Oleh: Najla Aprilliani
(Siswi SMA Negeri 1 Menyaya Hilir Selatan)
CemerlangMedia.Com — Di sebuah ruangan, terlihat seorang remaja cantik dengan balutan kerudung berwarna pink pastel dan dilengkapi sebuah hiasan pita berwarna senada bertengger di sisi sebelah bahunya. Ia bersantai memandang langit berwarna jingga.
Remaja itu adalah Grizella Aurelia atau lebih sering dikenal dengan Zella, seorang reporter muda yang berkerja di saluran media berita ternama. Remaja yang memiliki sifat anggun dan lemah lembut. Dia juga remaja yang terkenal akan ketaatan terhadap agamanya.
Saat Zella menikmati sore harinya yang begitu menenangkan, tiba-tiba terdengar dering ponselnya yang berada di atas nakas di samping tempat tidur. Zella yang mendengar pun lalu beranjak mengangkat panggilan tersebut, ternyata panggilan tersebut dari kantornya yang memberikan tugas.
Bagaikan dihantam badik besar, Zella terkejut menerima tugas liputan dari kantornya. Kasus yang ia liput kali ini cukup menggetarkan hatinya. Ia diminta untuk meliput kasus yang menghebohkan suatu kampung yang terletak di pinggiran kota, kasus tentang pemerk*s*an dan pemb*n*han siswi SMP yang dilakukan oleh beberapa anak di bawah umur.
Kasus ini menjadi sorotan nasional karena dari empat pelaku, hanya satu yang dapat diproses. Sementara tiga lainnya yang masih di bawah umur, tidak dapat diproses hukum sesuai undang-undang.
Dengan hati yang penuh kegelisahan, Zella memulai penelusuran bersama timnya. Dia mengunjungi TKP, berbicara dengan keluarga korban yang hancur, dan mengorek informasi dari aparat kepolisian.
“Bapak, bagaimana menurut kepolisian, apa motif pada kasus ini?” Zella mulai menanyakan kasus ini terhadap kepolisian di TKP.
“Belum tau pasti apa motif dari pelaku, tetapi untuk sementara, kami menyimpulkan bahwa motif pelaku yang salah satunya adalah mantan korban itu merasa sakit hati karena diputus oleh korban,” jawab kepolisian.
Zella mengangguk ringan, “Lalu, bagaimana ketiga pelaku lainnya, apakah hanya mengikuti atau juga memiliki dendam terhadap korban, Pak?” tanya Zella lagi.
“Sejauh yang kami telusuri, ketiga pelaku lainnya tidak memiliki motif yang pasti, sepertinya ketiga pelaku tersebut hanya ikut-ikutan dan juga dipengaruhi karena mereka sering menonton film yang seharusnya tidak boleh mereka tonton,” jawab kepolisian lagi.
“Baiklah, setelah ini, apa saja yang akan dilakukan kepada empat pelaku tersebut?”
“Untuk keputusan sementara, hanya satu pelaku saja yang dapat diproses hukum, tiga lainnya masih berada di bawah umur dan tidak bisa kami proses lebih lanjut karena keterbatasan hukum yang ada,” ucap pihak kepolisian.
“Baiklah, Pak, terima kasih atas waktunya. Saya permisi ya, Pak,” Zella pun mengakhiri wawancaranya dengan pihak kepolisian.
Zella merasa jiwanya tergoncang. Bagaimana bisa keadilan ditegakkan jika hukum tidak bisa menjangkau semua pelaku kejahatan?
Zella tidak bisa menghapus dari ingatannya wajah polos para pelaku yang seolah tidak memahami besarnya dosa yang telah mereka lakukan. Anak kecil yang seharusnya kini sedang menikmati masa bermain dengan teman-temannya, tanpa tau apa pun tentang dunia yang mengerikan ini, ternyata mampu melakukan tindakan keji seperti ini.
“Astaghfirullah, ya Allah, semoga ini adalah kasus terakhir untuk anak di bawah umur seperti mereka.” Monolog Zella, ia merasa sangat terkejut untuk pertama kalinya menangani kasus seperti ini.
Keluarga para pelaku tampak terkejut dan hancur oleh tindakan anak-anak mereka. Mereka tidak pernah menyangka bahwa anak-anak yang mereka besarkan bisa terlibat dalam kejahatan yang begitu keji.
