Oleh. Umi Kulsum
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Dewasa ini, media sosial menjadi salah satu informasi utama untuk mengetahui kejadian yang terjadi di sekitar kita bahkan di belahan bumi manapun, jika memiliki koneksi internet. Media sosial bisa menjadi tempat online yang postif, bisa pula menjadi negatif, tergantung penggunanya mau mengambil yang mana. Seperti halnya pemuda di Bumiayu ini, akibat terbawa emosi berujung tawuran.
Aksi ini berawal dari sekelompok pemuda yang menantang dengan menggunakan senjata tajam di media sosial dan disiarkan secara langsung. Seorang pelaku berinisial MAP (18) mengakui bahwa aksi tersebut berawal dari pesan (inbox) kemudian saling bertemu di Jalan Lingkar Selatan Bumiayu dan terjadilah aksi tawuran tersebut tepatnya di ruas Jalan Desa Kalierang Bumiayu, Brebes (radartegal.com, 25-7-2023).
Sungguh miris bukan? Hanya karena tersulut emosi melalui media sosial, kini korban harus merasakan sakitnya akibat sabetan senjata tajam, begitupun pelaku terancam hukuman maksimal 7 tahun penjara, padahal para pelaku dan juga korban adalah seorang pemuda yang perjalanannya masih panjang, mempunyai tanggung jawab yang besar untuk peka terhadap problematika umat.
Berharganya Sebuah Nyawa di Sisi Allah
Melihat kenalakan remaja hari ini rasanya kurang tepat disebut sebagai kenalakan remaja karena melihat faktanya adalah aksi kejahatan yang sampai mengancam keselamatan jiwa, kejahatan untuk melukai orang bahkan tanpa hak apatah lagi korban adalah saudara seiman sangatlah dilarang dalam ajaran Islam. Allah mengabadikan dalam Al-Qur’an, “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS Al-Maidah: 32)
Tanggung Jawab Bersama
Aksi tawuran antar remaja bukanlah hal yang terjadi begitu saja, butuh solusi urgen untuk meredam aksi tersebut, tetapi untuk meredamnya tidak bisa dilakukan oleh individu atau sebuah kelompok/masyarakat. Namun, harus ada kekuatan lain yang bisa merangkul semuanya melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat.
Keluarga sebagai Benteng Pertama
Individu atau dari lingkup terkecil, yaitu keluarga sebagai benteng untuk mendidik anak-anak sebelum mengenal dunia luar, peran keluarga hari ini begitu penting. Seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya sebelum orang lain, adapun ayah sebagai kepala sekolah yang akan membawa ke mana arah tujuan keluarganya.
Dunia hari ini menjadikan institusi keluarga hancur, dari seorang ayah yang terlalu sibuk mencari nafkah sehingga abai pada tanggung jawab terhadap anak. Seorang ibu pun yang seharusnya tidak dibebankan mencari nafkah ikut terjun mencari nafkah karena kebutuhan yang terus bertambah dan harga-harga pada naik sehingga mau tak mau, tugasnya harus dibagi antara mengurus anak dan rumah serta mebantu mencari nafkah. Alhasil, anak pun dititipkan kepada nenek yang sejatinya seorang tidak ditakdirkan oleh Allah untuk mengurusi cucu atau bahkan dititipkan kepada orang lain yang tidak tahu latar belakang orang tersebut. Mungkin saja memiliki konflik perselingkuhan yang mengakibatkan perceraian, pendidikan dari orang tua yang terlalu menekan kepada anak, dan serentetan permasalahan lainnya.
Hilangnya Budaya Amar Makruf Nahi Mungkar
Adapun masyarakat yang meninggalkan budaya amar makruf nahi mungkar memilih untuk bersikap individualisme, merasa tidak acuh jika tak menguntungkan dirinya, padahal itu adalah budaya Barat. Masyarakat sekuler bertingkah laku bebas untuk mencapai kebahagiaan yang semu meskipun melanggar batasan agama (Islam).
Penerapan paham kebebasan membuat orang makin bangga dengan identitas kebebasan yang jauh dari Islam dengan negara yang menerapkan peraturan sekuler. Alhasil, akan makin sulit meredam aksi kriminalitas dan aksi kejahatan lainnya, bahkan untuk menjadikan pelakunya jera saja sulit.
Negara Abai terhadap Ketakwaan Individu
Begitupun pemangku kebijakan, mereka abai terhadap ketakwaan individu dengan aturan Islam yang mulia, bahkan kurang serius menuntaskan kenalakan remaja. Dibuktikan dengan penerapkan sistem pendidikan dan kurikulum yang jauh dari nilai-nilai Islam. Pelajar disibukkan dengan tugas-tugas yang menyita waktunya sehingga untuk belajar ilmu Islam rasanya sudah lelah karena dibebani oleh tugas dan aktivitas lainnya sehingga pelajar nir dari ilmu Islam, hidup jauh dari kepribadian Islam. Akibatnya, generasi muslim hidup hanya untuk meraih materi, sedangkan untuk kehidupan akhirat hanya disisakan di akhir waktu karena telah disibukkan oleh ide-ide batil.
Urgensi Penerapan Islam secara Sempurna
Islam memberikan panduan lengkap atas setiap permasalahan yang terjadi, sebab Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah. Allah yang menciptakan sekaligus mengatur, sudah pasti Allah Yang Maha Tahu yang terbaik dalam menyelesaikan persoalan yang ada.
Dahulu saat negara Islam hadir dan dipimpin oleh seorang khalifah, takwa kepada Allah menjadi benteng pertama bagi individu dan negara turut menjaganya melalui hukum Islam sehingga dapat mencegah perbuatan yang dilarang oleh Allah. Begitupun masyarakatnya Islam, budayanya adalah amar makruf nahi mungkar, merasa satu tubuh sehingga ketika ada pelanggaran, di saat itu juga akan dinasihati.
Oleh karena itu, umat Islam harus kembali menerapkan aturan Islam secara sempurna sehingga Islam kembali menjadi umat terdepan, ditakuti oleh musuh, melahirkan generasi muda yang berakhlak, beramar makruf nahi mungkar sehingga rahmat Allah tercurah bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bisshawab [CM/NA]