Oleh. Ummu Sholahuddin
(Pemerhati Remaja)
Cemerlangmedia.Com — Kasus kelaparan kembali mendera negeri. Solusi yang ditawarkan sama sekali tidak mampu mengubah kondisi tersebut. Padahal menengok sumber kekayaan alam di negeri yang melimpah ruah -dalam pepatah Jawa mengatakan: gemah ripah loh jinawi, toto tenrem kerto raharjo- yang mempunyai makna bahwa suatu keadaan wilayah yang subur makmur, tenteram, sejahtera, serta berkecukupan dalam segala hal sehingga seharusnya negeri ini mampu mengentaskan kasus kelaparan yang ada.
Seperti yang terjadi di Papua Tengah. Sebanyak 7.000 warga dari Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi di Kabupaten Puncak, Papua Tengah memilih mengungsi akibat kemarau panjang. Kemarau yang terjadi sejak Mei hingga saat ini membuat warga terancam kelaparan.
Bupati Puncak Willem Wandik mengatakan kemarau panjang di wilayah tersebut membuat lahan pertanian milik warga rusak dan tidak bisa ditanami. Bahkan sayur-sayuran yang telah ditanam rusak dan busuk. Menurutnya, jika masyarakat bertahan di situ, maka bisa kelaparan dan terkena penyakit (detik.com, 24-7-2023).
Kurangnya Antisipasi Dini
Musim kemarau telah tiba, berbagai kondisi tengah dirasakan masyarakat di berbagai wilayah negeri. Mulai dari kekeringan yang mengakibatkan masyarakat sulit mendapat air, bahan makanan hingga berujung kelaparan. Hal ini semestinya dijadikan alarm bagi pemerintah untuk mengantisipasi sejak dini sekaligus mengupayakan persiapan jika suatu saat terjadi kasus yang serupa. Sebab faktanya, kasus kelaparan ini bukanlah kasus yang pertama. Namun, sudah menjadi fenomena yang kian merebak setiap waktu.
Selain itu, negara kurang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya persiapan dalam menghadapi musim kemarau yang mengakibatkan paceklik berkepanjangan. Yang ada, masyarakat terlihat gagap dan mengungsi sebagai solusi akhir karena tidak ada stok pangan.
Akibat Kapitalisasi Sumber Daya Alam
Hamparan kekayaan alam negeri begitu berlimpah, terbentang dari Sabang sampai Merauke, baik di darat maupun di laut. Sayangnya, dari kekayaan alam tersebut masyarakat tidak menikmati hasilnya. Ironisnya, masyarakat sendiri dirundung pilu dengan berbagai kondisi yang mengenaskan. Kemiskinan, pengangguran, hingga berujung kematian akibat dari kelaparan.
Prihatin bukan? Ya, beginilah kondisi negeri jika segala sumber kekayaan alam dikapitalisasi oleh golongan tertentu. Di Papua sendiri, terdapat PT Freeport yang beroperasi sejak 1973. Meskipun kini saham tersebut sudah 51,2% beralih ke PT Inalum dan 48,8% oleh Freeport-Mc.Moran Inc (FCX), tetap saja kondisi tersebut tidak mampu mengubah keadaan masyarakat selama sistem kapitalisme masih dijadikan pijakan.
Sistem kapitalisme ini melepaskan tanggung jawab para penguasa pada rakyatnya. Memberikan karpet merah pada pihak asing dan swasta dalam pengelolaan sumber daya alam. Yang mana hasilnya tidak tersalurkan untuk kepentingan rakyatnya. Maka tidak heran dalam sistem ini agama tidak dipakai dalam kepengurusan negara karena akan membatasi gerak para kapitalis. Sebagian mereka mengatakan bahwa sistem Islam tidak layak diterapkan. Bahkan berbagai UU disudutkan untuk para pejuang Islam yang menginginkan tegaknya sistem Islam.
Islam Solusi Mustanir
Islam adalah agama yang sempurna yang mempunyai aturan yang lengkap. Oleh karenanya, jika diterapkan secara kafah dalam aspek kehidupan Islam akan membawa kebaikan dan keberkahan di dunia maupun akhirat.
Allah Swt. berfirman:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS al-A’raf: 96).
Untuk itulah dalam mencapai keimanan dan ketakwaan setiap individu, masyarakat bahkan para penguasa harus hijrah dari sistem sekularisme menuju sistem Islam. Termasuk ketika menyelesaikan permasalahan yang ada, penguasa wajib berpijak pada syariat Islam bukan pada hukum lainnya.
Begitu pula dalam kasus kelaparan. Jika penguasa mau mengambil Islam, tentunya segala permasalahan tidak akan berujung kesengsaraan karena Islam mempunyai solusi yang mustanir dalam menyelesaikannya, yaitu di antaranya dengan:
Pertama, penguasa memberikan edukasi sejak dini, menyediakan teknologi bagi rakyat terutama para petani sehingga mereka mampu menghasilkan sumber pangan yang maksimal jika sewaktu-waktu musim kemarau panjang tiba.
Kedua, pengelolaan sumber daya alam yang menjadi hak milik umum oleh negara tanpa adanya campur tangan asing dan swasta. Hasilnya didistribusikan kepada rakyat secara merata yang ditampung dalam pos baitulmal. Ketika baitulmal mengalami devisit, maka negara boleh melakukan pungutan pajak terhadap warga negara yang kaya.
Seperti itulah Islam menyelesaikan permasalahan kasus kekeringan, yang mana pada masa kejayaan Islam, kondisi darurat pun pernah dirasakan. Khalifah Umar bin Khattab pada saat itu mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi berbagai krisis akibat dari paceklik di kota Madinah selama 9 bulan. Dalam hal ini Khalifah Umar bin Khattab bertindak cepat, tepat, dan komprehensif yaitu dengan menyediakan kebutuhan masyarakat yang ada di pos baitulmal.
Wallahu a’lam. [CM/NA]