Oleh. Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com, Pegiat Literasi)
CemerlangMedia.Com — Sejumlah nelayan di Provinsi Sumbar mengeluhkan adanya penurunan hasil tangkapan mereka. Hal ini seperti diungkapkan oleh kepala bidang peningkatan daya saing kelautan dan perikanan (PDSKP) Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Yulia Madhona. Ia mengatakan berdasarkan hasil peninjauan di lapangan ke sejumlah nelayan yang berada di Sumbar, DKP banyak mendapatkan keluhan dari para nelayan perihal turunnya hasil tangkapan mereka. Menurut data yang dicatat oleh DKP Sumbar sampai bulan Juni 2022, hasil tangkapan nelayan mencapai 203.872 ton. Namun, pada 2023 ini hanya sekitar 89 ton.
Dona menyampaikan bahwa masalah yang kini dialami oleh para nelayan adalah terbatasnya alat untuk menangkap ikan karena mereka harus menangkap ikan jauh ke tengah laut. Mengingat banyak persoalan terkait terumbu karang yang rusak. Padahal seperti kita ketahui bersama bahwa terdapat banyak habitat biota laut di dalamnya. Namun, nyatanya begitu banyak perairan dengan kondisi terumbu karang rusak dan memerlukan perhatian khusus (sumatra.bisnis.com, 10-8-2023).
Kerusakan Akibat Ulah Manusia
Sejatinya kerusakan yang terjadi pada terumbu karang tersebut adalah karena ulah manusia itu sendiri. Misalnya saja demi mendapatkan hasil tangkapan ikan yang banyak mereka tak segan menggunakan bom ikan, putas, dan pukat harimau. Di samping fenomena El Nino yang sedang melanda dunia saat ini, yang juga ikut memengaruhi daya tangkapan para nelayan.
Terumbu karang merupakan tempat tinggal berbagai jenis ikan dan hewan-hewan laut. Menjaga kelestariannya adalah kewajiban kita bersama, tetapi sayangnya, saat ini ekosistem terumbu karang terancam punah karena banyak yang rusak. Hal ini tentu saja sangat merugikan bagi kehidupan, terutama bagi kehidupan di dalam laut. Berikut ini adalah beberapa penyebab rusaknya terumbu karang di antaranya pengambilan terumbu karang secara ilegal, adanya pembangunan di pesisir pantai, pencemaran limbah, penambangan terumbu karang, penangkapan ikan secara illegal, dan penebangan hutan mangrove oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Tanggung Jawab Bersama
Padahal mencegah kerusakan alam adalah tanggung jawab kita bersama, alam yang begitu indah ini harus di rawat dan dijaga dengan segenap jiwa. Sebab alam merupakan ciptaan Tuhan yang tiada bandingnya dan tiada gantinya. Namun, kenyataannya, banyak manusia di bumi ini memanfaatkan kekayaan alam dengan serakah. Terlebih sistem yang ada saat ini makin memperparah kondisi yang ada, yaitu kapitalisme sekularisme.
Asas kapitalisme adalah materi, maka menjadi wajar adanya jika hanya demi kepentingan ekonomi mereka akan menghalalkan segala cara sekalipun harus merusak alam. Bahkan mereka bisa saja mengorbankan kepentingan masyarakat demi tercapainya tujuan yang diinginkan. Mereka tidak peduli dengan kondisi alam yang dirusak, padahal efek dari kerusakan tersebut nantinya tidak hanya menimpa orang lain, tetapi juga dirinya sendiri.
Ekploitasi Oleh Para Kapital
Mereka para kapital akan berusaha mengekploitasi semua sektor jika di dalamnya terdapat sebuah keuntungan. Contohnya saja eksploitasi terhadap laut, sebab laut memiliki manfaat yang begitu besar bagi kehidupan manusia. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di pesisir laut, yang sangat mengandalkan ikan sebagai makanan sehari-hari. Maka pada kondisi inilah manusia mengalami ketergantungan yang tinggi terhadap hasil laut. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh para oknum untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya baik pribadi maupun kelompok.
Eksploitasi terhadap sumber daya laut yang dilakukan oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab, yaitu berupa pemanfaatan secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap sumber daya laut dengan tujuan untuk meningkatkan kepentingan ekonomi semata. Mereka sama sekali tidak mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan, serta kompensasi terhadap kesejahteraan masyarakat. Contoh penangkapan ikan secara besar-besaran, penambangan minyak bumi, dan produksi pembuatan garam.
Ekploitasi Masif
Bahkan tidak hanya itu, yang terbaru adalah adanya kebijakan dari pemerintah terkait eksploitasi pasir laut yang tertuang dalam peraturan pemerintah (PP) nomor 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sadimentasi laut.
Yusri Usman selaku Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menanggapi kembali terkait kebijakan pemerintah yang membuka kembali keran ekspor pasir laut. Ia menepis adanya klaim pemerintah yang mengatakan bahwa penambangan pasir laut hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur dan reklamasi dalam negeri saja. Menurutnya, fakta di lapangan menunjukkan adanya dampak terhadap lingkungan terjadi setiap adanya eksploitasi masif. Nah, persoalannya sejauh mana negara mampu meminimalkan dampak buruknya? (bisnis.tempo.co, 3-6-2023).
