Oleh: Irsad Syamsul Ainun
Creative Design CemerlangMedia.Com
Satu-satunya pilihan yang mampu mengantarkan pada perbaikan dan terjaganya anak sebagai penerus generasi adalah dengan kembali kepada sistem Islam. Hanya sistem inilah yang hukumnya jelas, tidak dapat ditawar, sebab sumber hukumnya dari Sang Khaliq sekaligus Al Mudabbir, Pemilik semesta, bukan buatan manusia yang lemah dan terbatas.
CemerlangMedia.Com — Anak merupakan permata hati yang dinobatkan sebagai penyejuk hati kedua orang tuanya. Hal ini pun diabadikan dalam QS Al Furqan: 74,
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
“Dan, orang-orang yang berkata, ‘Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.’”
Selain sebagai penyejuk, ayat ini juga menjadi doa orang tua terkait anak yang dianugerahkan kepada mereka. Harapannya, anak-anak ini akan menjadi pemimpin bertakwa kelak.
Mirisnya, di tengah gempuran sistem rusak saat ini, hampir seluruh wilayah bumi, terlebih di negeri +62, kekerasan terhadap anak tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Tidak tangung-tanggung, kekerasan yang dialami pun berujung pada hilangnya kehormatan, anggota tubuh, sampai pada hilangnya nyawa, seperti yang dialami oleh DCN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur. Ia ditemukan dalam kondisi mengenaskan di tengah kebun. Korban diduga keras telah mengalami pemerk*saan (Kompas.com, 17-11-2024).
Lemahnya Hukum Buatan Manusia
Kasus di atas bukanlah yang pertama kali terjadi di negeri ini. Adapun bentuk penyelesaian yang selama ini dilakukan adalah turunnya sejumlah oknum yang merasa perlu terlibat, seperti KPPA dan juga pihak kepolisian. Alhasil, dari sekian kasus yang terjadi, selain mendapatkan pendampingan, juga ditemukannya pelaku kejahatan.
Selain itu, pelaku pun diberi hukuman sesuai pasal yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan dianggap mampu menghadirkan keadilan di tengah umat. Pemberian hukuman kurungan penjara adalah pilihan terakhir yang harus segera direalisasikan oleh pihak berwajib kepada pelaku. Bentuk hukuman ini pula yang menjadi tumpuan harapan keadilan bagi keluarga korban.
Akan tetapi, apakah dengan adanya hukuman ini mampu mencegah, bahkan menghilangkan kekerasan yang terjadi pada anak? Pertanyaan ini sering kali di-up, tetapi lagi-lagi, tidak ada satu pun bentuk kekerasan tersebut dapat terhentikan. Malah sebaliknya, kian hari kekerasan dengan motif yang hampir sama makin merajalela.
Setiap detik, anak-anak tidak hanya mendapatkan ancaman kekerasan dari orang luar. Akan tetapi, dari orang-orang terdekat, termasuk orang tua sendiri yang berpotensi besar melakukan kekerasan terhadap anak. Ini menjadi tugas besar yang sampai sekarang, negara belum mampu menghadirkan solusi yang efektif.
Mirisnya, masyarakat masih terus berharap pada sistem yang diterapkan saat ini untuk menyelesaikan persoalan sampai ke akarnya, padahal berulangnya kasus yang sama menjadi salah satu kode bahwa hukum yang dijalankan saat ini begitu lemah dan tidak bernilai. Jika memang hukum yang berlaku kuat, tidaklah mustahil bahwa hal tersebut dapat terjadi berulang kali. Inilah bukti betapa bobrok dan lemahnya sistem buatan manusia yang menjauhkan agama dari kehidupan, yakni sistem sekuler kapitalisme.
Dalam sistem ini, manusia merasa paling benar dalam penetapan hukum. Oleh karenanya, nyawa berbayar penjara dianggap sebagai bentuk hukuman, padahal di dalam sistem Islam, semua perbuatan akan diberi sanksi sesuai porsinya. Alhasil, sanksi tersebut akan mampu memberikan rasa keadilan serta pengajaran bagi siapa pun yang hendak melakukan kesalahan yang sama kelak.
Islam Mejaga Jiwa, Memuliakan Umat
Hadirnya sistem Islam di tengah gempuran sistem rusak begitu penting. Sebab, hanya dengan Islamlah perkara seperti di atas mampu terselesaikan sampai ke akarnya.
Dalam Islam, setiap pelaku kejahatan, baik itu menghilangkan nyawa ataupun tidak, maka akan diberi hukuman yang jelas sesuai aturan Islam. Selain itu, penjagaan atas keselamatan jiwa anak tidak hanya dibebankan kepada orang tua, tetapi juga kepada masyarakat dan negara.
Pertama, orang tua atau keluarga sebagai pihak pertama yang menjadi tempat bernaung bagi anak. Keluarga, selain bertugas memberikan penafkahan yang baik kepada anak juga menciptakan lingkungan yang menjamin keamanan anak-anak.
Kedua, masyarakat. Lingkungan kedua bagi anak-anak dalam menjalani kehidupan yang nyaman adalah masyarakat. Hal ini dimaksudkan bahwa masyarakat adalah pengontrol individu dalam beraktivitas sehingga setiap anak ataupun orang dewasa akan terbiasa pada perkara amar makruf nahi mungkar.
Ketiga, negara. Negara merupakan pihak utama yang hadir untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Sebab, negara memiliki kewajiban penuh terhadap pemenuhan pendidikan, nutrisi, dan juga keamanan anak. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan lapangan kerja bagi para kepala keluarga, tidak melibatkan perempuan dalam hal pemenuhan kebutuhan keluarga, dan yang paling penting adalah negara memiliki sistem hukum yang menjaga psikis, fisik, ekonomi, dan sosial.
Dengan demikian, satu-satunya pilihan yang mampu mengantarkan pada perbaikan dan terjaganya anak sebagai penerus generasi adalah dengan kembali kepada sistem Islam. Hanya sistem inilah yang hukumnya jelas, tidak dapat ditawar, sebab sumber hukumnya dari Sang Khaliq sekaligus Al Mudabbir, Pemilik semesta, bukan buatan manusia yang lemah dan terbatas. Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]