Ironi Peringatan Hari Anak Sedunia di Atas Penderitaan Anak-Anak Palestina

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com

Penderitaan anak-anak Palestina adalah tanggung jawab umat manusia, terutama kaum muslim. Oleh karena itu, penderitaan mereka harus segera diakhiri dengan langkah nyata, bukan hanya peringatan atau perayaan-perayaan tanpa arti.

CemerlangMedia.Com — Hari Anak Sedunia setiap tahun dirayakan. Hal ini untuk merefleksi pemenuhan hak-hak anak dan memastikan masa depan mereka lebih baik ke depannya. Namun sayangnya, tahun ini, Hari Anak Sedunia dihantui oleh realitas pahit.

Hal ini lantaran di tanah Palestina, mimpi anak-anak seakan direnggut tanpa ampun oleh agresi Isra3l yang tidak kunjung usai. Tidak ada tawa dan canda yang mewarnai hidup mereka, yang ada jerit tangis dan duka setiap waktu. Pun tidak ada taman bermain, yang ada hanya puing-puing reruntuhan. Tidak ada tempat yang aman, yang ada adalah ancaman bom dan peluru yang sewaktu-waktu bisa merenggut nyawa mereka.

Hari Anak Sedunia (Children’s Day) yang diperingati setiap 20 November digadang-gadang sebagai wadah untuk mengadvokasi hingga mengampanyekan hak-hak anak untuk membangun dunia lebih baik bagi mereka. Lebih dari itu, momentum ini diharapkan bukan sekadar perayaan, tetapi ajakan untuk bertindak. Perayaan Hari Anak Sedunia ini diinisiasi oleh lembaga dunia, yakni UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) (detikNews.com, 13-11-2024).

Ironisnya, Hari Anak Sedunia seolah menjadi refleksi suram bagi sebagian anak-anak di dunia. Berbicara tentang perlindungan hak anak secara global adalah omong kosong ketika sebagian dari mereka, bahkan tidak memiliki hak untuk hidup. Harus disadari bahwa perayaan tanpa aksi nyata merupakan kehampaan dan membela perjuangan anak-anak Palestina adalah panggilan moral bagi dunia yang mengaku peduli pada kemanusiaan.

Perayaan Simbolik

Hari Anak Sedunia sering kali dipenuhi retorika indah tentang perlindungan terhadap hak-hak anak, perdamaian, dan pendidikan. Namun hari ini, anak-anak mengalami kehidupan yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip kampanye yang didengungkan pada Hari Anak Sedunia tersebut, terutama anak-anak di Palestina.

Anak-anak di Palestina menghadapi tekanan lahir batin yang luar biasa. Ironisnya, dunia bungkam, seolah membiarkan kejadian demi kejadian pahit itu dialami anak-anak Palestina. Mereka kehilangan tempat tinggal karena rumah mereka dihancurkan oleh Zionis Isra3l.

Seolah sebuah pengkhianatan terhadap anak Palestina tatkala organisasi dunia menginisiasi peringatan Hari Anak Sedunia. Hal ini lantaran anak-anak Palestina tidak mendapatkan hak untuk hidup di bumi mereka.

Betapa banyak anak-anak Palestina menjadi korban penjajahan Zionis Isra3l, bahkan sejak dalam kandungan. Mirisnya, dunia bungkam, bahkan negari-negari muslim lainnya yang nyata mempunyai ikatan akidah dengan anak-anak Palestina turut buta dan tuli. Hal ini sekaligus mengonfirmasi bahwa nasionalisme lebih penting daripada keselamatan anak-anak Palestina.

Lebih jauh, hubungan terlarang bilateral antara negeri-negeri kaum muslim dengan Zionis Isra3l adalah bukti ketidakpedulian mereka terhadap kondisi anak-anak Palestina. Stabilitas ekonomi dan jabatan dianggap lebih penting bagi mereka —budak duniawi— dibandingkan nasib anak-anak Palestina yang sejatinya penerus generasi Islam.

Para pemimpin negeri-negeri muslim seolah tidak peduli akan trauma psikologis anak-anak Palestina. Mereka seolah menutup mata atas kehidupan anak-anak Palestina yang selalu di bawah ancaman konstan kekerasan dan blokade. Bahkan, anak Palestina seolah terus-menerus menjadi target operasi penyerangan Zionis Isra3l.

Ironi besar ketika perayaan Hari Anak Sedunia ini sering kali dideklarasikan oleh negara-negara yang mendiamkan atau mendukung ketidakadilan di Palestina. Inilah bentuk kemunafikan yang merupakan buah dari sistem kapitalisme sekularisme

Kegagalan Kapitalisme

Tidak dapat dimungkiri bahwa penyebab struktural lalainya dunia melindungi anak-anak adalah sistem kapitalisme sekularisme. Sistem ini telah gagal melindungi anak-anak di dunia secara nyata. Hal ini lantaran yang mendominasi sistem kapitalisme adalah kepentingan ekonomi dan politik sehingga mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam hal ini, sistem kapitalisme memungkinkan untuk menjadikan konflik di Palestina guna mengeruk keuntungan secara materi. Pabrik-pabrik senjata berlomba memproduksi senjata untuk dijual kepada daerah konflik, termasuk Zionis Isra3l-Palestina. Dalam logika kapitalisme, perdamaian tidak selalu membawa keuntungan secara ekonomi. Oleh sebab itu, bisa jadi konflik-konflik yang terjadi di dunia sengaja diciptakan untuk melariskan produk mereka.

