Oleh. Nurseha Sapri, S.Pd.
CemerlangMedia.Com — Ajang pertemuan aktivis lesbian, gay, biseksual, dan transgender (L687) yang direncanakan digelar di Jakarta akhirnya batal dilaksanakan. Sebelumnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Andhika Permata menyatakan bahwa Pemprov DKI dengan tegas menolak dan melarang rencana ini. Pemprov DKI akan meminta bantuan Polda Metro Jaya terkait larangan rencana kegiatan komunitas L687 (CNNIndonesia.com, 12-7-2023).
Berkembangnya L687
L687 adalah penyimpangan orientasi seksual yang mencakup kelompok orientasi dan beragam identitas gender. L687 adalah orang yang memiliki beragam identitas seksual, yaitu lesbian, gay, biseksual dan transgender yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dunia. Perilaku ini dipahami sebagai perilaku yang menyimpang atau dikatakan sebagai penyakit mental dan dilarang di Indonesia.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim tentu sangat mengharamkan perilaku ini. Apalagi mengingat dampak berbahaya bagi pelaku maupun orang normal lainnya. Dampak perilaku ini meluas ke berbagai aspek kehidupan. Dampak kesehatan yang ditimbulkan di antaranya adalah 78% pelaku homoseksual terjangkit penyakit kelamin menular. Sedangkan dampak sosial yang ditimbulkan akibat L687 adalah, seorang gay bisa memiliki pasangan antara 20-106 orang per tahunnya. Sedangkan seorang homoseksual melakukannya dengan lebih dari 1000 orang. 79% dari mereka mengatakan bahwa pasangan homonya tersebut berasal dari orang yang tidak dikenalinya sama sekali. Artinya perilaku menyimpang ini bisa meningkat tinggi jika dibiarkan. Dampak lainnya dari pendidikan dan keamanan sungguh sangat mengerikan, yakni kaum homoseksual melakukan 33% pelecehan seksual terhadap anak-anak di Amerika Serikat (media.neliti.com, Januari 2017).
L687 Wajib Ditolak
Gelombang demonstrasi penolakan terhadap L687 makin deras diberbagai wilayah Indonesia, sebagaimana yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Riau bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan juga berbagai unsur ormas serta mahasiswa. Penolakan terhadap L687 dilakukan melalui penandatanganan deklarasi penolakan L687. Deklarasi ini merupakan bentuk pernyataan sikap untuk menjadikan L687 sebagai musuh bersama karena L687 bukan hanya merusak keturunan atau generasi, tetapi juga merusak semuanya termasuk merusak agama (Riau.go.id, 12-7-2023).
Tidak hanya di Indonesia, bahkan penolakan L687 ini terjadi di Amerika yang notabene adalah negara sekuler. Gelombang demonstrasi penolakan ini meningkat sekitar 30 kali lipat dari 2017 berdasarkan data dari hasil penelusuran Jay Ulfelder Universitas Harvard. Demonstrasi ini dilakukan baik secara luring maupun daring. Aksi luring ini salah satunya dilakukan oleh komunitas wilayah Detroid yang melakukan aksi penolakan pemasangan bendera L687 di tiang bendera milik publik pada acara Pride Month setelah melalui pertemuan yang menghabiskan waktu berjam-jam dan menegangkan di Dewan Kota Hamtramck (Republika, 18-6-2023).
Banyaknya aksi penolakan terhadap L687 justru menunjukkan eksistensinya, terbukti makin masifnya kampanye-kampanye yang mereka lakukan. Mereka masuk melalui berbagai pintu, mulai dari hak asasi manusia, organisasi sosial kemasyarakatan serta menggunakan media sosial sebagai alat untuk mempromosikan gerakan mereka. Bahkan gerakan ini didukung dan dilindungi oleh PBB dalam resolusinya tentang HAM, identitas gender, dan orientasi seksual yang telah diterbitkan PBB pada 2011 yang menggarisbawahi mengenai perlindungan dan penjagaan terhadap hak-hak asasi manusia bagi setiap orang tanpa terkecuali, termasuk hak-hak L687 (goodnewsfromindonesia.id, 12-4-2023).
