Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com, Ibu Rumah Tangga, dan Pegiat Literasi)
CemerlangMedia.Com — Dalam beberapa hari terakhir, kualitas udara di Sumatra barat mencapai level tidak sehat. Hal ini diduga terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di provinsi lain. Warga dihimbau untuk mengurangi aktivitas di luar rumah dan diharuskan memakai masker dalam beraktivitas (www.kompas.id, 19-10-2023).
Fenomena kabut asap yang saat ini melanda Sumbar dan sekitarnya bisa menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan manusia. Kabut asap tersebut terbentuk pada saat partikel-partikel seperti abu, debu, dan zat-zat kimia lainnya bercampur dengan udara. Oleh karena kabut asap mengandung partikel-partikel kecil, maka ia bisa masuk kedalam saluran pernapasan manusia. Inilah yang akan sangat berbahaya karena hal tersebut dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan, iritasi mata, bahkan memicu masalah jantung dan juga paru-paru yang serius.
Faktor Penyebab Terjadinya Kabut Asap
Ada dua faktor penyebab terjadinya kabut asap. Pertama, faktor dari manusia yang sengaja ataupun tidak sengaja menimbulkan kabut asap melalui aktivitasnya. Kedua, faktor alam seperti bencana alam (gunung meletus) atau yang lainnya. Dampak dari kabut asap pun tidak hanya terhadap kualitas udara, tetapi bagi lingkungan hidup dan juga manusia. Berikut beberapa dampak nyata dari bencana kabut asap, di antaranya berbahaya bagi kesehatan (kesehatan akan terganggu), kualitas udara menurun cenderung memburuk, dan tertutupnya sinar matahari.
Bahkan kabut asap yang terjadi dari kebakaran hutan bisa sangat menggangu pada bidang transportasi. Hal itu terjadi akibat kabut asap dan emisi gas karbondioksida juga gas-gas yang lain tersebar ke udara. Parahnya hal tersebut bisa berdampak juga pada pemanasan global dan perubahan iklim.
Menurut Purnomo H. dan Puspitaloka D. dalam sebuah buku Pembelajaran Pencegahan Kebakaran dan Restorasi Gambut Berbagasi Masyarakat (2020), yang menjadi penyebab utama mengapa kabut asap sering terjadi khususnya di Indonesia adalah karena kebakaran lahan gambut yang dilakukan oleh masyarakat untuk membuka lahan. Padahal cara tersebut bisa berakibat fatal bagi lingkungan dan kehidupan sekitarnya. Sebab, lahan gambut yang dibakar dapat menyebabkan kebakaran hutan, apabila angin kencang dan juga musim kemarau tiba akan dapat memperparah kebakaran hutan karena akan makin sulit di padamkan. Akibatnya, kebakaran hutan makin meluas dan menimbulkan fenomena kabut asap.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Sumbar melalui beberapa walikotanya adalah dengan mengeluarkan surat edaran guna mengimbau masyarakat. Isi penting dari edaran tersebut di antaranya berupa ajakan terhadap masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan pembakaran apa pun yang dapat mengakibatkan pencemaran udara, masyarakat juga diimbau agar mengurangi kegiatan di luar ruangan terutama bagi kelompok bayi dan batita, meminta masyarakat agar selalu menggunakan masker bagi yang terpaksa berkegiatan di luar ruangan, menganjurkan masyarakat untuk memperbanyak minum air putih dan mengonsumsi sayur juga buah, terakhir meminta masyarakat yang mengalami gangguan pernapasan untuk segera mendatangi pusat pelayanan kesehatan.
Bahkan Mahyeldi selaku Gubernur Sumbar mengatakan bahwa Pemprov Sumbar siap mengirimkan petugas untuk membantu memadamkan karhutla yang terjadi di provinsi tetangga bila memang di butuhkan (sumbar.antaranews.com, 19-10-2023). Mengingat kondisi saat ini sudah sangat meresahkan dan akan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat Sumbar, pemerintah pusat juga mengatakan akan menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap siapa pun yang melakukan pembakaran hutan dengan sengaja.
Namun, faktanya, sejauh ini upaya-upaya yang dilakukan pemerintah belum mampu menyelesaikan problem karhutla yang sering terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini terjadi karena solusi yang dihadirkan persis seperti tambal sulam. Maka yang terjadi adalah tidak memberikan efek apa pun pada permasalahan yang dihadapi. Justru yang terjadi adalah makin memunculkan masalah-masalah baru yang lebih kompleks.
Islam Memandang Karhutla
Islam merupakan agama yang paripurna dalam menyelesaikan problematika umat manusia termasuk menyelesaikan problem karhutla dan bencana kabut asap. Sebab, di dalam Islam, hutan adalah bagian kekayaan alam yang tidak boleh dikuasai oleh korporasi.
Nabi bersabda dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.”
Dengan adanya hadis tersebut, maka para ulama terdahulu telah sepakat bahwa danau, air sungai, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama/umum, maka tidak boleh dimiliki/dikuasai oleh perorangan atau hanya sekelompok orang. Dengan demikian, berserikatnya manusia dalam ketiga hal seperti pada hadis di atas bukan karena zatnya, melainkan karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas), dan jika tidak ada, maka kemungkinan besar mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya.
Dari hadis tersebut juga jelas, bagaimana Islam begitu melarang adanya penguasaan lahan hutan oleh para korporat. Sejatinya hutan tidak boleh dikuasai atau dimiliki oleh individu, beberapa individu bahkan negara sekalipun. Individu, sekelompok individu, atau negara tidak berhak menghalangi individu atau masyarakat umum untuk memanfaatkannya. Sebab, hutan merupakan milik mereka secara berserikat. Namun, agar seluruhnya bisa mendapatkan berbagai manfaat dari hutan, negara boleh mewakili masyarakat untuk mengatur pemanfaatannya sehingga semua masyarakat dapat mengakses dan mendapatkan manfaat dari hutan secara adil dan merata.
Dengan adanya paradigma tersebut, semestinya kasus pembakaran hutan dan lahan secara liar bisa di minimalkan bahkan ‘nol’. Sebab, masyarakat akan memiliki kesadaran bahwasanya hutan adalah milik umum yang harus dijaga kelestariannya. Bahkan Islam juga mempunyai sistem peradilan yang akuntabel dalam menyelesaikan persoalan yang akan membahayakan umat seperti halnya karhutla.
Tak hanya cukup dengan itu, di dalam Islam juga terdapat sistem peradilan Islam, yakni adanya kadi hisbah, yaitu hakim yang menangani penyelesaian terkait masalah penyimpangan (mukhalafat) yang bisa membahayakan hak-hak rakyat seperti gangguan terhadap lingkungan hidup (contoh: karhutla). Vonis juga dapat dijatuhkan terhadap pembakar hutan dan lahan, langsung di tempat kejadian perkara. Dengan demikian, jika Islam ditegakkan, maka sejatinya tidak akan ada kondisi krusial bencana darurat asap seperti yang sering terjadi di Indonesia yang bisa mengancam jiwa manusia. Wallahu a’lam [CM/NA]