Penulis: Yuli Mariyam
Pendidik Generasi Tangguh
Pemilihan politikus dan kepala daerah dalam Islam tidak memerlukan biaya yang tinggi. Setiap kepala wilayah dipilih dengan cara baiat oleh perwakilan masyarakat setempat sehingga tidak ada celah bagi para pemilik modal atau cukong untuk mendanai aktivitas tersebut, apalagi memuluskan ambisinya. Orang-orang yang terpilih pun tidak diragukan kemampuannya dalam meriayah umat.
CemerlangMedia.Com — Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Kegiatannya meliputi penyuapan, penjualan pengaruh dan penggelapan bahkan memungkinkan adanya praktek yang legal di berbagai negara (Wikipedia.com).
Meski begitu jelas merugikan negara, tetapi anehnya, sistem demokrasi yang diterapkan saat ini menumbuh suburkan praktek korupsi di negeri ini. Bahkan, apabila dirunut dari sejak kepemimpinan presiden sebelum-sebelumnya, terlalu banyak korupsi yang terjadi.
Sepanjang Presiden Prabowo Subianto menjabat, sudah ada beberapa petinggi yang tersandung kasus korupsi, di antaranya adalah mantan direktur umum pertamina Luhur Budi Djatmiko dengan dugaan pembelian tanah oleh BUMN, mantan direktur operasi PT Timah Alwin Albar dalam kasus proyek pembangunan mesin pencuci pasir timah (washing Plant), Direktur Jendral Perkerataapian Kementrian Perhubungan tahun 2016-2017 Prasetyo Budi Tjahyono dalam kasus aliran dana ke rekening pribadi, dan masih banyak lagi kasus lain yang muncul di tahun pertama kepemimpinannya.
Dalam sebuah Forum Internasional World Government Summit 2025 di Dubai, Uni Emirat Arab, yang dihadiri secara virtual, pada Kamis (23-2-2025), Prabowo mengatakan, tingkat korupsi di negara Indonesia sangat menghawatirkan. Prabowo bertekad untuk menggunakan seluruh tenaga dan wewenang yang diberikan kepadanya oleh konstitusi untuk mengatasi penyakit ini. Prabowo menambahkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia menderita akibat korupsi di negri ini.
Fakta lain yang tidak kalah penting untuk diketahui adalah banyaknya kasus korupsi yang tidak transparan, bahkan terkesan terhenti, seperti penetapan Thomas Trikasih Lembong oleh Kejagung sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula (Kompas.com, 6-3-2025). Begitu pula penetapan Bupati Sidoarjo periode 2021—2024 Ahmad Muhdlor Ali dalam kasus pemotongan dana insentif pegawai negeri, kasus mafia judol yang melibatkan 11 anggota Kementrian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta banyak lagi kasus korupsi lainnya (Hukumonline.com).
Kapitalisme Biang Korupsi
Biang dari korupsi yang menggurita dan tidak tuntasnya penanganannya tidak lain dan tidak bukan adalah karena penerapan sistem kapitalisme sekuler di negeri ini. Fakta membuktikan bahwa pelaku korupsi bukanlah dari kalangan yang tidak berpendidikan. Begitulah, pendidikan tinggi yang tidak dibarengi dengan akidah yang kuat dari asas sekularisme ini telah menjauhkan intelektual dari agamanya sehingga halal-haram bukan standar saat menjalankan amanahnya.
Sistem politik demokrasi tidak bisa berjalan jika tidak mengandalkan uang. Setiap kontestasi yang diselenggarakan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Bahkan, banyak dari mereka yang menguras kantong sampai menjual aset yang dimiliki untuk modal kampanye. Hal ini memungkinkan bagi cukong-cukong yang berambisi terhadap sebuah kepentingan mendanai kampanye tersebut.
Bahkan, membeli suara rakyat untuk memastikan kepentingannya tercapai dengan legal melalui tangan petinggi yang terpillih. Jika tidak demikian, gaji yang sedikit tidak bisa mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan. Apalagi jika dibarengi dengan gaya hidup pejabat yang hedonis, tentu korupsilah jalan pilihannya.
Begitu pun jika berbicara tentang hukum yang tidak memberikan efek jera. Sel penjara selevel hotel bintang lima dan masa tahanan yang cukup singkat bagi koruptor dengan nilai triliyunan rupiah, menampakkan wajah asli bahwa sistem inilah yang menjadi biang keroknya.
Korupsi dalam Pandangan Islam
Berbeda pandangan dengan kapitalis demokrasi, Islam sebagai agama yang sempurna mempunyai aturan yang menyeluruh untuk memberantas korupsi. Pada skala individu muslim, akidah Islam menanamkan bahwa halal haram harus menjadi standar setiap amal perbuatan. Apakah perbuatan tersebut halal sehingga ketika anak Adam melakukannya bernilai pahala, ataukah mubah sehingga boleh dikerjakan atau ditinggalkan, atau mungkin haram dan terlarang untuk dilakukan.
Pemilihan politikus dan kepala daerah dalam Islam tidak memerlukan biaya yang tinggi. Hal ini bisa dilihat dari sejarah Islam yang berjaya selama 14 abad dari masa Khulafa’ur Rasyidin kemudian berlanjut ke masa Kekhalifahan Abasiyah, Umayyah, dan terakhir Kekhalifahan Utsmaniyah di Turki.
Setiap kepala wilayah dipilih dengan cara baiat oleh perwakilan masyarakat setempat sehingga tidak ada celah bagi para pemilik modal atau cukong untuk mendanai aktivitas tersebut, apalagi memuluskan ambisinya. Orang-orang yang terpilih pun tidak diragukan kemampuannya dalam meriayah umat.
Kisah pemilihan pengganti Rasulullah, contohnya, beberapa sahabat yang terpilih melakukan diskusi untuk mencari yang terbaik di antara yang terbaik dimasa itu. Mereka memutuskan Abu Bakar sebagai khalifah karena adanya petunjuk hadis yang mengarah kepada beliau sebagai manusia terbaik dari kalangan sahabat Nabi.
Begitu pula jika menyoal hukuman yang diberlakukan terhadap koruptor. Islam menyerahkan hal tersebut kepada khalifah dan hakim (kadi) untuk berijtihad dan memutuskan hukuman apa yang akan dijatuhkan.
Korupsi bisa dianggap sebagai pencurian dan apabila telah mencapai nisab, maka hukumannya adalah sanksi fisik dengan potong tangan atau hukuman mati jika di dalamnya terdapat pengkhianatan, perampasan, penggelapan, suap, dan manipulasi. Sementara sanksi non fisiknya adalah mengembalikan harta yang dikorupsi kepada institusi yang bersangkutan, menerapkan sanksi sosial dengan mengucilkan, dan mengancam dengan sanksi moral, yakni tidak menyalati jenazah koruptor jika dia meninggal dunia.
Khatimah
Ketika Islam diterapkan dalam sebuah sistem kehidupan, maka akan mampu mewujudkan generasi gemilang, mulai dari individu yang beriman dan bertakwa, masyarakat yang tangguh dan berakhlakul karimah, serta negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Hal ini tidak bisa tercapai apabila sistem yang digunakan masih menganut paham kapitalisme demokrasi dengan asas sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Oleh karena itu, kaum muslim harus kembali kepada Islam dan mendakwahkan Islam sebagai agama dan sistem negara yang rahmatan lil alamin. Wallahu a’lam bisshawab [CM/Na]