Oleh: Irsad Syamsul Ainun
(Creative Design CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Menyukai sesuatu sudah menjadi fitrah penciptaan manusia. Lalu menyadari bahwa semua adalah titipan, bukanlah pilihan. Hal ini sebuah kepastian yang harus diyakini. Inilah takdir-Nya. Sebab, tidak ada satu pun yang melekat dalam diri seorang hamba, kecuali ia akan kembali kepada Sang Pemilik abadi, yakni Allah Azza wa Jalla.
Allahu Akbar… Allahu Akbar… Ya Mujibal Qulub.
Pasrah bukan berarti tidak ada usaha yang diperjuangkan. Pasrah yang sesungguhnya adalah ikhlas dan rida atas apa yang berlaku kepada diri kita sebagai hamba. Yakinlah, ketika hal ini menancap dalam jiwa setiap hamba yang meyakini dengan sepenuh hati hakikat semua itu, maka seberat apa pun badai yang mengintai, bahkan melandanya, niscaya ia akan tetap pada kekokohan iman yang tertinggi.
Tidak larut dalam kesedihan, kehilangan, apalagi menyalahkan orang lain serta Pencipta-nya. Allahu Rahman, tidak ada ungkapan indah selain daripada kata segala puji bagi-Mu, ya Rabb. Al-Khalik dan Al-Mudabbir.
Tidak ada satu pun makhluk dan rutinitasnya yang tidak terjangkau oleh pengawasan-Nya. Lantas, layakkah kita sebagai hamba yang terbatas ini menyombongkan diri? Atau merasa di atas angin atas apa yang telah dicapai? Atau sebaliknya, berduka dengan segala kegagalan?
Nikmat-Mu sungguh banyak, ya Rabb. Bahkan, sekadar menarik dan membuang napas pun tidak sanggup kami lakukan jika bukan atas kehendak-Mu.
Ada kalanya juga kami sebagai hamba merasa telah beriman, lantas merasa harus terbebas dari ujian hidup. Apa selemah itu keimanan kita? Manusia terbaik saja masih diuji oleh-Nya. Bukan salahnya, tetapi ini menjadi patokan bagi setiap umat, terlebih kita sebagai umat terbaik ini bahwa ujian akan dihadirkan kepada setiap orang, baik beriman atau tidak, semua akan diliputi oleh ujian.
Yang membedakan adalah tatkala ujian ditimpakan kepada mereka yang beriman, maka ia akan berkata, “Ini adalah bentuk kasih sayang Allah.” Sebaliknya yang tidak beriman pasti lebih banyak menyalahkan Allah. Ada juga yang menyalahkan Rasulullah, lo, ya.
Hal tersebut sudah digambarkan dalam Al-Qur’an. Ketika seseorang diberi kenikmatan, ia akan merasa bahwa itu murni dari hasil usahanya. Akan tetapi, ketika ia diuji, kebanyakan menyalahkan orang lain. Bukan mengintrospeksi diri.
Lantas, mengapa engkau tidak jatuh cinta lebih banyak kepada Rabb-mu? Bukankah segala ciptaan-Nya mampu membuatmu terbuai oleh kebesaran-Nya? [CM/NA]