Sedemikian rakusnya oknum-oknum tersebut sehingga tak memedulikan lagi bahaya yang mengintai jika semua itu terus dipaksakan. Betapa rakyat kian menderita, tentu tak ada yang bisa diharapkan pada negara yang menganut sistem kufur kapitalisme. Bagi mereka semua hanya tentang materi dan kemanfaatan. Negara yang seharusnya jadi garda terdepan membela hak rakyat, nyatanya abai dan membiarkan kezaliman merajalela dan menguasai setiap lini kehidupan.
Padahal eksploitasi yang dilakukan secara berlebihan tentu akan berdampak buruk bagi kehidupan biota laut. Selain akan membuat populasi ikan mengalami penurunan secara drastis, juga akan sangat menggangu terhadap ekosistem bawah laut. Yang harus kita ketahui bersama adalah satu spesies flora dan fauna yang berada di dalam laut dapat menunjang hidup tiga sampai lima spesies flora dan fauna yang lainnya.
Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Perspektif Islam
Dalam perspektif Islam, manusia dan lingkungan mempunyai hubungan relasi yang begitu erat. Mengapa demikian? Karena Allah Swt. menciptakan alam beserta isinya termasuk manusia dan lingkungan ini berada dalam keseimbangan dan keserasian. Dan kedua hal tersebut harus dijaga agar jangan sampai mengalami kerusakan. Keberlangsungan sebuah kehidupan di alam ini sejatinya saling terkait. Dan jika salah satu komponennya mengalami gangguan yang luar biasa, maka tentu itu akan berpengaruh terhadap komponen yang lain.
Allah Swt. melarang keras perbuatan manusia yang merusak lingkungan hidup, baik darat maupun laut karena bisa membahayakan kehidupan makhluk lain dan juga manusia itu sendiri. Allah juga melarang umat melakukan kerusakan lingkungan dengan cara apa pun kecuali yang diperbolehkan oleh agama. Dalil larangan tersebut terdapat dalam surah Al- A’raf ayat 56, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS Al A’raf: 56)
Faktanya justru sudah banyak kerusakan yang dilakukan oleh manusia terhadap alam baik di darat maupun di laut. Alasannya tentu saja terkait kebutuhan ekonomi karena pada hakikatnya, manusia adalah faktor yang paling dominan terhadap perubahan yang dialami lingkungan, baik maupun buruknya. Dan segala sesuatu yang akan terjadi terhadap lingkungan dan alam, manusia memiliki andil besar mengenai kondisi keduanya. Bahkan di dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa kerusakan lingkungan baik yang di darat ataupun yang di laut, pelakunya pasti manusia.
Oleh karena kecenderungan manusia dalam mengeksploitasi sumber kekayaan alam bukan sebatas untuk memenuhi kebutuhan atau mempertahankan hidupnya dan manusia tidak pernah mempertimbangkan kelangsungan dan keseimbangan alam ke depannya. Mereka lebih mengedepankan faktor ekonomi, kekuasaan, dan memenuhi nafsu yang tidak pernah ada habisnya terutama bagi para pemilik modal (kapital). Hal ini seperti telah termaktub dalam surah Ar-rum ayat 41. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merelakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka. Agar mereka kembali kejalan yang benar.” (QS Ar-Rum: 41)
Islam Adalah Solusi
Alangkah beruntungnya jika manusia mengembalikan seluruh aturan dan hukum terkait kehidupannya kepada aturan yang bersumber dari Allah saja. Tentu tidak akan ada keserakahan dan ketamakan yang menguasai jiwa manusia apalagi sampai melakukan kerusakan terhadap lingkungan. Sejatinya, manusia yang hidup dengan aturan Islam tolok ukur hidupnya adalah hukum syarak (halal dan haram). Umat senantiasa menyadari betul bahwa Allah Sang Pencipta selalu mengawasi segala macam tindak tanduknya selama di dunia. Dan mereka pun sangat memahami bahwa kelak semua perbuatannya selama di dunia akan dimintai pertanggungjawaban.
Maka dari itu, di dalam Islam, negara sangat berperan penting dalam menjaga dan melindungi rakyatnya. Negara menjadi garda terdepan untuk mengurusi apa pun terkait kepentingan umat karena tugas negara adalah menjaga, melindungi, dan menyejahterakan rakyatnya. Hanya dengan Islam seluruh tugas negara akan terealisasi karena aturan dan hukum Islam bersumber langsung dari Sang Khalik Pencipta kehidupan. Aturan yang tidak akan pernah berubah sekalipun zaman terus berkembang.
Oleh sebab itu, sudah saatnya umat kembali kepada syariat Allah karena sejatinya, tidak ada yang lebih memahami makhluk ciptaan kecuali pencipta-Nya. Sebab seluruh aturan Islam bersifat komprehensif, maka tentu akan sangat efektif untuk menyelesaikan seluruh problematika kehidupan manusia. Wallahua’lam [CM/NA]