Oleh: Ayu Winarni
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Kalimat hikmah menyebutkan, wanita itu tiang negara.
النساء عماد البلاد اذا صلحت صلح البلاد وإذا فسدت فسد البلاد
“Wanita adalah tiang negara. Apabila wanitanya baik, maka baik pula negara. Apabila wanitanya rusak, maka akan rusak pula negara.”
Ungkapan kalimat hikmah ini menerangkan betapa kuatnya peran seorang perempuan dalam menentukan arah masa depan sebuah negara.
Dilansir dari laman KemenPPPA pada (1-2-2023) bahwa capaian Indeks Pembangunan Gender mengalami kenaikan. Ini dilihat dari dimensi kesehatan, pendidikan, dan ekonomi yang mengalami peningkatan sebesar 91,27. Bahkan, pencapaian ini dinilai melampaui target yang ditetapkan, yakni 92,11—91,22.
“Perempuan makin berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender,” kata Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin dalam keterangan di Jakarta (Antara, 6-1-2024).
Ide Gender Produk Barat
Jika sedemikian pentingnya peran perempuan, mungkinkah dengan upaya menaikkan Indeks Pembangunan Gender mampu menjadikan negara lebih baik? Atau justru sebaliknya, makin suram?
Untuk menjawab hal ini, tentu kita harus melihat realitas yang tengah terjadi terkait politik internasional. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa negara-negara kapitalis Barat begitu berambisi untuk melanggengkan hegemoni mereka atas dunia. Di antara upaya mempertahankan hegemoni itu adalah dengan cara membangun isu-isu globalisasi yang membawa nilai-nilai Barat.
Termasuk yang paling masif melakukan serangan ide globalisasi adalah AS, khususnya terhadap negeri-negeri muslim. AS melakukan berbagi cara untuk memenuhi impian menjadi penguasa dunia, termasuk melalui ide gender ini sendiri. Ide gender ini adalah produk dari AS yang dibuat demi kepentingan mereka agar bisa mempertahankan eksistensinya terhadap dunia. Ide gender ini dibalut rapi sehingga tampak baik dengan bertopeng pemberdayaan perempuan.
Ternyata, isu globalisasi menjadi sarana yang efektif untuk melemahkan kekuatan kaum muslim. Termasuk ide kesetaraan gender yang merusak asas-asas kehidupan kaum muslim agar benih-benih kebangkitan Islam itu benar-benar musnah.
Barat sepertinya sadar betul dengan peran strategis dan politisnya kaum muslimah sehingga ide gender ini di blow up sedemikian rupa karena memang, muslimah itu lekat dan tidak bisa dipisahkan dari generasi penerus. Maka, Barat seolah melangkah lebih maju dengan menyasar para perempuan muslim agar peran strategis itu sedikit demi sedikit dihilangkan. Inilah tujuan dari ide-ide busuk yang selalu diaruskan ke negeri-negeri Islam.
Bahaya Ide Gender
Sebagai bukti dari keberhasilan Barat dalam menanamkan ide-idenya di tengah kehidupan muslim, bagaimana hari ini kita lihat, ide itu diadopsi dan dipelihara oleh negara. Ide tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga tampak baik dan wajib diambil.
Walhasil, kesetaraan gender dinilai mampu mengatasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebab, perempuan yang tidak memiliki kemandirian ekonomi dinilai sebagai pemicu KDRT. Selain itu, dengan keterwakilan perempuan dalam lini-lini penting dan sektoral dinilai menjadi landasan yang kuat dalam membangun negara.
Sebegitu apiknya ide ini dikemas, sampai-sampai bahaya besar yang ditimbulkannya tidak disadari apabila para perempuan didorong untuk terus berdaya. Atau mungkinkah mereka ini mengambil kepentingan pribadi dari pengarusan ide ini? Sebab, tidak mungkin ide itu bisa eksis dan berjalan mulus, jika tidak ada kaki tangan yang menjalankan.
Ini tidak terlepas dari sistem kapitalisme yang memandang perempuan itu rendah, hanya sebatas pekerja untuk menghasilkan materi guna kepentingan kapitalis. Hanya demi kepentingan kapitalis, perempuan menjadi korban eksploitasi. Padahal, jika para perempuan itu terus dieksploitasi, maka akan menyebabkan beberapa dampak.
Pertama, akan menyebabkan anak-anak terlantar. Jika perempuan terus dipekerjakan, maka perannya sebagai ibu akan terganggu sehingga akan melahirkan generasi terlantar yang rapuh dan penuh masalah. Tentu ini akan menjadi masalah besar lagi.
Kedua, kematian bagi keluarga. Makin banyaknya perempuan memasuki dunia kerja akan menurunkan jumlah kelahiran. Sebab, mereka terus diprioritaskan untuk meraih kesuksesan materi daripada membangun rumah tangga karena dianggap bisa menghambat karier mereka.
Perempuan dalam Pandangan Islam
Sangat jauh berbeda dari pandangan kapitalisme, Islam justru memandang pemberdayaan perempuan dengan memaksimalkan perannya sebagai penjaga peradaban dan pendidikan generasi masa depan, bukan menjadi budak kerja. Islam akan menjamin fitrah seorang ibu terus terjaga agar senantiasa melahirkan generasi terbaik. Tentu ini juga didukung oleh sistem yang baik, yakni sistem Islam.
Para muslimah sebagai bagian dari umat memiliki tanggung jawab besar terhadap nasib umat yang lain. Peran perempuan tidak bisa diabaikan, bahkan menjadi penentu kebangkitan sebuah bangsa.
Islam memosisikan muslimah sebagai perhiasan yang harus dijaga, tetapi bukan berarti dikekang. Islam juga memberikan peran muslimah dalam ranah publik termasuk dalam kancah perpolitikan karena perempuan adalah agen perubahan. Bahkan para muslimah generasi awal terlibat langsung dalam aktivitas amar makruf nahi munkar, melakukan koreksi terhadap penguasa bahkan ada yang terjun ke medan jihad. Di saat yang sama, mereka tetap menjadi seorang ummun wa rabbatul bait (ibu dan pengelola rumah suami). Dengan begitu, peran mereka mampu melahirkan generasi mujahid.
Maka, sudah saatnya para muslimah mengambil peran untuk mewujudkan perubahan besar bangsa dengan tetap menjaga fitrahnya sebagai muslimah dan juga menjalankan kewajiban amar makruf nahi mungkar. [CM/NA]