Oleh: Neti Ernawati
(Ibu Rumah Tangga)
“Islam melarang berbaurnya antara laki-laki dengan perempuan, kecuali dalam aspek-aspek tertentu, seperti pendidikan, kesehatan, dan perdagangan. Selain itu, Islam juga menekankan adanya gadzul bashar atau menundukkan pandangan. Semua itu akan meminimalkan kontak antara laki-laki dan perempuan.”
CemerlangMedia.Com — Pemerintah telah melegalkan aborsi untuk korban perk*saan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 yang mengacu tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 17/2023 tentang Kesehatan. Peraturan tersebut mendapat reaksi dari beberapa pihak, di antaranya M Cholil Nafis, selaku Ketua MUI bidang dakwah. Ia menyatakan bahwasanya peraturan tersebut tidak sesuai dengan Islam (mediaindonesia.com, 01-08-2024).
Secara garis besar, perpu tersebut menyatakan bahwa tindakan aborsi dilarang dengan pengecualian apabila terdapat indikasi darurat terhadap kesehatan atau dilakukan pada korban tindak pidana perk*saan atau tindak pidana kekerasan s*ksual yang mengacu pada ketentuan dalam kitab undang-undang pidana. Jelas, yang menjadi polemik adalah dilegalkannya aborsi untuk korban kasus pemerk*saan, tanpa ada pertimbangan agamis.
Sementara jika ditinjau lagi, dengan melakukan aborsi, justru beban yang ditanggung korban perk*saan menjadi bertambah karena aborsi memiliki risiko secara fisik bagi korban. Yang awalnya ditujukan sebagai tahapan rehabilitasi, tetapi justru mencederai. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga. Aborsi tidak menghilangkan trauma psikis, justru menambah sakit fisik.
Banyak pihak yang merasa, aborsi tidaklah tepat sebagai solusi karena tindakan tersebut hanyalah antisipasi akhir dalam sebuah kasus pemerk*saan. Negara terkesan ingin cuci tangan dan mencari beresnya saja dengan pelegalan aborsi. Sementara sudah jelas, pangkal permasalahannya adalah kriminalitas perk*saan yang terus meningkat, tetapi tidak terlihat adanya penanganan yang berarti.
Hukum Aborsi
Beberapa pihak menilai, aborsi hanya boleh dilakukan saat janin berusia di bawah 40 hari dan tidak boleh dilakukan setelah peniupan ruh atau di atas 120 hari. Namun, ada pula yang menilai aborsi boleh dilakukan jika kehamilan mengancam nyawa ibu.
MUI sendiri telah lama mengeluarkan fatwa haram pada aborsi. Hal itu tercantum pada fatwa No. 1/MUNAS VI/MUI/2000. Disebutkan bahwa aborsi yang dilakukan sejak pembuahan ovum hingga nafkh al-ruh atau pun setelah nafkh al-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali karena alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syariat Islam. Keharaman ini berlaku untuk semua pihak yang melakukan, membantu, maupun yang mengizinkan dilakukannya aborsi.
Di sisi lain, legalitas hukum ini akan menimbulkan celah bagi pelaku aborsi. Tanpa pelegalan saja, kasus aborsi sangat banyak terjadi, apalagi dilegalkan. Penggunaan surat keterangan dokter mengenai usia kehamilan yang nantinya digunakan untuk penyesuaian dengan kejadian tindak pidana perk*saan, sangat rentan dimanipulasi. Hukum saja mampu dibeli, apalagi untuk sekadar surat keterangan. Pelegalan aborsi untuk kasus pemerk*saan bisa saja disalahgunakan.
Jaminan Keselamatan Perempuan Meminimalkan Perk*saan
Zaman edan sering dijadikan slogan untuk kehidupan masa kini. Kerusakan moral banyak dipertontonkan secara kasat mata dan tanpa malu-malu. Aurat perempuan yang terbuka, pornografi yang marak, prostitusi yang makin tidak teratasi, ditambah kesejahteraan yang kurang memadai, didukung oleh otak yang tidak mampu lagi berpikir jernih sebagai efek dari minuman beralkohol yang dikonsumsi, akhirnya berujung pada tindak asusila sekehendak hati.
