CemerlangMedia.Com — Sungguh tak habis pikir adanya berita korupsi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan terkait pengadaan alat pelindung diri (APD) yang berhasil diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diperkirakan nilai kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp625 miliar atau lebih dari setengah triliun rupiah. Jumlah tersebut rencananya masih akan dikonfirmasi pihak KPK kepada ahli perhitungan kerugian negara (25-01-2024).
Korupsi begitu sulit didefinisikan karena sudah mengakar dan menjadi kebiasaan sehari-hari. Padahal, sejatinya, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang pasti merugikan suatu bangsa dan negara. Untuk mengatasinya dibutuhkan pembangunan karakter sejak dini.
Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo selaku Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI mengatakan, korupsi sulit dikenali karena biasanya memanfaatkan peluang yang ada. Bahkan, praktik korupsi dapat terselubung di dalam hukum.
Lembaga seperti KPK seharusnya memiliki peran utama untuk mengontrol tindakan curang atau fraud yang terjadi. Meski demikian, masyarakat pun memiliki peran besar. Bahkan, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pun mengakui betapa korupsi sudah mendarah daging di negeri ini. Menurutnya, korupsi telah mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap pejabat publik.
Hal itu nampak jelas dari istilah-istilah seperti lobi, bargain, dan referensi sering dimaknai sebagai sesuatu yang negatif. Bahkan, lebih parahnya lagi, generasi muda atau milenial sudah tidak mau lagi melihat profil politisi. Hal itu dikarenakan politik yang seharusnya memiliki makna kebijakan untuk kepentingan orang banyak, justru terkesan memiliki arti sempit, yakni kepentingan untuk kelompok dan pribadinya. Korupsi seolah-olah berubah dari kejahatan menjadi jalan lain untuk mencari harta dan jabatan.
Berdasarkan data Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK tahun 2019, total biaya yang diperlukan untuk memenangi pilkada sekelas bupati di Indonesia mencapai lebih dari Rp50 miliar. Sekitar 76,3 persen calon kepala daerah mengaku, orang yang menyumbang atau membantu sudah pasti akan mengharapkan balasan dari calon tersebut saat menjabat. Dan sebanyak 83,8 persen mengaku akan memenuhi harapan tersebut.
Melihat fakta terkait besarnya biaya politik tersebut, mengakibatkan terjadinya jual beli suara, suap, dan menggerogoti sistem demokrasi. Akibatnya masyarakat pun mencoba mencari keuntungan sehingga muncul politik uang dan merusak transparansi.
Islam melalui ajarannya dengan tegas melarang tindak korupsi karena termasuk salah satu perbuatan yang merugikan. Menurut hukum Islam, korupsi adalah perilaku jahiliah yang harus disudahi.
Islam mengajarkan bahwa penindasan, penyelewengan, dan kesewenang-wenangan, adalah sikap hidup yang dapat menyakiti manusia lain. Sikap tidak bertanggung jawab seperti ini sungguh tidak disukai dalam Islam karena semua ajaran Islam difokuskan untuk menghapus sikap yang merugikan orang lain. Tujuannya adalah agar umat manusia dapat hidup dengan baik, bermartabat, dan bahagia.
Hukum Islam menyebut tindakan korupsi dengan istilah jinayah atau jarimah. Kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, yaitu perbuatan yang dilarang dalam hukum Islam, baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta, atau lainnya. Pembahasan terkait tindakan-tindakan yang dipandang sebagai korupsi bisa dilihat dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an.
Terdapat ayat yang menjelaskan bahwa dilarang makan harta sesama dengan jalan batil, serta larangan tentang menyuap hakim demi menguasai harta yang bukan haknya. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 188 yang artinya,
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud supaya kamu bisa memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” Wallahu a’lam
Rina Herlina
Payakumbuh, Sumbar [CM/NA]