Oleh: Neti Ernawati
Ibu Rumah Tangga
Sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam akan melahirkan kurikulum dengan visi dan misi yang jelas dalam membentuk generasi emas dan berkepribadian Islam. Tidak akan ada guru maupun anak didik yang menjadi korban kegagalan kurikulum.
CemerlangMedia.Com — Memasuki peringatan yang ke-30 di tahun ini, perayaan Hari Guru Nasional 2024 mengusung tema bertajuk “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan dan apresiasi pada seluruh guru yang ada di Indonesia, yakni para guru hebat yang mendedikasikan waktunya untuk mendampingi dan membina generasi muda dalam membangun Indonesia jadi bangsa yang kuat (Liputan6.com, 22-11-2024).
Sebagaimana diketahui, pembinaan generasi saat ini hampir sepenuhnya dilakukan dengan melibatkan para guru, mulai dari 2 tahun pendidikan usia pra sekolah dan 12 tahun pendidikan sekolah. Generasi dididik menjadi manusia seutuhnya, manusia yang memiliki karakter dan kepribadian baik agar memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Melalui tujuan tersebut, guru pun memiliki posisi yang sangat penting dalam sistem pendidikan.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik generasi, muncul stigma guru sebagai pekerja, bukan sebuah pengabdian mulia. Hal ini tidak lain karena tindakan dari sebagian oknum guru. Ada guru yang benar-benar mengabdi, tetapi ada juga guru yang hanya menjalani profesinya sebagai pekerjaan.
Guru yang dianggap sebagai tenaga kerja, kemudian tidak dianggap sebagai panutan yang harus dihormati. Guru seperti inilah yang rawan menjadi korban kriminalisasi. Sementara itu, guru yang tidak sepenuhnya memiliki nurani, mengabdikan diri menjadi pendidik yang kurang peduli dengan anak didik. Bahkan, ada yang menjadikan muridnya sebagai korban perundungan dan pel3c3han. Jaminan perlindungan guru dan murid yang minim menyebabkan banyak dari kedua pihak tersebut menjadi korban.
Tidak dimungkiri, penyelenggaraan peningkatan kualifikasi pendidikan guru dengan minimal berpredikat Diploma IV/Strata Satu (D-IV/S-1), pelatihan kompetensi, serta peningkatan kesejahteraan melalui sertifikasi menyita sebagian waktu dan konsentrasi guru dalam totalitas pengabdiannya. Pasalnya, tidak sedikit dari pahlawan tanpa tanda jasa tersebut mengikuti sertifikasi, pelatihan, hingga terjun ke bangku kuliah demi mendapat gaji dan tunjangan pensiun yang lebih tinggi. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa di satu sisi guru berjibaku untuk meraih kesejahteraan dan menyiasati persoalan biaya hidupnya, sedangkan di sisi lain ada guru yang tetap berupaya mempertahankan pengabdian sebagai pendidik yang mencerdaskan generasi.
Kurikulum dan Kebijakan Pendidikan yang Berubah-ubah
Berubah-ubahnya kurikulum turut menambah beban kerja para pendidik. Pada periode Kurikulum 13, penilaian guru terhadap murid tidak lagi hanya didasarkan pada nilai akademik, tetapi juga keterampilan dan tingkah laku. Hal ini secara otomatis membuat guru harus lebih jeli dalam memperhatikan murid-muridnya.
Memasuki Kurikulum Merdeka yang lebih fleksibel karena disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi siswa, guru diarahkan untuk mengutamakan keceriaan anak. Alhasil, pada penerapan kurikulum ini, muncul isu tentang fenomena siswa yang tetap naik kelas, meski belum mampu membaca.
Saat ini, ada rencana penerapan metode Deep Learning oleh Mendikdasmen Abdul Mu’ti untuk meningkatkan kapasitas siswa yang meliputi pendidikan matematika, sains, teknologi sejak usia dini. Sementara di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa anak usia dini seharusnya belum diajarkan matematika.
Kurikulum dan kebijakan pendidikan yang berubah-ubah ini bukan hanya memberi tekanan kepada guru, tetapi juga membuat arah pendidikan simpang siur. Guru harus berkali-kali mengikuti pembekalan dan penataran setiap kali ada kurikulum dan kebijakan baru.
Murid tidak ubahnya bak kelinci percobaan yang hanya bisa mengikuti ketentuan pendidik. Lambat laun, guru yang belum siap dengan pola pendidikan yang baru akan menyebabkan turunnya prestasi siswa.
Di sisi lain, kurikulum yang masih berlandaskan asas sekuler kapitalisme akan melahirkan generasi berpikiran bebas (liberal), minim adab, dan berpotensi berbuat kerusakan di tengah masyarakat. Sekularisme akan mendidik generasi menjauh dari fitrahnya sebagai manusia ciptaan Tuhan, sedangkan kapitalisme akan mendidik generasi mengikuti naluri kebutuhan duniawi semata.
Oleh karena itu, negara harus mulai memikirkan nasib generasinya, memosisikan mendidik generasi sebagai amanah yang wajib dijalankan. Negara perlu pula menyusun kurikulum yang berasaskan akidah dan akhlak agar terlahir generasi yang beradab dan bermoral. Pendidikan harus benar-benar ditujukan untuk mendidik generasi, bukan untuk uji coba kompetensi ataupun disusun demi kebutuhan pasar dengan menjadikan generasi hanya siap untuk bekerja tanpa siap bertanggung jawab untuk kehidupan sosialnya.
Islam Lahirkan Generasi Cemerlang
Guru haruslah terwujud dari mentalitas manusia yang berakhlak mulia agar mampu mendidik generasi cemerlang, yaitu generasi yang mampu menyatukan ketakwaan dan intelektual sehingga menjadi manusia yang beradab, bermoral, dan tidak menimbulkan kerusakan di masyarakat. Kesejahteraan guru adalah kesejahteraan muridnya. Sebaliknya, kesuksesan murid adalah kesuksesan gurunya.
Oleh karena itu, tata aturan Islam akan memberikan jaminan perlindungan terhadap guru serta meningkatkan kualitas ilmunya. Perlindungan tersebut bukan hanya dalam hal kesejahteraan, tetapi juga jaminan keamanan ketika melaksanakan tugas.
Sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam akan melahirkan kurikulum dengan visi dan misi yang jelas dalam membentuk generasi emas dan berkepribadian Islam. Tidak akan ada guru maupun anak didik yang menjadi korban kegagalan kurikulum karena pendidikan Islam akan memastikan generasinya memiliki ilmu yang bermanfaat untuk kemaslahatan umat, sebagaimana sejarah telah membuktikan keunggulan sistem pendidikan Islam yang diterapkan oleh negara dalam naungan Daulah Khil4f4h. [CM/NA]