Mirisnya, tindakan asusila bukan lagi sebagai kriminal yang mengancam dari luar rumah saja, tetapi juga terjadi di ruang yang dianggap aman, seperti rumah. Bahkan, sudah masuk ke lingkungan pendidikan, seperti sekolahan. Berita pemerk*saan yang dilakukan seorang paman terhadap keponakan, ayah terhadap anak, kakak terhadap adik, pencabulan guru terhadap murid, bukanlah hal baru lagi di telinga.
Maraknya pel*cehan s*ksual, pencabulan, dan pemerk*saan adalah imbas dari sekularisme, kapitalisme, dan liberalisme. Sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan telah membuat manusia lupa hakikat hidupnya. Agama hanya dianggap sebagai ritual dan tidak lagi dipakai sebagai acuan dalam berperilaku.
Kapitalisme dan liberalisme turut andil dalam merusak tatanan moral. Kurangnya kesejahteraan akibat kapitalisme telah meningkatkan angka kriminalitas terhadap perempuan.
Liberalisme mendorong manusia bebas berekspresi hingga kehilangan kontrol diri. Sementaral kontrol diri inilah yang seharusnya diramu dengan tatanan moral, akidah, serta jaminan kesejahteraan masyarakat sehingga akan mampu menekan angka pemerk*saan dan jaminan keselamatan bagi perempuan pun akan terwujud.
Islam Menjamin Keamanan Perempuan
Dalam usaha menjamin keamanan bagi perempuan, tatanan Islam memiliki solusi dari pangkal hingga ujung. Dari pangkalnya, Islam senantiasa mengedepankan landasan akidah dalam membentuk masyarakat agamis, menjauhi perilaku amoral, dan melindungi generasi. Pendidikan akidah ditanamkan sejak dini dan terus-menerus dari keluarga hingga dunia pendidikan.
Dengan meyakini adanya hari pembalasan dan bahwa setiap perbuatan manusia akan dihisab, masyarakat akan dituntun untuk senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar. Segala tindakannya berdasarkan ketaatan untuk meraih rida Allah.
Islam melarang berbaurnya antara laki-laki dengan perempuan, kecuali dalam aspek-aspek tertentu, seperti pendidikan, kesehatan, dan perdagangan. Selain itu, Islam juga menekankan adanya gadzul bashar atau menundukkan pandangan. Semua itu akan meminimalkan kontak antara laki-laki dan perempuan. Bahkan, Islam sangat menekankan pula bahwa manusia dilarang mendekati zina.
Negara juga memberi kemudahan pernikahan bagi pemuda pemudi usia matang yang belum menikah. Membantu menjodohkan bagi yang belum berjodoh sehingga setiap individu masyarakat memiliki tempat yang halal dalam penyaluran syahwatnya.
Negara dengan sistem Islam tidak akan memberi peluang sedikitpun bagi akses maksiat dan pornografi serta segala hal yang dapat memantik munculnya hawa nafsu yang tidak pada tempatnya. Negara juga hadir memberikan rehabilitasi bagi individu yang terlanjur terjerat pornografi.
Sanksi tegas akan diberlakukan bagi siapa saja yang melanggar hukum sehingga mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan, sekaligus memberikan efek takut kepada calon pelaku kejahatan. Di samping itu juga untuk memberikan keadilan bagi korban.
Sebagai ujungnya, negara dalam sistem Islam akan menjalankan aturan Islam secara menyeluruh di segala aspek kehidupan agar mampu menciptakan kesejahteraan. Bilamana rakyat sejahtera, ketenteraman dan kedamaian akan tercipta. Rakyat pun akan mendapat kebahagiaan, tanpa perlu tempat pelampiasan yang tidak terarah. [CM/NA]