Oleh: Safiati Raharima, S.Pd.
CemerlangMedia.Com — Indonesia menduduki urutan kedua negara dengan kasus tuberkulosis (TB) terbanyak. Hal ini disampaikan oleh Dokter Spesialis Paru Erlina Burhan dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Dia menambahkan, Indonesia tengah dikejar-kejar target eliminasi TB tahun 2030 dengan mengakhiri epidemi TB. Oleh karena itu, visi untuk mencapai kurang dari satu kasus per satu juta penduduk dapat dicapai di 2050. Hal ini merupakan tugas semua pihak sehingga dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama. Ini bukan hanya masalah orang-orang di sektor kesehatan, sebab TB lebih banyak memicu masalah nonkesehatan (Liputan6.com, 17-2-2024).
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) dalam menangani kasus TB di Indonesia. Menkes Budi Gunadi Sadikin berbagi pengalaman Indonesia berupaya mengeliminasi TB ketika menghadiri Stop TB Partnership (STP) Board Meeting ke-37 di Kota Brasilia, Brazil. Eliminasi TB akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menkes Budi menjelaskan upaya Indonesia dalam memberantas TB antara lain berkolaborasi dengan masyarakat dan kader kesehatan untuk menyaring 2,2 juta populasi berisiko tinggi TB (Infopublik.id, 12-2-2024).
Tingginya Kemiskinan dan Buruknya Kesehatan
Indonesia menempati urutan kedua di dunia dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis terbanyak di dunia. Keadaan ini mencerminkan banyak hal, mulai dari buruknya usaha pencegahan, buruknya higiene sanitasi, rentannya daya tahan, kegagalan pengobatan, rendahnya pengetahuan, hingga lemahnya sistem kesehatan dan pendidikan. Tingginya kemiskinan dan terbatasnya sarana kesehataan jelas memberikan kontribusi yang cukup besar. Di sisi lain, fakta ini menunjukkan lemahnya berbagai upaya yang dilakukan meski sudah menggandeng ormas, bahkan kerja sama dengan LN bahkan WHO.
Banyak pendapat mengatakan bahwa TBC berkaitan erat dengan kemiskinan, seperti yang disampaikan oleh Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rina Triasih. Ia mengatakan jika permasalahan TBC berkaitan erat dengan kondisi kemiskinan di suatu wilayah. Keadaan sosial ekonomi seseorang dapat memengaruhi kualitas kesehatannya. Sementara kualitas kesehatan kalangan atas biasanya lebih baik daripada yang berasal dari kalangan bawah. Sebab, kalangan bawah sulit mengakses fasilitas kesehatan dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak memadai. Walaupun tidak sedikit juga dari kalangan menengah ke atas yang bisa terpapar TBC.
Kebijakan untuk Kepentingan Oligarki
Jika kita melihat kebijakan eliminasi TBC merupakan hal yang memberikan dampak positif bagi masyarakat. Nyatanya, hal ini menjadi utopis untuk terwujud di tengah sistem saat ini. Tujuan para penguasa saat ini yang berasaskan manfaat dan mereka menerbitkan kebijakan eliminasi TBC bukan untuk menyehatkan rakyat, melainkan karena rakyat yang sehat bisa “diperas” produktivitasnya untuk kepentingan para kapitalis. Memang di dalam sistem pemerintahan demokrasi tidak ada jaminan bahwa rakyat akan hidup sejahtera. Sebab, sistem yang diterapkan adalah ekonomi kapitalistik. Walhasil, rakyat harus berusaha sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kurangnya sosialisasi mengakibatkan minimnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan. Selain itu, faktor minimnya masyarakat menempuh pendidikan juga menambah absennya pengetahuan masyarakat akan berbagai jenis penyakit. Lagi-lagi ini tidak lepas dari pengurusan pemerintah terhadap rakyatnya. Jika pemerintah tidak mengerahkan seluruh daya upaya dalam mengurus rakyat, masyarakat akan menjalani kehidupannya tanpa memperhatikan kesehatan.
Islam Solusi Paripurna Menyelesaikan Permasalahan
Dalam menangani penyakit di suatu masyarakat, Islam memandang bahwa pemerintah menjadi penanggung jawab atas hal ini. Pengurus urusan rakyat adalah pemimpin negara itu sendiri, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.,
“Imam (pemimpin negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari).
Terkait adanya penularan suatu penyakit, maka testing, tracking, and treatment merupakan hal yang harus dioptimalkan negara. Jika nanti terbukti banyak orang yang terkontaminasi TBC, upaya memisahkan antara orang yang sehat dan sakit merupakan hal yang penting dan tidak bisa diabaikan.
Pola hidup sehat juga harus dilakukan dalam setiap keluarga, termasuk menciptakan kondisi yang sehat di lingkungan masyarakat. Adapun kurangnya pemenuhan asupan gizi karena faktor ekonomi, maka ini perlu langkah berkala dari pemerintah agar rakyat mendapatkan kemudahan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka.
Semua itu akan dapat dilakukan jika pemerintah menyandarkan aktivitasnya sesuai dengan apa yang telah Allah Swt. perintahkan dalam syariat Islam. Ini karena Islam mengatur segala lini kehidupan manusia dan memiliki pandangan yang komprehensif terhadap bidang kesehatan. Islam juga memiliki pandangan bahwa kesehatan menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat yang harus memiliki jaminan dari negara.
Negara sebagai pengurus rakyat harus memberikan layanan kesehatan, menyediakan sarana/prasarana yang mendukung dalam memberikan pelayanan kesehatan tersebut. Pelayanan ini berlaku untuk semua penduduk negara. Semua rakyat memperoleh kualitas layanan kesehatan yang sama. Negara tidak boleh mencari keuntungan materi dalam bidang kesehatan maupun bidang yang lainnya. Negara akan mengupayakan dalam mendukung riset untuk menemukan pencegahan dan pengobatan yang efektif serta mengedukasi masyarakat tentang bahaya penyakit dan upaya pencegahannya.
Pelayanan kesehatan tidak boleh diperjualbelikan sekalipun ada rakyat yang mampu membayarnya. Ini karena fasilitas kesehatan merupakan bagian dari layanan publik yang harus dipenuhi dengan amanah dan tanggung jawab. Ya, faktanya, kepengurusan terbaik terhadap layanan kesehatan ada di dalam negara Islam, yakni Daulah Islam (Khil4f4h).
Negara menjadikan akidah Islam sebagai landasan berpikir dan menetapkan peraturan sehingga rakyat mendapatkan penanganan yang tepat saat ditimpa suatu penyakit. Bahkan, semua biaya pengobatan juga ditanggung oleh negara. Ketika ada pencari nafkah yang sakit, ia akan mendapatkan santunan sebagai ganti atas upah ketika ia tidak dapat bekerja.
Dalam faktor ekonomi, negara juga menjamin seluruh warga mendapatkan kemudahan dalam memenuhi segala kebutuhan dasar hidup mereka. Kebutuhan itu meliputi pakaian, makanan dan minuman, tempat tinggal, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan perlindungan. Semua itu merupakan hal yang mungkin terjadi jika pemerintah mengembalikan fungsinya sebagai pengurus rakyat sebagaimana yang diperintahkan oleh syariat Islam.
Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]