Narasumber: K.H. Hafiz Abdurrahman, M.A.
CemerlangMedia.Com — Manusia dan hewan memiliki dua potensi dasar, yakni kebutuhan jasmani dan naluri. Namun, manusia memiliki potensi dasar yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, yakni akal.
Akallah yang membedakan manusia dengan hewan. Oleh karenanya, ketika manusia tidak menggunakan akalnya dengan benar, maka Allah menyebutnya seperti hewan, bahkan lebih rendah dari hewan.
Manusia dan malaikat sama-sama diberi akal, tetapi keduanya memiliki perbedaan. Malaikat tidak memiliki nafsu dan syahwat, sebagaimana yang dimiliki manusia. Nafsu dan akal inilah yang akan membentuk kepribadian manusia.
Membangun kepribadian dimulai dari orang tua sebagai sekolah pertama bagi anak. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam membentuk kepribadian anak, di antaranya:
Pertama, pembinaan akidah. Orang tua memiliki peran penting dalam menanamkan akidah yang benar bagi anak-anaknya, di antaranya adalah men-talqin-kan kalimat tauhid, mencintai Allah Subhanahu wa Taala, merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Taala, meminta pertolongan hanya kepada Allah Subhanahu wa Taala, beriman kepada qada dan qadar, mencintai Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, keluarga, dan para sahabat, mengajarkan Al-Qur’an kepada anak, serta mendidik keteguhan akidah dan siap berkorban untuk mempertahankannya.
Kedua, pembinaan ibadah. Orang tua selalu mengingatkan anak tentang kewajibannya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Taala, di antaranya tentang salat, yakni memerintahkan salat, mengajarkan salat, memukul anak ketika mereka enggan, berjemaah ke masjid, qiyamul lail, salat istikarah, salat id. Orang tua juga harus mengajak anak ke masjid agar hatinya tertaut dengan masjid, mengingatkan tentang puasa wajib ataupun sunah, mengingatkan tentang pentingnya sedekah wajib ataupun sunah, menjelaskan tentang haji dan umarah, serta menjelaskan tentang pentingnya jihad.
Ketiga, pembinaan sosial. Orang tua juga harus mengajarkan tentang interaksi sosial, di antaranya menghadiri majelis orang dewasa, melatih anak melakukan tugas rumah, membiasakan anak mengucap salam, menjenguk anak sakit, memilihkan teman-teman yang baik, melatih berdagang, menghadiri walimah nikah, bermalam di rumah keluarga saleh.
Keempat, pendidikan akhlak. Orang tua senantiasa mengajarkan anaknya akhlak yang baik, bagaimana terhadap orang tua, ulama, teman, tetangga, terhadap makanan dan minuman, meminta izin, maupun dalam penampilan. Orang tua juga mengajarkan perilaku jujur, menjaga rahasia, amanah, dan menjaga kebersihan hati.
Kelima, pembentukan jiwa. Orang tua berperan penting dalam pembentukan jiwa anak-anak, seperti memberikan ciuman, perhatian, dan kasih sayang. Penting pula bermain dan bercanda dengan anak-anak, memberikan pujian, perhargaan, hadiah, mengusap kepala, menyambut dengan hangat, memperhatikan dan menanyakan keadaannya, memberikan kasih sayang yang proporsional, serta pengawasan khusus terhadap anak perempuan.
Keenam, pembentukan fisik. Anak-anak perlu juga dibekali dengan fisik yang kuat, seperti diajak berkuda, berenang, memanah, menjaga kesehatan, menyediakan makanan dan minuman yang halal dan tayib.
Ketujuh, meluruskan dorongan seksual. Beberapa hal yang harus dilakukan orang tua adalah memisahkan tempat tidur dan larangan mudaja’ah meski sesama laki-laki atau sesama perempuan, tidur dengan posisi tubuh miring ke kanan, menjauhkan anak dari ikhtilat, mengajarkan cara mandi wajib dan taharah, menjelaskan peran laki-laki dan perempuan, menjelaskan kandungan surah An-Nur, menjelaskan tentang pernikahan dan masalah seksual.
Kedelapan, mengisi waktu dengan kegiatan positif, di antaranya menghafal, membaca, menulis, diskusi, olahraga, dan dakwah.
Islam telah memberikan tuntunan dalam mendidik anak-anak, sebagaimana yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.
Pertama, keteladanan. Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya, memilih waktu yang tepat untuk memberi nasihat, berlaku adil dan tidak pilih kasih, memenuhi hak-hak anak, mendoakan, memberikan apa yang anak butuhkan, membantu agar anak taat, tidak banyak mencela atau menjatuhkan mentalnya.
Kedua, mengembangkan intelektualitas anak. Hal ini bisa dilakukan dengan membacakan kisah-kisah inspiratif, berbicara langsung dengan anak, berbicara sesuai dengan kemampuan anak, dialog dengan tenang, menghadirkan sosok atau figur teladan.
Ketiga, membangun jiwa anak. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam memerintahkan agar orang tua memberikan panggilan yang baik terhadap anak, menemani anak, menggembirakan hatinya, membangun kompetisi yang sehat, memberikan motivasi dan pujian, imbalan dan hukuman, memenuhi keinginan anak, bergurau, dan mengajari anak secara bertahap.
Dari penjelasan di atas, maka hal yang paling penting dilakukan orang tua agar anaknya memiliki kepribadian Islam adalah ‘tega’. Ya, orang tua harus tega dalam mendidik anak-anaknya jika menginginkan anak yang saleh dan salihah, berakidah Islam, dan memiliki syahsiyah Islam (kepribadian Islam).
Orang tua bisa belajar dari Shafiyyah binti Abdul Muthalib, single parent yang berhasil mencetak putranya, Zubair bin al-Awwam menjadi kesatria yang tangguh. Didikannya yang keras dan disiplin membuat Zubair mendedikasikan hidupnya untuk membela Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.
Bagaimana Shafiyyah binti Maimunah yang juga single parent mendidik Imam Ahmad bin Hambal. Sang ibu membangunkan Imam Ahmad kecil dengan berbisik lembut, menyiapkan air wudu, memakaikannya pakaian, dan mengantarkannya ke masjid. Hal itu dilakukannya karena lokasi masjid yang sangat jauh dan jalanan menuju ke sana gelap gulita.
Orang tua perlu pula menggali dan mengasah potensi anak sehingga mereka bisa berkembang. Tidak hanya mengandalkan fisik, tetapi juga non fisik dan spiritual sehingga anak-anak akan tumbuh menjadi orang hebat di zamannya. Sejatinya, kekuatan fisik dan non fisik jika tidak dibarengin dengan kekuatan spritual (Islam), maka semua usaha tidak akan membuahkan hasil.
Oleh karena itu, penting berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Taala agar dimudahkan segala ikhtiar sehingga potensi yang dimilikinya anak bisa bermanfaat untuk Islam. “Kamu akan diberikan kemudahan sebagaimana apa yang Allah ciptakan kamu untuk itu.”
Diresume oleh: Ummu Hasan Mahmud Al Fatih Kelas IPA Banin. [CM/NA]