Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
“Islam menempatkan jalan sebagai benda dengan status kepemilikan umum. Segala sifat yang melekat pada kepemilikan umum harus dijaga dengan tegas oleh negara. Negara boleh memproteksi sebagian jalan untuk pejalan kaki yang sering disebut sebagai trotoar. Trotoar tidak boleh dikuasai pedagang kaki lima (PKL) sehingga merugikan manusia lain yang melintas.”
CemerlangMedia.Com — Jalan kaki merupakan kegiatan sederhana yang dapat dilakukan sehari-hari oleh kita semua. Selain ramah lingkungan, jalan kaki bermanfaat untuk kesehatan, misalnya dapat meningkatkan kekuatan otot, mencegah osteoporosis, dan masih banyak manfaat lainnya.
Namun, dewasa ini, jalan kaki tidak populer di Indonesia. Masyarakat lebih memilih menaiki kendaraan bermotor dari pada berjalan kaki, walaupun tempat tujuannya berjarak dekat. Oleh karenanya, arus pengguna kendaraan bermotor sangat besar.
Keadaan ini mendapat perhatian dari Penanggung Jawab Wali Kota Bekasi Raden Gani Muhammad. Gani mempertanyakan kesadaran masyarakat untuk berjalan kaki yang masih rendah. Hal ini disampaikannya saat berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan untuk mengatasi parkir liar di depan stasiun Bekasi.
Lebih jauh, Gani mengajak masyarakat Bekasi untuk tidak malas berjalan kaki. Dengan begitu, menurutnya, parkir liar dapat teratasi dan Bekasi lebih nyaman untuk dilintasi (Kompas.com, 08-08-2024).
Di sisi lain, Stanford University melakukan riset tentang jumlah langkah kaki masyarakat di negara-negara di dunia. Hasilnya, langkah kaki masyarakat Indonesia nomor 1 paling rendah, yakni 3.513 langkah per hari dibandingkan warga negara Inggris 5.444 langkah, warga negara Amerika 4.774 langkah setiap harinya (RRI.co.id, 15-06-2024).
Penyebab Malas Jalan Kaki
Kemauan masyarakat untuk berjalan kaki tidak hanya dipengaruhi oleh kesadaran individual, tetapi juga membutuhkan dukungan keselarasan penataan ruang dan keterpaduan infrastruktur pendukungnya. Infrastruktur yang mendukung pejalan kaki di antaranya adalah penyediaan trotoar yang nyaman serta penyediaan transportasi publik yang dapat diandalkan.
Kondisi tempat pejalan kaki sangat tidak layak untuk digunakan seperti di Bekasi, misalnya trotoar yang bergelombang dan berlobang. Beberapa ruang pejalan kaki, di antaranya disunat oleh pot, bahkan ditempati pedagang kaki lima.
Sementara itu, kondisi panas terik khas iklim tropis membuat pejalan kaki berpikir seribu kali untuk berjalan. Bahkan, trotoar yang dirancang menyerupai trotoar luar negeri minim vegetasi. Ditambah lagi, polusi udara Bekasi yang kian buruk, membuat pejalan kaki enggan berlama-lama di tepian jalan.
Belum lagi transportasi publik Kota Bekasi yang jauh dari kata nyaman. KRL bisa dikatakan satu-satunya transportasi publik yang dapat diandalkan warga Bekasi, selebihnya mengecewakan. Tentu saja, masyarakat lebih memilih menyambung KRL dengan kendaraan pribadi ataupun menggunakan jasa ojek online daripada menggunakan angkot Bekasi, apalagi dengan berjalan kaki.
Begitu pula dengan keamanan. Pejalan kaki lebih rentan menjadi korban penjambretan, pelecehan s3ksual, tabrak lari, dan sebagainya. Hal ini menambah deretan alasan masyarakat Indonesia, khususnya warga Bekasi menghindari jalan kaki.
Demikianlah hidup di sistem tidak layak ini. Sistem kapitalisme membuat hidup semerawut, bahkan untuk melakukan hal-hal kecil sekalipun. Berjalan kaki terasa berat, apalagi menjalani kehidupan lainnya.
Islam Menyenangkan
Pemakaian transportasi pribadi berlebihan memberikan kemudharatan bagi kehidupan manusia dan lingkungan, di antaranya menimbulkan kemacetan yang dapat menyita waktu lebih selama perjalanan hingga menyebabkan emisi karbon yang dapat mencemari lingkungan. Sungguh, kondisi ini jauh dari kehidupan Islam, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Anbiya ayat 107,
”Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin).” (TQS Al-Anbiya: 107).
Ayat ini dapat dipahami bahwa ketika menegakkan seluruh aturan Islam secara kafah atau menyeluruh, maka akan mampu mengantarkan pada kehidupan yang penuh rahmat (rasa aman, nyaman yang berkelanjutan). Hal ini bukan hanya dirasakan oleh manusia, tetapi seluruh elemen di jagad raya.
Islam menempatkan jalan sebagai benda dengan status kepemilikan umum. Segala sifat yang melekat pada kepemilikan umum harus dijaga dengan tegas oleh negara. Negara boleh memproteksi sebagian jalan untuk pejalan kaki yang sering disebut sebagai trotoar. Trotoar tidak boleh dikuasai pedagang kaki lima (PKL) sehingga merugikan orang lain yang melintas.
Terlebih, dalam negara Islam, ada kadi hisbah yang bertugas untuk mencegah pelanggaran hak jemaah. Jadi, misalnya didapati ada PKL yang menghalangi pejalan kaki, itu berarti pedagang tersebut melanggar aturan syariat Islam sehingga bisa dikenakan sanksi.
Selain itu, terkait tanggung jawab pemimpin terhadap jalan umum, kisah termasyur Khalifah Umar bin Khatab pernah sangat menyesal saat ada unta terjerembab di jalan yang berlubang. Artinya, jalan yang dilalui hewan pun adalah amanah Amirul Mukminin, apalagi jalan yang dilalui manusia. Amirul Mukminin wajib menyediakan jalan yang aman dan nyaman untuk pejalan kaki.
Secara teknis, para ahli juga wajib merancang jalur pejalan kaki senyaman mungkin. Tidak bisa hanya mempertimbangkan estetika, tetapi tidak sesuai dengan kondisi geografis lokal.
Dengan demikian, rasa aman dan nyaman akan tercipta, masyarakat akan senang untuk berjalan kaki. Hal ini akan berdampak pada tidak bertumpuknya kendaraan bermotor yang menyebabkan kemacetan dan polusi.
Inilah bukti bahwa Islam adalah cara hidup yang sempurna. Segala sesuatunya diatur berdasarkan kebutuhan manusia. Hidup akan seimbang dengan aturan dari Allah Swt.. Pemimpin yang amanah, masyarakat yang islami, dan individu yang taat kepada Pencipta-nya. Sungguh, kehidupan yang selaras ini hanya akan tercipta dalam sistem Islam. Insyaallah. Wallahu a’lam. [CM/NA]