CemerlangMedia.Com — Hujan deras yang mengguyur Bandung dan sekitarnya mengakibatkan sungai Citarum meluap dan jebolnya sungai Cikapundung sehingga ribuan rumah warga terendam banjir, salah satunya kawasan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. Kawasan ini memang sudah menjadi langganan banjir di setiap musim hujan datang (14-01-2024).
Berulangnya bencana banjir di berbagai tempat erat kaitannya dengan perencanaan pembangunan daerah yang belum lengkap dan mendalam. Kawasan yang seharusnya menjadi zona resapan ternyata dipenuhi pemukiman. Begitu pula dengan pembangunan fasilitas umum, seperti jalan, sekolah, dan rumah sakit. Di samping itu, pesatnya perkembangan pariwisata di Bandung selatan juga menyebabkan terjadinya perubahan pada cagar alam. Berbagai pembangunan tersebut dilakukan tanpa mempertimbangkan lingkungan sekitar.
Inilah model pembangunan dalam sistem kapitalisme yang mengabaikan aturan Islam, hanya mengejar hawa nafsu manusia dan semata-mata untuk memperoleh keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Akibatnya, masyarakat menjadi korban, bahkan korban jiwa. Banjir yang terjadi di mana-mana membuat rumah warga terendam dan memaksa mereka untuk mengungsi. Pasca banjir, terjadi pula wabah diare.
Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Dalam paradigma pembangunan Islam, aspek keuntungan materi bukanlah satu-satunya tujuan. Arah utama kebijakan pembangunannya adalah ketaatan kepada syariat Islam sehingga terwujudnya keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, model pembangunan dalam Islam menitik beratkan pada menjaga lingkungan demi keharmonisan alam.
Meskipun rencana pengembangan kawasan industri, pemukiman, kawasan wisata itu menguntungkan, tetapi jika merusak alam dan merugikan masyarakat, maka akan dilarang. Sebagaimana firman Allah Swt.,
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya (dengan) rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Al A’raf: 56).
Dalam hal ini, penguasalah yang menjadi ujung tombak dalam pembangunan. Oleh karena itu, penguasa sebagai pengurus (raain) umat harus menjalankan kebijakan pembangunan berdasarkan syariat dan bertujuan untuk menyejahterakan umat, bukan berdasarkan keinginan para investor. Dengan demikian, terwujudlah keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan masyarakat. Wallahu a’lam bisshawwab.
Ajeng E.S
Kab. Bandung [CM/NA]