L687 Tumbuh Subur dalam Sistem Demokrasi
L687 lahir dan tumbuh subur dalam sistem kapitalisme yang mengagungkan kebebasan, bebas dalam beragama, berperilaku/berekspresi, bebas dalam hal kepemilikan serta bebas berpendapat. Standar berperilaku yang serba bebas membuat manusia menghalalkan segala cara, menyalahi kodrat dan fitrahnya sebagai manusia. Perilaku ini sangat membahayakan kehidupan manusia, baik dari segi kesehatan, sosial, pendidikan, keamanan, bahkan hilangnya generasi.
Dari sisi kesehatan, L687 merupakan penyumbang terbesar dari HIV/AIDS dan penyakit seksual menular lainnya. Kasus HIV yang muncul dari perilaku L687 ini selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada 2021 sebanyak 116 kasus dan meningkat sebanyak 253 kasus HIV dan 18 kasus AIDS pada 2022 (antaranews.com, 6-3-2023).
Indonesia, meski negara dengan mayoritas muslim, dengan alasan hak asasi manusia (HAM) tidak juga membuat aturan yang tegas terhadap pelaku L687, bahkan dalam KUHP terbaru yang disahkan DPR pada 6 Desember 2022 tidak ada menyebutkan ancaman pidana terhadap pelaku L687. Berdasarkan KUHP ini menjadikan lemahnya perlindungan negara terhadap ancaman L687. Hal ini tentu sangat menghawatirkan umat, padahal orang-orang yang meloloskan undang-undang ini adalah muslim yang memahami keharaman dan bahaya yang ditimbulkan L687. Chandra Purna Irawan Ketua LBH Pelita Umat kepada Republika.co.id, Ahad (22-1-2023) mengatakan bahwa KUHP tidak memberikan ancaman pidana terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (L687). Ia juga menambahkan bahwa KUHP ini membuka ruang normalisasi L687 dengan kampanye-kampanye masifnya di berbagai wilayah. Tidak adanya larangan keras dalam KUHP menjadi hal yang disesalkan. Belum lagi dugaan adanya pernyataan dari Mahfud MD yang mengatakan bahwa L687 itu adalah kodrat tuhan menambah deretan panjang peluang makin berkembangnya perilaku L687 ini.
Islam Mencegah Perilaku Menyimpang
Dalam Islam, negara memiliki peran penting menjaga dan melindungi rakyatnya, peran dan fungsi negara adalah mengurusi seluruh urusan umat. Negara dengan berasaskan akidah Islam menerapkan hukum-hukum Islam akan melakukan bentuk-bentuk penjagaan terhadap rakyatnya. Allah Swt. berfirman, “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS An-Nahl: 72). Atas dasar inilah negara melarang segala bentuk perilaku yang menyimpang dan menyalahi syariat Islam.
Islam dengan tegas mengharamkan perilaku L687. Dalam kehidupan Islam, perilaku manusia diatur untuk mencegah terjadinya perilaku-perilaku yang menyimpang. Ketakwaan individu yang dibangun dari akidah Islam mewujudkan perilaku amar makruf nahi mungkar yang mencegah perilaku dan pemikiran-pemikiran yang menyimpang. Belum lagi negara yang berfungsi untuk meriayah, menjaga rakyat agar terikat dengan hukum syarak dan menjadikan hukum Allah yang mengatur kehidupan rakyat sehingga rakyat terlindungi dan terjaga dari perilaku-perilaku yang menyimpang. Negara memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku L687.
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (HR Tirmidzi dan yang lainnya, disahihkan Syekh Al-Albani).
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Setiap aturan yang lahir dari Islam mampu menjaga manusia dari hal-hal yang merusak. Islamlah satu-satunya sistem yang dapat menyelesaikan permasalahan L687 secara sempurna. Islam melalui sistem pemerintahan yang menerapkan aturan Islam mewujudkan pribadi-pribadi masyarakat yang beriman dan bertakwa, memberikan pendidikan yang benar dalam hal pergaulan, membentuk kepribadian Islam serta melakukan penjagaan melalui aturannya. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]