Oleh: Endang Widayati
Negara Islam, dalam hal ini Khil4f4h akan memperlakukan sistem sanksi yang tegas dan tanpa tebang pilih. Hukuman bagi pelaku korupsi dalam Islam terkategori takzir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim atau penguasa.
CemerlangMedia.Com — Tidak bisa dimungkiri bahwa hampir semua lembaga dalam pemerintahan ini tidak bisa lepas dari jerat gurita korupsi. Tindak korupsi ini telah menyasar pada setiap kebijakan yang ditetapkan.
Jika diingat, setiap presiden yang dilantik berkomitmen untuk memberantas korupsi pada awal masa jabatannya, tetapi nol besar dalam praktik di lapangan. Buktinya, korupsi makin hari makin menjadi budaya yang tidak bisa dilepaskan dari tubuh pemerintahan.
Terlebih lagi, dilihat dari sisi penanganan korupsi yang ada di negeri ini, tampak lemah dan cenderung tebang pilih. Bisa dilihat dari dua kasus korupsi yang menyeret pejabat kelas atas, sebut saja menteri perdagangan periode 2015–2016, TL yang telah ditetapkan menjadi tersangka. TL diduga memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton. Akibat atas kebijakannya, negara dirugikan Rp400 miliar (cnbcindonesia.com, 03-11-2024).
Di sisi lain, KP, selaku Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diduga melakukan gratifikasi dalam penggunaan fasilitas pesawat jet pribadi ketika pergi ke Amerika. Namun dalam hal ini, KPK menyatakan bahwa pemberian fasilitas jet pribadi tersebut tidak tergolong gratifikasi karena KP bukanlah penyelenggara negara dan ia terpisah dari orang tuanya. Disebutkan bahwa fasilitas yang diberikan itu hanya berupa jasa yang langsung dirasakan oleh KP, bukan barang atau bentuk gratifikasi lainnya yang memengaruhi kebijakan negara (nasional.kompas.com, 03-11-2024).
Apa yang diputuskan oleh KPK terkait kasus KP adalah salah dan menyesatkan. Jika KP bukan siapa-siapa, maka kemungkinan kecil untuk bisa menikmati fasilitas jet pribadi yang nominalnya fantastis. Hanya karena ia adalah putra dari mantan Presiden RI ke 7 Jokowi sehingga bisa menikmati fasilitas tersebut. Jadi, bukan semata-mata karena individunya.
Dari sini jelas bahwa fasilitas tersebut terkategori sebagai gratifikasi yang merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi. Hal itu berdasarkan pada Pasal 12B dan 12C UU Tipikor dan Pasal 12B Ayat 1 UU Tipikor yang menyebutkan bahwa gratifikasi tidak harus dalam bentuk barang, tetapi juga dalam bentuk fasilitas/jasa.
Hukum Tebang Pilih Niscaya dalam Demokrasi
Perlakuan berbeda pada kasus yang menjerat TL dan KP memperlihatkan betapa hukum yang ada bersifat tebang pilih. Kasus lain yang memperlihatkan kondisi serupa, di antaranya kasus korupsi tambang timah yang merugikan negara Rp271 triliun, kasus Bank Century, BLBI, dan KTP Elektronik. Penanganan kasus tersebut lamban dan tidak kunjung usai, padahal sudah jelas, negara dirugikan miliaran, bahkan triliunan rupiah, tetapi belum juga tuntas.
Dengan demikian, jelaslah bahwa asas persamaan di hadapan hukum atau equality before the law tidak diterapkan dalam kedua kasus tersebut. Jika dilihat dari makna asas tersebut, setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, maka asas itu isapan jempol belaka. Bahkan, untuk kasus lain, seperti judol pun juga diberlakukan hukum tebang pilih.
Hal ini niscaya terjadi karena sistem sekuler demokrasi yang diterapkan di negara ini. Sistem ini mengadopsi paham pemisahan agama dari kehidupan, memisahkan agama dari negara sehingga kekuasaan untuk membuat aturan diserahkan kepada manusia.
Manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan akan sifat serakah terhadap sesuatu. Tidak luput dari keinginan memiliki sesuatu, bahkan mampu melakukan segala cara supaya bisa meraih keinginannya.
Memiliki keinginan adalah hal yang wajar bagi setiap manusia. Namun, apabila keinginan tersebut tidak disesuaikan dengan aturan agama, hanya akan menghantarkan pada rasa haus yang mendalam terhadap sesuatu, tidak terkecuali harta benda. Oleh karenanya, tindakan korupsi sangat mudah untuk dilakukan, melihat tidak adanya hukum tegas dan adil yang diterapkan saat ini.
Jika hukum tebang pilih ini yang sering diperlihatkan oleh lembaga penegak keadilan, bagaimana bisa rakyat berharap lebih untuk terciptanya keadilan? Bagaimana bisa rakyat menaruh harapan tinggi kepada penguasa saat ini?
Islam Solusi Tuntas Korupsi
Korupsi adalah tindakan pengkhianatan yang dilakukan oleh seseorang, yaitu menggelapkan harta yang diamanahkan kepada dirinya. Pelakunya disebut khaa’in (pelaku khianat). Korupsi merupakan problem sistemis sehingga butuh penyelesaian yang sistemis juga.
Sistem sanksi dalam Islam mampu memberantas korupsi, baik dari sisi preventif dan kuratif. Dari sisi preventif, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan.
Pertama, negara memiliki kewajiban untuk membina seluruh aparat dan pegawai yang dengan akidah Islam yang kukuh dan lurus agar mampu menjadi insan yang bertakwa dan amanah dalam menjalankan tugasnya.
Kedua, Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi aparat negara. Nabi saw bersabda,
“Hadiah yang diberikan kepada penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran.” (HR Ahmad).
Ketiga, Islam memerintahkan untuk melakukan perhitungan atas kekayaan aparat negara. Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab ra. biasa menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir masa jabatannya.
Keempat, pengawasan oleh negara dan masyarakat. Pemberantasan tindak pidana korupsi akan lebih efektif jika ada kontroling ketat dan tegas dari penguasa dan kontroling secara syariat Islam oleh para ulama. Hal ini akan meminimalkan kesempatan seseorang untuk melakukan korupsi.
Secara kuratif, maka negara Islam, dalam hal ini Khil4f4h akan memperlakukan sistem sanksi yang tegas dan tanpa tebang pilih. Hukuman bagi pelaku korupsi dalam Islam terkategori takzir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim atau penguasa. Bentuk sanksi bisa berupa hukuman yang ringan, seperti teguran dari hakim, denda, penjara sampai pada hukuman yang paling berat, yaitu hukuman mati. Kadar hukuman ini ditentukan oleh seberapa berat kejahatan korupsi yang dilakukan. Sanksi ini bisa terwujud hanya jika Khil4f4h tegak kembali. Wallahu a’lam. [CM/NA]