Penulis: Neli Cahaya
Dalam sistem politik Islam, syariat diterapkan secara menyeluruh sehingga akan menutup peluang bagi pelaku korupsi. Proses pemilihan pemimpin akan berlangsung dengan jujur berdasarkan kualitas pemimpin yang sesuai dengan kriteria Islam.
CemerlangMedia.Com — Klasemen “Liga Korupsi Indonesia” adalah istilah yang tengah menjadi sorotan hangat warganet setelah munculnya kasus dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang oleh pejabat PT Pertamina Prata Niaga. Istilah ini muncul pertama kali sejak (27-12-2024), di media sosial X (Twitter), salah satunya diunggah oleh akun @Kanlir (kompas.com, 28-2-2025).
Dalam dunia sepak bola, klasemen digunakan untuk menyusun peringkat klub berdasarkan jumlah poin yang dikumpulkan atau menjadi alat analisis untuk melihat performa tim di lapangan. Namun, dalam konteks “Liga Korupsi Indonesia,” peringkat ini merujuk pada besarnya nilai kerugian negara akibat kasus-kasus korupsi terbesar yang telah terjadi di negeri ini. Saat ini “Liga Korupsi Indonesia” dipimpin oleh PT Pertamina Prata Niaga, yakni berjumlah hampir Rp1 kuadrilun (Rp968,5 triliun) dan juga kasus korupsi lain yang tidak kalah mencengangkan.
Buah Penerapan Kapitalisme
Di negeri ini, korupsi sepertinya sudah menjadi sebuah tradisi. Para koruptor sudah mati rasa dan tidak peduli apakah hal ini akan merugikan rakyat atau tidak, yang terpenting adalah kesejahteraan bagi para pelaku korupsi. Mirisnya lagi, semua kasus korupsi ini terungkap saat kebijakan efisiensi anggaran sedang diterapkan oleh pemerintah.
Korupsi dapat menyebabkan kurangnya jatah untuk layanan publik. Terdapat Rp306,96 triliun anggaran yang sedang diirit oleh negara. Di sisi lain, ratusan bahkan ribuan triliun uang rakyat lenyap dibabat para tikus berdasi yang menjadikan BUMN sebagai alat untuk merampok uang rakyat. Akibatnya, kasus ini membuat nilai rupiah anjlok, terjun bebas hingga level terburuk sepanjang sejarah Indonesia.
Penanganan kasus korupsi di negeri ini pun tampak tidak serius. Negara bahkan, seolah-olah memberi ruang kepada orang-orang yang sudah memiliki catatan korupsi dalam hidupnya, seperti Burhanuddin Abdullah yang pernah terjerat kasus korupsi aliran dana Bank Indonesia ke DPR senilai Rp100 miliar, kini justru dijadikan tim pakar Danantara.
Penerapan sistem sekuler kapitalisme adalah penyebab maraknya virus korupsi di negeri ini. Uang dijadikan tangga untuk menduduki kursi kekuasaan. Kepemimpinan dianggap sebagai alat bisnis. Penguasa bekerja sama dengan pemilik modal dan menjadikan sumber daya alam milik rakyat sebagai sasaran mereka. Alhasil, hubungan rakyat dan penguasa seperti pedagang dan pembeli.
Selain itu, sanksi yang diterapkan bagi para pelaku korupsi di negeri ini sangat tumpul ke atas sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi para koruptor. Bahkan, presiden memberikan sinyal bahwa akan memaafkan pelaku korupsi apabila ia mengembalikan uang yang dikorupsinya. Realitanya, kata penjara hanyalah formalitas. Mereka bahkan bisa menikmati fasilitas elite sampai bisa keliling ke luar negeri dengan menggunakan kekuatan uang dan suap.
Biang persoalan korupsi adalah hasil dari penerapan sistem kapitalisme. Apabila fenomena klasemen korupsi yang terjadi saat ini diibaratkan seperti sebuah liga, maka dapat dipastikan bahwa sistem kapitalismelah yang menjadi penyelenggaranya.
