Menteri Berganti, Nasib Rakyat Tak Berubah

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com

Jika rakyat Indonesia menginginkan perubahan yang mampu membawa kepada kesejahteran yang hakiki, hendaknya mengubah sistem kapitalisme demokrasi dengan sistem Islam. Perubahan itu harus diperjuangkan karena sistem tidak akan berubah dengan sendirinya.

CemerlangMedia.Com — Perombakan kabinet di pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi perbincangan hangat karena pemerintahannya masih seusia jagung. Bongkar pasang menteri ini mencerminkan dinamika politik yang terus bergerak dengan diwarnai tarik-menarik kepentingan di antara partai koalisi. Harapan publik terhadap profesionalisme dan kinerja pemerintah tentu saja dipertanyakan (detikNews.com, 19-2-2025).

Percuma Reshuffle

Reshuffle kabinet dalam pemerintahan sistem demokrasi sering kali dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kinerja pemerintahan. Namun nyatanya, dalam sistem pemerintahan demokrasi yang berjalan saat ini sering kali menjadi alat kepentingan para elite atau oligarki daripada menjadi alat untuk perubahan dasar bagi kesejahteraan rakyat.

Selain itu, reshuffle kabinet juga bisa digunakan untuk meredam ketidakpuasan publik dengan mengganti figur tanpa mengubah sistem yang mendasarinya. Meskipun berganti menteri, tetapi kebijakan yang dihasilkan tetap sama.

Hal ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme demokrasi tidak bergerak untuk kepentingan rakyat, tetapi tetap tunduk pada kepentingan elite. Para elite memiliki pengaruh besar dalam menyusun kebijakan, termasuk dalam memilih posisi menteri.

Di samping itu, posisi menteri sering kali sebagai alat menukar dukungan politik (koalisi partai politik setelah mendukung presiden terpilih, kemudian struktur kabinetnya dari partai koalisi tersebut). Hal ini menjadikan tujuan reshuffle hanya untuk mengakomodasi kepentingan koalisi politik.

Lebih jauh, dalam sistem kapitalisme demokrasi, reshuffle kabinet sarat dengan kepentingan para elite. Politik transaksional sangat kental di sistem ini. Pejabat yang dipilih biasanya harus seirama dengan pengusaha besar yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan negara.

Tidak jarang ditemui, beberapa menteri yang dipilih sering kali mempunyai latar belakang pengusaha besar atau memiliki hubungan erat dengan kelompok bisnis tertentu. Hal ini menandakan bahwa pergantian menteri seolah menunjukkan bahwa mereka dipilih bukan berdasarkan kompetensi, melainkan berdasarkan kepentingan bisnis agar tetap berjalan dalam setiap kebijakan pemerintah.

Reshuffle kabinet bisa juga dilakukan untuk keberlangsungan kekuasaan. Sering kali reshuffle menjadi bagian dari manuver politik menjelang pemilu. Pemerintah yang berkuasa memastikan kabinet yang dibentuk memberikan dukungan politik. Hal ini untuk mempertahankan kekuasaan atau mengamankan kesuksesan pada pemilu berikutnya.

Oleh karena itu, ketika reshuffle kabinet hanya mengganti orang saja tanpa ada revolusi sistem adalah percuma karena tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap perbaikan hidup rakyat. Kebijakan yang dihasilkan tetap berada dalam kerangka yang sama, yaitu pro investasi asing.

Pemerintah tetap saja harus menarik investor besar dengan regulasi yang tentunya lebih menguntungkan investor. Sementara regulasi tersebut mengorbankan kepentingan rakyat, misalnya Undang-Undang Cipta Kerja. Demikian pula, reshuffle tidak akan mengubah ketergantungan negara terhadap investasi luar negeri dan investasi swasta untuk pembangunan negeri, sebab ini adalah salah satu pemasukan negara.

Sumber daya alam (SDA) masih saja dikuasai oleh korporasi-korporasi besar dan menteri yang baru harus tetap bekerja dalam kerangka ini. Menteri yang baru tidak akan bisa berbuat banyak untuk rakyat. Mereka harus patuh pada prinsip sistem yang berjalan.

Oleh karena itu, reshuffle kabinet dalam sistem kapitalisme demokrasi tidak akan membawa perubahan yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat. Pergantian menteri hanya sebatas rotasi elite dalam mempertahankan hegemoni mereka, sementara kebijakan yang dihasilkan harus selalu tunduk terhadap kepentingan oligarki dan pemodal besar.

Tanpa perubahan sistemik yang mendasar, reshuffle hanya menjadi ilusi perubahan yang tidak menyentuh akar permasalahan. Oleh karenanya, dibutuhkan perubahan total terhadap sistem hidup dan sistem pemerintahan yang mampu membawa rakyat kepada kesejahteran.

Sistem Islam

Dalam pandangan Islam, pergantian menteri ataupun pejabat lainnya tidak akan membawa perubahan sejati karena kebijakan yang diambil berdasarkan pada sistem kufur kapitalisme. Reshuffle kabinet hanya mengubah individu tanpa mengubah kerangka hukum. Kebijakan yang diambil tetap berdasarkan prinsip sekularisme.

Hal ini berarti, reshuffle kabinet adalah hal yang sia-sia karena sistemnya sendiri yang rusak dan bertentangan dengan sistem Islam. Perubahan akan nyata ketika sistem kapitalisme demokrasi diganti dengan sistem Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan as-Sunah.

Kapitalisme demokrasi mendasarkan hukum pada kehendak manusia, sedangkan dalam Islam, hukum berdasarkan syariat yang dibuat oleh Sang Pencipta. Dalam surah Al-An ‘am, Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

“Katakanlah (Muhammad), “Aku (berada) di atas keterangan yang nyata (Al-Qur’an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.” (QS Al-An’am: 57).

Dalam demokrasi, hukum dibuat oleh parlemen dan hasil voting. Hal ini berarti manusia menjadi hakim terhadap dirinya sendiri. Ini menyalahi kodrat sebagai seorang makhluk dari Pencipta (Al-Khaliq) sekaligus Pengatur (Al-Mudabbir).

Demikian pula, Allah Taala melarang mengikuti hukum buatan manusia. Hal ini disampaikan dalam surah Asy-Syura, “Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (QS Al-Ma’idah: 44).

Dalam sistem kapitalisme demokrasi, hukum dibuat berdasarkan kepentingan manusia, sedangkan dalam sistem Islam berdasarkan hukum syariat. Berdasarkan hal ini, maka sistem kapitalisme demokrasi haram menurut Islam.

Khatimah

Jika rakyat Indonesia menginginkan perubahan yang mampu membawa kepada kesejahteran yang hakiki, hendaknya mengubah sistem kapitalisme demokrasi dengan sistem Islam. Perubahan itu harus diperjuangkan karena sistem tidak akan berubah dengan sendirinya.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d: 11). [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *