Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com
#KaburDuluAja juga menjadi signal kuat ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Dalam hal ini, Islam menekankan bahwa pemimpin wajib mengemban amanah dan bertindak adil. Jika tidak, maka azab Allah Swt. telah menunggu di akhirat kelak. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt..
CemerlangMedia.Com — Di sosial media sedang ramai #KaburAjaDulu. Sebuah frasa sederhana yang seolah menggambarkan keputusasaan hidup di negeri sendiri. Tagar ini bukan lelucon atau sekadar kelakar anak muda yang ingin menjelajahi luasnya dunia, melainkan keresahan mendalam tentang hidup di negeri ini.
Tidak main-main, melalui #KaburAjaDulu di berbagai sosial media, khususnya di X, warganet saling memberikan informasi terkait beasiswa, lowongan pekerjaan, pengalaman berkarir, les bahasa, dan pengalaman hidup di luar negeri. Warganet meramaikan hastag #KaburAjaDulu karena ingin menghindar dari tekanan pekerjaan, pendidikan, maupun masalah sehari-hari yang terjadi di Indonesia (Kompas.com, 5-2-2025).
Riuhnya #KaburAjaDulu tidak luput dari pengaruh digitalisasi, terutama sosial media yang menggambarkan tentang kehidupan negara luar yang lebih menyenangkan. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia bertemu dengan tawaran beasiswa luar negeri yang kualitas pendidikannya lebih baik makin membuka peluang untuk “kabur”. Demikian pula dengan bursa kerja.
Di negeri ini sangat sulit untuk mencari pekerjaan, sedangkan di luar negeri banyak tawaran kerja, baik pekerja terampil maupun pekerja kasar dengan gaji yang lebih fantastis. Hal ini turut memberikan andil untuk segera “kabur” dari negeri ini.
Kesenjangan dan Ketidakadilan
Kemajuan teknologi dan informasi sangat memungkinkan bagi anak muda untuk membandingkan kehidupan di dalam negeri dengan kehidupan di berbagai negara luar. Mereka menyadari ada kesenjangan dalam banyak hal, seperti jaminan kesehatan, kualitas pendidikan, kesempatan kerja, dan lainnya. Kesadaran ini mendorong generasi muda untuk mencari kehidupan yang lebih baik ke negara luar.
Terlebih mereka yang aktif di sosial media dan mengikuti kabar kondisi negeri ini. Tingkat pengangguran di negeri ini membludak, PHK di mana-mana, serta kasus korupsi yang menandakan para pengurus negeri ini tidak becus dalam mengurus rakyatnya. Generasi muda merasa, masalah-masalah ini dapat menghambat mereka untuk berkembang dan mencapai kesuksesan.
Demikian keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang seperti Indonesia adalah hal lumrah terjadi. Hal ini akibat orientasi pasar bebas dan persaingan.
Fenomena brain drain juga tidak dapat dihindari. Tenaga kerja dari negara berkembang berpindah ke negara maju untuk mendapatkan kompensasi dan kondisi kerja yang lebih baik. Akibatnya, generasi muda negara berkembang —seperti di Indonesia— yang berpendidikan dan berkompeten memilih untuk bekerja di negara maju sehingga dapat menyebabkan negara ini kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas.
Sementara itu, kapitalisme global cenderung memusatkan kekayaan di negara-negara maju, sedangkan negara berkembang hanya sebagai penyedia tenaga kerja murah dan sumber daya alam. Hal inilah yang melahirkan ketimpangan secara signifikan dalam kualitas hidup sehingga mendorong migrasi dari negara berkembang ke negara maju.
Di sisi lain, cengkeraman kapitalisme menjadikan distribusi kekayaan hanya pada segelintir orang. Akibatnya, terjadi ketimpangan pendapatan, kurangnya kesempatan kerja yang layak dan minimnya akses terhadap layanan publik yang berkualitas. Ketidakpuasan ini menjadikan generasi muda mengincar negara maju untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Inilah kegagalan sistem kapitalisme. Sistem yang menciptakan ketidakadilan dengan segala ketimpangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan. Walaupun begitu, migrasi ke negara maju bukanlah solusi terbaik. Sebab, selama sistem kapitalisme menjadi ideologi negara, ketidakadilan itu selalu ada.
Banyak hal yang harus diperhatikan sebelum memutuskan pindah negara. Pindah ke luar negeri bukan hanya sekadar persoalan mendapatkan gaji yang besar. Akan tetapi, perlu mempertimbangkan kesiapan mental, hukum, dan sosial. Terlebih, banyak korban perdagangan orang secara ilegal, eksploitasi dan diskriminasi, salah satunya disebabkan kurangnya pengetahuan individu terhadap tata cara bekerja di luar negeri.
Islam dan Keadilan
Kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab negara yang wajib dijamin berdasarkan hukum syariat. Negara bertindak sebagai pengelola dan penjamin kebutuhan pokok rakyat. Dalam memenuhi kebutuhan pokok hidup rakyat, negara mengelola sumber daya alam yang menjadi milik umum, seperti minyak, gas, batu bara, dan hasil laut. Negara wajib mengelolanya dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Di samping itu, negara dengan sistem Islam mencegah oligarki dan melarang monopoli oleh segelintir orang. Begitu pula sistem pajak yang menjadi sumber pendapatan negara, harus diganti dengan mekanisme sumber pendapatan negara seperti kharaj, fai, jizyah, dan pengelolaan kepemilikan umum.
Dalam menjamin kesejahteraan rakyat, negara dengan sistem Islam wajib menjamin tersedianya kebutuhan dasar rakyat per individu (sandang, pangan, papan) serta akses ke pendidikan, kesehatan, dan keamanan tanpa memungut biaya atau dengan biaya yang terjangkau. Dengan demikian, peran negara dalam melindungi kesejahteraan rakyat dapat terlihat.
Adapun mengenai #KaburDuluAja menandakan negara gagal menjadi junnah (pelindung) dan raain (pengurus) bagi rakyat, sebagaimana prinsip sistem Islam. Hal ini terlihat dari maraknya privatisasi sektor-sektor strategis, misalnya BBM, listrik, dan air sehingga membuat rakyat harus bayar mahal untuk kebutuhan dasar yang seharusnya menjadi hak rakyat.
Demikian pula, #KaburDuluAja juga menjadi signal kuat ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Dalam hal ini, Islam menekankan bahwa pemimpin wajib mengemban amanah dan bertindak adil. Jika tidak, maka azab Allah Swt. telah menunggu di akhirat kelak. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.,
“Tidaklah seorang hamba yang diberi amanah oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga baginya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Oleh karenanya, dalam memilih pemimpin harus dipilih berdasarkan ketaatan terhadap syariat, bukan kepentingan oligarki atau elite politik. Dengan demikian, solusi dari permasalahan ketimpangan di segala dimensi ini bukan hanya sekadar memperbaiki kebijakan ekonomi kapitalis, melainkan harus dengan perubahan mendasar menuju Islam.
Jika negara menerapkan sistem Islam dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam sistem ekonomi dan pemerintahan, rakyat tidak perlu repot untuk “kabur” dari negeri ini. Sebab, kesejahteraan rakyat sudah dijamin oleh negara secara adil dan bertanggung jawab. Wallahu a’lam. [CM/NA]
One thought on “#KaburAjaDulu: Gambaran Keresahan Generasi”
Fenomena Tagar #KaburAjaDulu merupakan tanda jelas atas kegusaran warganet atas ketidakmampuan negara ini dalam mengakomodir kebutuhan2 mereka. Di mana sejatinya, menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya kepada warganya merupakan kewajiban negara. Bukan malah memberi peluang aseng dan asing.