Islam Melahirkan Pemimpin Terbaik
Tentu saja, sekuler kapitalisme berbeda dengan sistem Islam. Islam hadir sebagai rahmatan lil alamin. Islam merupakan satu-satunya ideologi yang pantas dijadikan sebagai solusi praktis bagi dunia. Islam tidak hanya mengurus tentang spiritual, tetapi Islam adalah agama yang mengurus seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak ada satu pun permasalahan yang tidak dapat dipecahkan oleh hukum Islam.
Dalam sistem politik Islam, syariat diterapkan secara menyeluruh sehingga akan menutup peluang bagi pelaku korupsi. Proses pemilihan pemimpin akan berlangsung dengan jujur berdasarkan kualitas pemimpin yang sesuai dengan kriteria Islam. Pengangkatan pemimpin dalam Islam juga akan sangat diperhatikan, mulai dari aspek ketakwaan dan kapabilitas sehingga yang terpilih menjadi pemimpin adalah orang yang bersih dan mampu menjadikan halal haram sebagai standar dalam menerapkan setiap kebijakannya.
Tidak ada istilah oligarki dalam negara Islam. Pemimpin akan terpilih secara murni tanpa ada proses transaksional dalam perekrutannya. Khalifahlah yang akan memilihnya secara profesional dan rakyat pun akan rida dengan itu, sebab khalifah akan memilih para pemimpin sesuai dengan syariat Islam.
Dari sisi hukum, sanksi dalam Islam sangat tegas. Korupsi adalah perbuatan haram karena termasuk dalam tindakan khianat dengan menggelapkan uang rakyat yang sama sekali bukan haknya. Perbuatan ini bisa dipastikan akan mendapatkan sanksi yang sepadan.
Sanksi bagi koruptor adalah takzir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Oleh karena itu, hakim akan menentukan sanksinya sesuai dengan syariat Islam. Hukumannya dapat berupa teguran atau nasihat dari hakim, pengenaan denda (ganimah), penjara, pengumuman pelaku di hadapan umum atau media massa (tasyhir), dan hukuman cambuk atau hukuman mati. Hukuman takzir ditentukan dari berat ringannya kejahatan yang dilakukan.
Al-‘Alamah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani seorang mujtahid mutlak abad ini menyebutkan dalam kitabnya yang berjudul “Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyah Jilid 2” bahwa dalam Islam, pemimpin harus memiliki kepribadian negarawan, yakni pola pikir seorang penguasa yang siap mengemban tanggung jawab mengurus dan memimpin rakyatnya dengan Islam. Selain itu, seorang pemimpin harus memiliki pola sikap seorang hakim yang memiliki sifat bijaksana dan adil dalam menjalankan kepemimpinannya.
Semua sistem Islam tentang politik dan kepemimpinan (Khil4f4h) dapat dipastikan akan memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, bahkan seluruh manusia. Kejayaan yang dahulu pernah ada akan kembali terwujud jika sistem Islam kafah diterapkan dalam bingkai negara. Hubungan penguasa dan rakyatnya akan harmonis, sebab memiliki perasaan, pemikiran, dan peraturan yang sama karena saling menguatkan dalam bingkai keimanan kepada Allah Swt..
Agar sistem Islam dapat kembali diterapkan di tengah umat, tentu memerlukan perjuangan yang tidak mudah. Sebab, para penjaga peradaban sekuler kapitalisme tidak akan tinggal diam. Mereka tidak akan pernah rida jika kekuasaan mereka diruntuhkan oleh Islam.
Namun, kembalinya kepemimpinan Islam adalah janji Allah Swt.. Cepat atau lambat, waktu itu akan tiba. Mau tidak mau, para penganut kapitalisme akan turun dari tahtanya. Jadi, kamu tim penjaga peradaban sekuler kapitalisme atau tim yang berjuang menancapkan tombak peradaban Islam?
Wallahu a’lam bisshawab. [CM/NA]