Oleh: Meta Nisfia Falah, S.Ak.
Islam memiliki berbagai sumber pendapatan negara yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan menciptakan kesejahteraan bagi setiap individu. Islam juga memiliki zakat, jizyah, kharaj, dan hasil pengelolaan sumber daya alam sebagai sumber pendapatan negara.
CemerlangMedia.Com — Kenaikan PPN 12% atas kebutuhan pokok masyarakat telah dibatalkan baru-baru ini. Kenaikan tersebut hanya akan diberlakukan bagi barang-barang mewah. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai karena adanya sensitivitas pemerintah terhadap ekonomi nasional (tempo.co, 02-01-2025).
Walaupun pajak batal naik, pemerintah tetap menjalankan rencana kompensasi kenaikan pajak. Dikutip dari laman kompas.com (01-01-2025), selama Januari—Februari 2025, rakyat mendapat diskon listrik sebesar 50 persen untuk daya di bawah 2.200. Namun, langkah ini tidak dapat menghapus fakta bahwa pajak tetap menjadi beban ekonomi rakyat, terutama dalam situasi inflasi dan kenaikan harga barang.
Pembatalan kenaikan PPN mendapat sambutan dari masyarakat. Namun sayangnya, harga barang-barang kebutuhan pokok terlanjur mengalami kenaikan. Ditambah lagi dengan datangnya momen Nataru, lonjakan barang kebutuhan pokok terlanjur dirasakan masyarakat.
Banyak keluarga yang terpaksa menyesuaikan anggaran mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar sehingga menambah beban ekonomi di tengah situasi yang sudah sulit. Keberlanjutan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan rakyat sangat diharapkan agar dampak tersebut tidak berlarut-larut.
Pajak, Insentif, dan Kesejahteraan
Di balik lonjakan harga, pembatalan kenaikan pajak dan pemberian insentif atas kompensasi kenaikan pajak seolah angin segar yang menyejukkan. Tampaknya angin segar ini hanya sesaat saja, mendinginkan ekonomi rakyat karena insentif sifatnya hanya sementara dan akan kembali normal dengan PPN sebelumnya sebesar 11% yang masih cukup berat dirasakan rakyat.
Kesejahteraan masyarakat menjadi elemen penting yang harus diprioritaskan dalam pengambilan kebijakan pajak. Di satu sisi, pajak adalah instrumen vital untuk membiayai pembangunan dan program sosial. Namun di sisi lain, pengenaan pajak yang tinggi tanpa disertai kebijakan kompensasi yang berkelanjutan dapat melemahkan daya beli masyarakat, terutama di tengah tingginya inflasi dan kenaikan harga barang.
Keseimbangan antara penerimaan negara dan perlindungan kesejahteraan masyarakat menjadi kunci agar kebijakan ekonomi tidak hanya terlihat responsif sesaat. Akan tetapi, juga mampu menciptakan stabilitas jangka panjang yang lebih kokoh.
Pajak dan Sistem Kapitalisme
Penerapan tarif pajak adalah akibat dari sistem kapitalisme yang mengandalkan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara untuk menjalankan roda pemerintahan. Sistem ini memosisikan pajak sebagai solusi utama untuk membiayai negara. Akan tetapi pada kenyataannya, kebijakan pajak lebih menguntungkan kelas atas dan korporasi besar dibandingkan masyarakat kecil.
Lebih dari itu, ketergantungan pada pajak sebagai sumber utama pendapatan negara menunjukkan kegagalan sistem kapitalisme dalam menciptakan ekonomi yang mandiri dan berkelanjutan. Dalam sistem ini, negara terus mencari cara untuk meningkatkan pendapatan pajak dari rakyat.
Sistem yang terlalu bergantung pada pajak juga menjadi alat legitimasi untuk kebijakan yang tidak adil, seperti subsidi besar-besaran kepada korporasi besar atas nama pertumbuhan ekonomi. Sementara pelayanan dasar bagi rakyat sering diabaikan.
Islam dan Kepemimpinan
Dalam Islam, pajak bukanlah sumber utama pendapatan negara. Pajak hanya diberlakukan dalam kondisi tertentu, seperti ketika kas negara kosong dan ada kebutuhan mendesak untuk melaksanakan pembangunan yang sifatnya wajib. Selain itu, pajak hanya dikenakan kepada rakyat yang mampu sehingga tidak membebani golongan lemah atau yang berada dalam kesulitan ekonomi.
Islam mewajibkan penguasa untuk berbuat baik dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat karena penguasa dalam Islam dianggap sebagai raain (pemimpin yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya). Penguasa memiliki kewajiban untuk menjaga kesejahteraan rakyat, memastikan hak-hak dasar mereka terpenuhi, dan menciptakan kebijakan yang adil.
Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad saw. bersabda,
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis ini mengingatkan bahwa penguasa harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat sehingga mereka menjadi pelayan rakyat, bukan sebaliknya. Pemimpin yang memahami tugasnya sebagai pengabdi rakyat, maka kebijakan yang dihasilkan akan benar-benar mencerminkan kepentingan umat dan bukan sekadar keuntungan bagi segelintir pihak.
Pendapatan Negara dalam Islam
Islam memiliki berbagai sumber pendapatan negara yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan menciptakan kesejahteraan bagi setiap individu. Islam juga memiliki zakat, jizyah, kharaj, dan hasil pengelolaan sumber daya alam sebagai sumber pendapatan negara.
Zakat bukan hanya kewajiban individual, tetapi juga berfungsi sebagai instrumen distribusi kekayaan untuk mengurangi kesenjangan sosial. Jizyah dikenakan kepada nonmuslim yang mampu sebagai bentuk kontribusi terhadap negara yang memberikan perlindungan. Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an,
“Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, miskin, amil yang mengurusnya, mualaf yang dijinakkan hatinya, hamba sahaya, orang yang berutang, yang berjuang di jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan. Itulah ketetapan yang benar dari Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (TQS at-Taubah: 60).
Oleh karena itu, sudah sangat jelas bahwa sumber pendapatan negara yang dikelola dengan aturan Islam akan mampu membiayai berbagai kebutuhan rakyat. Sejatinya, sistem kapitalisme yang mengandalkan pajak dan insentif tidak akan mampu membuat rakyat meraih kesejahteraannya.
Wallaahu a’lam bisshawab. [CM/NA]