara. Hilangnya peran negara sebagai pelindung yang seharusnya berkewajiban untuk menjaga generasi agar tidak tercemari dari segala tontonan yang memperlihatkan tindakan kekerasan. Mirisnya, negara abai terhadap tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pendidikan untuk generasi. Ditambah lagi kontrol masyarakat yang tidak berjalan sebagaimana seharusnya.
Islam Solusi Tuntaskan Kasus Bullying
Islam adalah solusi yang akan menyelesaikan problematika umat termasuk bullying. Islam terbukti mampu mencetak generasi- generasi mulia yang menjaga akhlak, adab, dan memiliki keluasan ilmu yang tinggi. Sebab, Islam adalah sistem yang berlandaskan pada aturan syariat Islam kafah.
Oleh karena itu, setiap perbuatan manusia berlandaskan akidah, keimanan, dan hukum syarak. Semua itu diatur dengan jelas dalam batasan yang baku sesuai perintah Sang Pencipta Allah Swt.. Pun Islam menetapkan bahwa setiap kekerasan ataupun bullying adalah perbuatan dosa dan wajib ditinggalkan oleh seorang muslim. Perilaku tersebut termasuk perbuatan yang menzalimi pihak lain karena bisa mengancam nyawa seseorang dan termasuk perbuatan yang dilarang syariat Islam.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang berbuat zalim terhadap saudaranya, baik itu terhadap kehormatannya maupun sesuatu yang lain. Maka mintalah kehalalan darinya saat itu juga sebelum dinar dan dirham tidak lagi ada. Jika ia mempunyai amal saleh, maka amalnya akan diambil sesuai dengan kadar kezaliman yang dilakukannya dan jika ia tidak mempunyai kebaikan, maka keburukan orang lain yang ia zalimi itu dibebankan kepadanya.” (HR Bukhari).
Sudah sangat jelas bahwa larangan menzalimi orang lain akan menguras pahala di akhirat kelak. Dengan demikian, usaha pencegahan bullying sangat membutuhkan peran negara untuk mendidik generasi, yakni negara yang mengintregasikan pendidikan berdasarkan aturan Islam dalam institusi negara yang terkuat dan mampu mengikat warga negara sekaligus sebagai elemen penting yang mampu membentuk karakter generasi cemerlang sesuai dengan hukum syarak.
Untuk itu sudah waktunya fondasi negara beralih kepada sistem Islam. Karena syariat Islamlah satu-satunya aturan dari Sang Pencipta Allah Swt. yang mampu menjaga kemuliaan generasi muda saat ini. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]