“Anak-anak ini kehilangan arah,” kata seorang tetua kampung kepada Zella.
“Mereka tidak punya fondasi agama yang kuat, tidak tahu mana yang benar dan salah. Akibatnya, mereka mudah terpengaruh dan akhirnya melakukan hal-hal yang di luar batas.”
Zella merasa perih di dalam hatinya. Di satu sisi, ia mengerti bahwa anak-anak ini masih sangat muda dan mungkin tidak sepenuhnya memahami dampak dari perbuatan mereka. Namun di sisi lain, ia melihat kerusakan yang telah mereka timbulkan, luka yang tidak akan pernah sembuh bagi keluarga korban.
Zella memandang langit dengan suara ricuh warga yang berada di TKP. Ia menyadari bahwa kasus ini bukan tentang kejahatan dan hukuman. Ini adalah refleksi dari masyarakat yang lebih besar, kegagalan masyarakat dalam membimbing anak-anak mereka.
Hukum mungkin tidak bisa menjangkau mereka, tetapi apa yang akan terjadi pada anak-anak ini di masa depan? Tanpa bimbingan agama dan moral yang tepat, apakah mereka akan terus menjadi ancaman bagi masyarakat?
Setelah menyelesaikan liputannya, Zella duduk di mejanya dan merenung. Ia tidak tahu bahwa publikasi berita ini akan memicu kemarahan dan ketakutan di masyarakat, tetapi ia tidak ingin hanya menyoroti masalah. Dalam artikelnya, Zella menulis,
“Kasus ini menimbulkan luka yang dalam bagi kita semua. Bukan hanya karena tindakan keji yang dilakukan, tetapi karena kenyataan bahwa kita telah gagal melindungi generasi muda dari kehancuran moral. Hukum mungkin tidak bisa menjangkau mereka yang sangat muda, tetapi bukan berarti mereka bebas dari dosa yang telah dilakukannya. Masyarakat kita harus bangkit dan menyadari bahwa pendidikan agama dan moral tidak bisa diabaikan.”
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan hukum untuk mengatasi masalah ini. Lebih penting adalah mencegahnya sejak awal dengan menanamkan nilai-nilai agama dan moral dalam diri anak-anak kita. Setiap orang tua, pendidik, dan pemimpin masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa generasi muda kita tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga kuat secara spiritual dan moral.”
“Solusi ini dimulai dari rumah karena anak seumuran mereka melakukan aktivitas lebih banyak di rumah. Orang tua harus menjadi teladan dalam berakhlak dan beribadah serta mengajarkan anak-anak tentang pentingnya agama dalam kehidupan. Sekolah-sekolah harus lebih menekankan pendidikan agama, karakter, dan akhlak, tidak hanya mengejar angka dan prestasi. Selain itu, komunitas juga harus aktif dalam menyediakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak secara holistik.”
“Kasus ini cukup berdampak besar, terlihat dari mana awal permasalahan, yaitu dengan orang tua yang membebaskan anak, tanpa pengawasan sehingga mereka mempelajari hal yang tidak boleh ditiru sedikit pun.”
“Kita semua memiliki peran mencegah rusaknya generasi penerus bangsa. Mari kita jadikan peristiwa ini sebagai pelajaran bahwa kita harus lebih perhatian dalam mendidik dan membimbing anak-anak kita. Sebab, mereka adalah masa depan kita dan masa depan harus dibangun dengan fondasi yang kuat, yaitu ilmu agama, akhlak, dan moral.”
“Kita harus menyadari bahwa anak-anak adalah amanah yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya. Jangan biarkan mereka tumbuh tanpa bimbingan karena cahaya agama dan akhlak yang akan menerangi mereka di tengah kegelapan zaman ini.”
“Ya Allah, semoga di hari berikutnya, agama dan akhlak diperhatikan dan menjadi hal utama yang harus dipelajari,” tutup Zella.
Setelah menyelesaikan tulisannya, Zella yakin bahwa pesannya akan didengar. Zella menutup artikelnya dan mengirimkan ke kantornya untuk diterbitkan. Ia berharap, lewat tulisannya akan ada perubahan di masyarakat, terutama dalam membangun generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia dan memiliki fondasi agama yang kuat. [CM/NA]