Oleh. Elima Winanta
(Aktivis Muslimah)
CemerlangMedia.Com — Juni lalu, lembaga survei Indikator Politik menggelar survei dari 1.220 responden menunjukkan tren kepercayaan publik terhadap sembilan lembaga negara. Hasil survei menyebutkan bahwa dua terendah adalah dari DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan partai politik.
Dikutip dari laman republika.com, kepercayaan publik terhadap DPR sebesar 68,5 persen, terbagi sangat percaya (7,1 persen) dan cukup percaya (61,4 persen). Sedangkan yang kurang percaya (26,6 persen) dan tidak percaya sama sekali (3,1 persen).
Adapun partai politik, kepercayaan terhadap lembaga tersebut sebesar 65,3 persen, dengan sangat percaya (6,6 persen) dan cukup percaya (58,7 persen). Kemudian yang tidak percaya (29,5 persen) dan tidak percaya sama sekali (2,8 persen) (2-7-2023).
Ketidakpercayaan terhadap Wakil Rakyat
Dari survei tersebut menunjukkan bahwa kinerja DPR dan partai politik masih belum memberikan kepuasan kepada rakyat. Bagaimana tidak, jejak rekam DPR dalam menjalankan tiga fungsi utamanya yaitu legislasi, pengawasan dan anggaran nyatanya tidak berpihak untuk rakyat, yang ada justru menyulitkan rakyat. Lembaga ini kerap kali menetapkan kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan rakyat. Sebagaimana UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sejatinya menguntungkan oligarki dan para kapital. Mereka diuntungkan, tetapi rakyat diperas. Rakyat beramai-ramai menggelar aksi bahkan mahasiswa dari sejumlah universitas dan daerah menggelar demo menuntut agar UU tersebut tidak disahkan, tetapi nyatanya suara mereka bak gonggongan anjing. Terdengar tapi sengaja diabaikan.
Cendekiawan muslim Ustaz Ismail Yusanto juga mencontohkan di YouTube UIY Official – Fokus To The Point: Umat Islam dalam Arus Politik 2024, Kamis (18-5-2023) menyebutkan bahwa Undang-undang (UU) Minerba Tahun 2009 yang jelas ketentuannya sangat pro dengan rakyat, yakni ada sekitar 380.000 ladang batu bara dengan potensi lebih dari 65.000 triliun. Di dalam UU disebutkan bahwa ladang tersebut harus kembali kepada negara untuk kepentingan rakyat dan dikelola oleh BUMN. Akan tetapi, diubah oleh wakil rakyat menjadi UU no.2 Tahun 2020 yang memastikan bahwa 380.000 hektar ladang batu bara diperpanjang penguasaannya oleh tujuh perusahaan besar. Ini menunjukkan mereka tidak bekerja untuk kepentingan rakyat
Pengadaan anggaran yang fantastis dan di luar nalar pun tak lepas dari sorotan publik. Masih segar di ingatan kita pada 2022 lalu, DPR RI menganggarkan sebanyak Rp48,7 miliar untuk mengganti gorden, proyek cetak kalender sebanyak Rp955 juta, ganti lift Rp55 miliar. UU IKN (Ibu Kota Negara) disahkan di saat publik menanyakan perihal apa urgensitas pembangunnya, yang jelas membutuhkan dana bertriliun-triliun. Di sisi lain, subsidi banyak dicabut, masih banyak yang kebutuhan hidup rakyat yang tidak terpenuhi, stunting, kemiskinan.
Fakta tersebut juga menggelitik perhatian dari Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati yang menyoroti kebijakan pengurangan subsidi pemerintah untuk masyarakat. Anis mengaku prihatin atas beragam kebijakan subsidi pemerintah, mulai dari dikuranginya nilai manfaat dana haji, pembatasan subsidi pupuk, pengurangan subsidi BBM, kenaikan pajak PPN, hingga rencana kenaikan tiket KRL (Republika, 28-01-2023).
