Oleh: Nuri Safa
“Dalam negara Islam, air termasuk kepemilikan umum dan menjadi kebutuhan publik. Oleh karenanya, pengelolaan air bersih tidak boleh diserahkan kepada perorangan maupun swasta, tetapi harus dalam kendali negara.”
CemerlangMedia.Com — Gemah ripah loh jinawi, begitulah katanya gambaran negeri Indonesia. Tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman, gambaran lain yang dituangkan dalam sebait syair. Sebuah kondisi yang menunjukkan betapa Indonesia ini sebenarnya negara yang sangat subur ditandai dengan sumber air yang melimpah ruah.
Di Kalimantan Barat khususnya, sampai dijuluki Provinsi Seribu Sungai saking melimpahnya sumber air. Tidak hanya air dari kanal-kanal sungai, tetapi juga dari pegunungan yang membentang dari utara sampai selatan. Sayangnya, julukan seribu sungai dan banyaknya pegunungan tidak lantas membuat rakyat bisa dengan bebas mendapatkan sumber air.
Sulit Air di Negeri Kaya Air
Beberapa tahun belakangan ini, krisis air bersih melanda beberapa daerah di Indonesia. Di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Kayong Utara, krisis air bersih adalah problematika tidak berkesudahan yang menimpa masyarakat sekitar, padahal secara geografis, wilayah Kabupaten Kayong Utara memiliki pegunungan dengan sumber air bersih yang tidak terkira.
Sangat disayangkan, wilayah dengan air bersih melimpah, justru mengalami krisis air. Ini jelas merupakan sesuatu yang sangat menyedihkan. Pemerintah seolah enggan bertanggung jawab. Hal ini terlihat dari ketidakhadiran pemerintah, anggota DPRD, serta pihak-pihak terkait dalam menyelesaikan problem masyarakat (kompaspemburukeadilan.com, 17-08-2024).
Rakyat sampai harus merogoh kocek lebih dalam agar bisa mendapatkan air bersih, yakni Rp150.000 untuk seribu liter air, padahal Kayong Utara dengan perbukitannya seharusnya mampu menutupi kebutuhan air bersih masyarakat. Namun, keberadaan tiga perusahaan air mineral yang mengambil sumber air di Sukadana, ibukota Kabupaten Kayong Utara mempersempit kesempatan warga dalam mendapatkan air bersih (wartapontianak.pikiran-rakyat.com, 14-08-2024).
Mudahnya perizinan bagi korporasi dalam memanfaatkan sumber air dan dijual kembali kepada masyarakat dengan harga tinggi, membuat semua problem air bersih ini seolah bahan gurauan di mata korporasi. Terlebih ketika perusahaan-perusahaan tersebut memiliki teknologi yang bisa menyedot air hingga jauh ke dalam bumi membuat masyarakat sekitar yang tidak memiliki teknologi canggih hanya bisa menikmati sisa-sisa air yang berada di permukaan. Tentu debit air yang bisa dimanfaatkan masyarakat sudah tidak banyak lagi. Oleh karenanya, meski sedang musim hujan sekalipun, masyarakat tetap mengalami krisis air.
Kapitalisasi Air
Inilah kenyataan pahit yang sedang terjadi di depan mata. Ini terjadi karena pemerintah enggan mengambil peran di luar regulator. Pemerintah justru seolah-olah mempersilakan korporasi untuk berlomba-lomba mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari sumber daya alam lewat diterbitkannya sejumlah peraturan tentang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya air, bahkan pengelolaan tata kota dan infrastruktur.
Keberadaan aturan ini sering kali tidak berdaya dalam mengatasi semua permasalahan krisis air. Bahkan, kalah di hadapan kekuasaan para korporasi.
Selain itu, air saat ini dipandang sebagai komoditas ekonomi sehingga bisa diprivatisasi dan dikomersialkan oleh siapa pun. Kebijakan privatisasi ini yang menyebabkan tertutupnya akses masyarakat terhadap air bersih, meskipun berada di wilayah sumber air. Akibatnya, rakyat harus merogoh kocek lebih dalam untuk bisa mendapatkan air bersih ini.
Seperti itulah kondisi yang terjadi di negeri-negeri yang menerapkan sistem kapitalisme dengan mekanisme pasar bebasnya. Siapa pun bisa menguasai apa saja selama memiliki modal. Apa pun bisa dijadikan komoditi ekonomi yang bernilai jual tinggi, tanpa memandang apakah itu akan memengaruhi hajat hidup masyarakat atau tidak.
Semua ini diperparah dengan minimnya keterlibatan pemerintah. Langkah nyata yang dilakukan pemerintah hanyalah sebatas menyediakan subsidi air yang dilakukan agar roda perekonomian masyarakat tidak terhenti dan mekanisme pasar bebas bisa terus terlaksana.
Pengelolaan Air dalam Islam
Allah telah menciptakan air dengan siklusnya yang kompleks dan bisa mencukupi kebutuhan hidup manusia. Dalam negara Islam, air termasuk kepemilikan umum dan menjadi kebutuhan publik. Oleh karenanya, pengelolaan air bersih tidak boleh diserahkan kepada perorangan maupun swasta, tetapi harus dalam kendali negara.
Berikut beberapa hal yang dilakukan negara dalam pengelolaan air bersih.
Pertama, memastikan rakyat bisa mendapatkan air bersih dan air minum yang berkualitas secara gratis. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat danau, bendungan, dan penampungan-penampungan air lainnya dalam jumlah yang bisa mencukupi kebutuhan masyarakat.
Kedua, memastikan tata kelola hutan dengan baik. Hutan memegang peran penting dalam siklus air karena fungsi hutan sebagai pencegah terjadinya erosi. Jika pun telah terjadi deforestasi, negara harus melakukan reboisasi untuk bisa mengembalikan ekosistem yang rusak dengan harapan bisa menghidupkan kembali sumber air yang telah mati.
Ketiga, terkait daerah industri, negara harus dengan tegas mengatur permasalahan pencemaran lingkungan karena limbah. Limbah ini akan diolah sedemikian rupa sehingga aman dan tidak mencemari air. Perusahaan juga harus ditindak tegas jika melanggar aturan ini.
Dengan penerapan Islam yang kafah, pengelolaan sumber daya air yang tepat akan memberikan kesejahteraan yang sempurna bagi seluruh rakyat, tanpa menimbulkan efek kerusakan yang besar.
Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]