Oleh: Devy Rikasari
“Mari ganti sindrom unreasonable fear dengan rasa takut kepada Allah. Caranya adalah dengan terus mengkaji Islam agar mempunyai pemahaman yang benar tentang Islam sehingga terbentuklah pola pikir dan pola sikap yang islami. Berusahalah untuk mengamalkan apa yang sudah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari karena ilmu di dalam Islam adalah untuk diamalkan (ilmu lil ‘amal).”
CemerlangMedia.Com — Siapa pun di dunia ini pasti punya rasa takut. Ada yang takut ketinggian, takut gelap, takut sakit. Bahkan, yang cukup menggelikan adalah takut terhadap jenis makanan tertentu, seperti nasi.
Rasa takut lumrah terjadi. Ia muncul dari dalam diri seorang manusia sebagai manifestasi dari naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’). Naluri ini merupakan salah satu potensi hidup yang Allah berikan kepada manusia. Dengannya, manusia akan berusaha menghindari hal-hal yang dianggap membahayakan dirinya. Selain rasa takut, naluri ini juga melahirkan sikap ingin diperhatikan, ingin dianggap ada, dan segala bentuk keinginan menunjukkan eksistensi diri.
Akan tetapi, rasa takut tidak selamanya baik. Ada kalanya rasa takut dapat menghambat aktivitas. Rasa takut yang berlebihan, seperti takut gelap membuat seseorang tidak berani tidur dalam keadaan lampu dimatikan. Sementara menurut penelitian medis, tidur dalam keadaan gelap jauh lebih sehat dibanding saat lampu dinyalakan.
Contoh lain adalah rasa takut terhadap jenis makanan tertentu, juga dapat mengakibatkan yang bersangkutan menjadi bahan guyonan orang-orang di sekitarnya. Sebab, rasa takut seperti ini tidak lumrah atau tidak lazim terjadi.
Berbahaya jika rasa takut yang lahir karena kepercayaan tertentu di luar Islam, sebagai contoh seorang ibu hamil yang membawa jimat karena takut diganggu jin. Lalu ada juga kepercayaan sebagian orang untuk tidak memakai pakaian warna tertentu saat ke pantai karena takut menarik perhatian Nyi Roro Kidul.
Salah satu hal yang cukup mengusik nalar, yaitu kebiasaan membunyikan klakson di terowongan karena ada suatu keyakinan bahwa jika tidak melakukan hal yang demikian, maka akan mengundang jin penunggu terowongan untuk mengganggu. Rasa takut semacam ini harus dihilangkan karena dapat mengantarkan kepada kesyirikan dan syirik termasuk dosa besar yang tidak akan diampuni, kecuali dengan taubatan nasuha.
Ada lagi rasa takut berikutnya yang kadang tidak disadari. Rasa takut ini menjadi sebuah sindrom yang bernama unreasonable fear alias rasa takut yang tidak beralasan, yakni rasa takut terhadap sesuatu yang belum pasti, tetapi mengabaikan sesuatu yang sudah pasti, misalnya seorang muslimah yang enggan menutup aurat karena takut tidak mendapat jodoh. Ia merasa takut kepada sesuatu yang belum pasti (jodoh) seraya mengabaikan sesuatu yang sudah pasti (kewajiban menutup aurat).
Pada contoh lain, seseorang merasa berat meninggalkan riba karena takut kehilangan mata pencaharian. Aktivitas riba yang jelas-jelas haram, kalah oleh rasa takutnya terhadap sesuatu yang belum pasti (perkara rezeki/mata pencaharian), padahal Allah-lah yang menjamin jodoh dan rezeki seseorang. Begitu mudahnya seseorang membangkang dari aturan-Nya hanya karena takut terhadap sesuatu yang bahkan tidak berada dalam genggamannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala pernah menegur orang-orang Arab jahiliah yang mempunyai kebiasaan mengubur bayi perempuan mereka hidup-hidup. Hal itu mereka lakukan karena takut miskin jika membesarkan anak-anak perempuan, baik karena kemiskinan ayah yang memeliharanya maupun kemiskinan anak itu ketika sudah dewasa dikarenakan tidak bisa mencari nafkah. Allah Swt. berfirman,
“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, ‘Karena dosa apakah dia dibunuh?’.” (QS At-Takwir: 8-9).
Allah tegaskan dalam QS Hud ayat 6 bahwa Dia-lah yang menjamin rezeki setiap makhluk.
“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.”
Begitu juga firman-Nya berikut,
“Allah telah menjadikan bagi kalian pasangan dari jenis kalian sendiri, dan dari pasangan kalian, Allah menciptakan anak dan cucu, dan Dia memberi rezeki yang baik kepada kalian. Mengapa kalian beriman pada yang salah dan mengingkari nikmat Allah?” (QS An-Nahl: 72).
Sebagai seorang muslim, seharusnya rasa takut yang muncul dari dalam diri kita didorong oleh keimanan. Rasa takut kepada azab Allah yang keras dan pedih di akhirat nanti membuat kita dengan sekuat tenaga taat kepada-Nya. Ketaatan yang diwujudkan dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Allah Swt. berfirman sebagai berikut,
“Dan orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya, mereka berputus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu akan mendapat azab yang pedih.” (QS Al-Ankabut: 22-23).
Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis qudsi,
“Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, Aku tidak mengumpulkan dua rasa takut dan dua rasa aman pada hamba-Ku. Jika dia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku beri dia rasa aman di akhirat. Dan jika dia merasa aman dari-Ku di dunia, maka aku beri dia rasa takut di akhirat.” (HR Ibnu Hibban).
Hasan Al-Bashri berkata tentang hadis ini, orang beriman menjalankan ketaatan kepada Allah dalam kondisi gentar dan sangat takut. Adapun pelaku maksiat senantiasa berbuat ingkar dengan merasa tenang dan aman. Pelaku maksiat berjalan di muka bumi tanpa takut sekejap pun. Mereka lebih takut kepada risiko duniawi yang lebih ringan dibanding siksaan di akhirat kelak.
Hal itu dikarenakan keimanan telah tercerabut dari dada mereka dan tergantikan oleh pola pikir sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Walhasil, sindrom unreasonable fear menggejala pada tubuh sebagian besar umat Islam.
Untuk menggantikan sindrom unreasonable fear ini dengan rasa takut kepada Allah, maka caranya adalah dengan terus mengkaji Islam agar mempunyai pemahaman yang benar tentang Islam sehingga terbentuklah pola pikir dan pola sikap yang islami. Selanjutnya, berusaha untuk mengamalkan apa yang sudah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari karena ilmu di dalam Islam adalah untuk diamalkan (ilmu lil ‘amal).
Tentunya tidak kalah penting adalah mencari circle yang positif, yaitu teman-teman yang saleh dan salihah, selalu bersama-sama saling mendukung dalam ketaatan. Semoga kelak Allah menghimpunkan kita di akhirat dalam keadaan tenang, aman, dan jauh dari rasa takut. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin. [CM/NA]