Anggaran dana yang begitu fantastis dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur yang menunjang investasi yangh notabene akan menguntungkan para investor atau kapital, sedangkan rakyatnya ditelantarkan. Lihat saja, masih banyak jembatan akses antardesa yang rusak, tetapi belum tahu kapan kepastian ditangani, jalan protokol yang rusak parah baru akan ditangani jika viral di medsos, belum lagi fasilits pendidikan, kesehatan, dan yang lain-lain. Di tambah lagi, publik makin geram ketika beredar bagaimana gaya hidup para anggota DPR yang serba wah yang diperoleh dari gaji yang tak kalah menggiurkan. Alhasil, kasus korupsi tak elak mewarnai lembaga ini.
Kecewa dengan Parpol
Partai politik yang seharusnya sebagai wadah untuk menampung aspirasi rakyat, malah menjadi wadah untuk kepentingan kelompoknya untuk meraih kursi kekuasaan. Parpol ada untuk rakyat hanya saat pemilu saja. Lihat saja, pada masa-masa pemilu, segala macam jargon dipasang di mana-mana. Mereka mendekati rakyat, terjun langsung ke lapangan, blusukan kampung dan pasar, bagi-bagi sembako untuk mengambil hati rakyat agar masuk dalam jajaran pemerintahan. Setelah itu? Yang ada di telinga kita akan banyak kasus penggelapan dana, korupsi, jual beli jabatan, dan lain-lain. Begitu terus.
Bisa dikatakan sangatlah wajar jika publik merasa kecewa dengan kinerja DPR dan parpol dengan buramnya rekam jejak mereka. Kondisi mereka tidak akan pernah berubah selama sistem ketatanegaraan yang dianut adalah sistem sekuler liberalisme dalam bentuk demokrasi. Lembaga perwakilan rakyat dan partai politik tidak memiliki paradigma berpikir yang benar bahwa keberadaan mereka adalah sebagai pelayan umat, masyarakat secara keseluruhan. Bukan umat oligarki saja. Sistem hidup yang mengesampingkan peran Al Khaliq dalam mengatur kehidupan manusia. Nilai baik dan buruk distandarkan pada keuntungan semata. Tolak ukur kebahagian hanya sekadar memenuhi kebutuhan fisik dan hawa nafsu belaka. Maka sudah sepantasnya jika wajah kepemimpinan hari ini makin rusak.
Kembali Kepada Islam
Maka kepada siapa lagi kita mau berharap kalau tidak kepada Islam. Kita ini muslim, maka semuanya kita kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Mengikuti Al-Qur’an dan as-Sunnah. Islam tidak sekadar mengatur ranah ibadah, melainkan mengatur kehidupan dengan pengaturan paripurna yang sudah Allah susunkan. Kedaulatan hukum ada di tangan Allah. Pemimpin atau penguasa adalah pihak yang bertanggung jawab atas penerapan hukum-hukum Allah untuk dijalankan di muka bumi. Hukum tidak boleh dijalankan atas dasar keuntungan kelompok atau individu.
Dalam penerapan hukum tersebut, rakyat juga bertanggung jawab untuk mengoreksi penguasa. Majelis umat adalah representative dari rakyat. Koreksi, kritikan, dan masukan rakyat akan ditampung dalam majelis umat yang kemudian disampaikan kepada khalifah (pemimpin). Partai politik membangun kesadaran umat agar senantiasa berjalan sesuai dengan hukum yang ditegakkan. Dengan demikian, rakyat, partai politik, dan lembaga perwakilan menjadi elemen penting dalam penerapan hukum negara.
Demikianlah Allah memberikan aturan dalam bernegara. Allah adalah Al-Khaliq sekaligus Al-Mudabbir yaitu Pengatur. Maka saatnya kita mengalihkan kepercayaan kepemimpinan dan pengolahan negara dalam naungan Islam. Kalau mau berharap di sistem saat ini, mau sampai kapan? [CM/NA]