Lebih jauh, dukungan negara adidaya seperti AS, pengemban kapitalisme sekularisme terhadap Isra3l yang membantai ribuan anak-anak Palestina bukan hanya soal hubungan ideologis, melainkan juga kepentingan strategis yang saling menguntungkan. Hal ini disebabkan karena Isra3l memiliki posisi strategis di Timur Tengah dengan kekayaan gas dan minyak.

Hal tersebut menguntungkan AS secara geopolitik, sebab kedudukan Isra3l di Timur Tengah dapat menjadi sekutu bagi AS untuk mengontrol kawasan tersebut. Oleh karenanya, dukungan AS terhadap Isra3l sangat gencar, walaupun melanggar HAM.

Selain itu, sistem kapitalisme sekularisme sangat memungkinkan memutar balikkan narasi pelanggaran hak asasi manusia sedemikian rupa. Media sebagai bagian dari ekosistem kapitalisme sering kali tidak menyoroti penderitaan anak-anak Palestina secara proporsional.

Demikianlah, peringatan Hari Anak Sedunia menjadi ironis yang mencolok karena lebih memprioritaskan stabilitas ekonomi dan politik dibandingkan peduli dengan realitas penderitaan anak-anak Palestina. Untuk itu, dunia membutuhkan paradigma baru yang menempatkan nilai-nilai kemanusiaan di atas segalanya. Dengan begitu, setiap anak tanpa terkecuali dapat hidup dalam keadilan, kesejahteran, dan kedamaian.

Paradigma Islam terhadap Anak

Dalam Islam, anak dipandang sebagai amanah/titipan. Oleh karenanya, anak harus dijaga, dididik, dan dilindungi dengan penuh kasih sayang. Muslim diwajibkan untuk peduli terhadap anak. Tidak hanya kepada anak kandung sendiri atau anak di lingkungan mereka sendiri, tetapi juga anak-anak generasi Islam di seluruh dunia.

Dalam hal ini, penderitaan anak-anak Palestina menjadi panggilan bagi umat Islam dan masyarakat dunia untuk bertindak lebih nyata dalam menghentikan kekerasan, memastikan hak-hak mereka terpenuhi, serta menciptakan dunia yang damai bagi mereka. Hal ini sebagai konsekuensi amanah yang diemban sebagai umat yang beriman kepada Allah Swt..

Firman Allah Swt., “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka juga kepadamu.” (QS Al-Isra: 31).

Ayat ini menjelaskan pentingnya perlindungan anak terhadap ancaman fisik maupun psikologis. Oleh karena itu, kondisi anak-anak Palestina yang penuh dengan ketertindasan sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Dalam hal ini pula, Islam mengutuk standar ganda dunia dalam perlakuannya terhadap anak-anak. Perayaan Hari Anak Sedunia sering kali dianggap sebagai simbolik kepedulian dunia terhadap anak, padahal bertahun-tahun anak-anak di Palestina berada dalam penderitaan.

Mirisnya, perayaan Hari Anak Sedunia tidak pernah menemukan solusi terhadap akar masalah penderitaan anak-anak Palestina, seperti penjajahan, kekerasan, dan diskriminasi. Ketidakpedulian dunia terhadap kondisi anak-anak Palestina ini bertentangan dengan ajaran Islam tentang kasih sayang terhadap anak.

Bahkan, Rasulullah saw. menyatakan, orang yang tidak menyayangi anak kecil bukanlah bagian dari umatnya. “Tidaklah termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil di antara kami.” (HR Abu Dawud).

Demikianlah Islam mengajarkan umatnya untuk bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak-anak. Dalam sistem Islam, anak-anak terjamin hak-haknya untuk mendapatkan pendidikan, keamanan, dan kesejahteraan tanpa diskriminasi. Hal ini sangat bertentangan dengan kondisi anak-anak di Palestina yang hidup dalam penindasan, sebab ketiadaan perlindungan yang adil dari dunia.

Oleh sebab itu, diperlukan sistem negara yang mampu melindungi anak-anak di seluruh dunia. Sistem tersebut haruslah berlandaskan Al-Qur’an dan hadis. Itulah sistem Islam yang mampu melindungi umat manusia, termasuk anak-anak.

Khatimah

Perayaan Hari Anak Sedunia di tengah penderitaan anak-anak Palestina disebabkan umat terjebak pada simbolisme tanpa tindakan nyata. Islam mengajarkan bahwa perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas dibandingkan ekonomi dan kekuasaan.

Penderitaan anak-anak Palestina adalah tanggung jawab umat manusia, terutama kaum muslim. Oleh karena itu, penderitaan mereka harus segera diakhiri dengan langkah nyata, bukan hanya peringatan atau perayaan-perayaan tanpa arti. Wallahu a’lam[CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *