Tingkat Pengangguran Tinggi, Ironi Perguruan Tinggi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Penulis: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com

Dalam paradigma Islam, pendidikan adalah sarana menyiapkan individu yang berkualitas, produktif di tengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya, negara wajib menyediakan pendidikan gratis untuk warganya.

CemerlangMedia.Com — Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di negeri ini diwisuda setiap tahunnya. Semua lulusan berharap, selepas menempuh pendidikan tinggi, mereka bisa mendapatkan kerja dan upah yang layak. Namun ironisnya, banyak dari mereka terjebak dalam lingkaran pengangguran.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh data IMF bahwa Indonesia menjadi peringkat pertama pengangguran tertinggi di antara enam negara yang tergabung di ASEAN. Indonesia tercatat memiliki tingkat pengangguran 5,2% per April 2024 (Kompas.com, 30-04-2025).

Fenomena pengangguran sarjana adalah cerminan buruk sistem hidup kapitalisme yang diemban di negara ini. Pandangan terhadap hidup yang berorientasi hanya pada materi membuat ketidakadilan di berbagai sektor. Oleh karenanya, para sarjana akan terus bergelut dengan ketidakpastian hidup.

Sistem Buruk

Tidak dapat dimungkiri, penyebab banyaknya pengangguran terdidik bukan hanya karena faktor individu dan masalah kurikulum atau sektor pendidikan. Jauh dari itu, semua fenomena ini berakar dari sistem buruk kapitalisme yang menjadikan seluruh aspek kehidupan dinilai sebagai komoditas, termasuk manusia.

Tenaga kerja hanya dihargai ketika menghasilkan keuntungan. Pekerjaan bukanlah hak, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan dan diperebutkan. Hal ini lantaran perusahaan hanya merekrut sesuai kebutuhan, efisiensi, dan produktivitas.

Perusahaan tidak mempunyai kewajiban untuk merekrut seluruh lulusan sehingga permintaan tenaga kerja selalu lebih rendah daripada suplai. Hal ini bukan karena pendidikan, melainkan karena faktor sistem kapitalisme tidak dirancang untuk menjamin penyerapan banyak tenaga kerja.

Selain itu, pendidikan dalam cengkeraman sistem kapitalisme hanya berfungsi untuk mencetak ijazah, bukan ilmu. Perguruan tinggi berubah menjadi industri jasa yang menjadikan mahasiswa sebagai pelanggan, bukan sebagai insan pembelajar.

Hal ini terlihat dari kurikulum yang ditawarkan sesuai dengan tren pasar jangka pendek, bukan penyesuaian kebutuhan pembangunan jangka panjang. Di samping itu, biaya pendidikan yang melambung tinggi memosisikan pendidikan sebagai investasi pribadi, bukan sebagai hak rakyat.

Begitu pula, lemahnya kontrol terhadap mutu. Menjamurnya perguruan tinggi swasta tanpa kontrol mutu yang ketat menambah banyaknya lulusan kampus yang kurang mempunyai kompetensi, seperti pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan pasar tenaga kerja.

Hal ini tidak hanya berdampak pada ketidakseimbangan antara output lulusan dan kebutuhan pasar tenaga kerja. Akan tetapi juga, para lulusan kehilangan arah karena tidak ada jaminan untuk mengahadapi bursa kerja. Begitu pula dengan beban ekonomi yang meningkat karena harus menganggur tanpa kepastian penghasilan yang akan didapatkan oleh lulusan.

Lebih jauh, kapitalisme menjelma menjadi neoliberalisme, yakni suatu sistem ekonomi yang menekankan pasar bebas tanpa campur tangan negara. Dalam hal ini, perusahaan bebas mengatur tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan tanpa campur tangan hukum negara. Akibatnya, pekerja tidak mempunyai kepastian kerja, bisa diberhentikan kapan saja dan sering kali tidak mendapatkan hak-hak dasar, seperti upah minimum, THR, cuti, dan lain sebagainya.

Dari sini, kerja formal menjadi terbatas. Hal ini menjadikan banyak orang beralih ke sektor informal atau pekerjaan yang berdasarkan permintaan (ekonomi gig), misalnya ojek online atau kurir. Di sini, perusahaan tempat bekerja menganggapnya sebagai mitra kerja, bukan karyawan. Alhasil, pekerja tidak mempunyai jaminan kerja.

Hal ini dapat menimbulkan masalah besar. Keahlian akademik mereka menjadi hilang karena tidak digunakan. Selain itu, mereka menjadi underemployment, yakni kondisi setengah nganggur. Mereka mempunyai pekerjaan, tetapi pekerjaannya tidak sesuai dengan kualifikasi atau keahlian yang dimiliki.

Pendapatannya sangat rendah, bahkan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok. Hal ini dapat menyebabkan potensi dan pendidikan seseorang tidak dimanfaatkan dengan optimal. Akibatnya, negara kehilangan sumber daya manusia.

Demikianlah sistem kapitalisme merusak segala sektor kehidupan. Pendidikan tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang unggul dan mengerdilkan peran negara dalam mendistribusikan lapangan pekerjaan yang layak kepada rakyatnya.

Pandangan Islam

Sejatinya dalam Islam, pendidikan diarahkan untuk membentuk manusia yang mempunyai kepribadian Islam, yakni berpikir dan bersikap sesuai syariat serta siap berkontribusi dalam membangun umat. Dalam pendidikan Islam, umat dibekali dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat.

Hal ini termasuk fardu kifayah, misalnya ilmu sains, teknologi, industri, perdagangan, dan pertanian. Ini bentuk tanggung jawab negara dalam menjaga umat agar selalu berperan dalam pembangunan dan kemajuan.

Dalam paradigma Islam, pendidikan adalah sarana menyiapkan individu yang berkualitas, produktif di tengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya, negara wajib menyediakan pendidikan gratis untuk warganya.

Adanya tenaga ahli dan profesional untuk mengabdi kepada Allah dan negara guna memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan untuk mengejar materi semata. Setiap lulusan diarahkan untuk mengabdi, bukan dibiarkan terkatung-katung tidak jelas sebagaimana pada sistem kapitalisme.

Dalam hal ini, untuk menjaga kualitas sumber daya manusia, negara menempatkan sesuatu sesuai dengan kompetensi dan lapangan kerja. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Tidak boleh seorang penguasa mempekerjakan seseorang untuk suatu pekerjaan yang tidak mampu ia lakukan.” (HR Abu Dawud).

Demikian pula dengan lapangan pekerjaan. Negara Islam memastikan setiap kepala keluarga bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Negara menyiapkan banyak proyek produktif yang mampu menyerap tenaga kerja. Dengan demikian, tidak ada kepala keluarga ataupun lelaki dewasa yang tidak produktif, kecuali karena uzur syar’i, misalnya sakit yang tidak memungkinkan untuk bekerja.

Khatimah

Demikianlah jika sistem Islam secara kafah diterapkan di bumi ini. Islam rahmatan lil alamin akan benar-benar terwujud serta rahmat Allah dari langit dan bumi akan dilimpahkan kepada umat manusia. Firman Allah Swt., “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi….” (QS Al-A’raf: 96). [CM/Na]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *