Oleh: Octha Dhika Rizky, S. Pd.
(Pendidik dan Aktivis Muslimah)
“Sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam bertujuan membangun generasi yang memiliki kepribadian Islami, yakni pola pikir dan pola sikap yang didasarkan pada akidah Islam.”
CemerlangMedia.Com — Kehidupan generasi akhir zaman makin memprihatinkan. Berbagai fenomena sosial terjadi silih berganti. Bahkan, kejadian di luar nalar pun bisa disaksikan dengan sangat mudah. Semua ini menunjukkan betapa rusaknya para generasi penerus peradaban.
Salah satu fenomena yang menyasar generasi muda adalah aksi tawuran. Mirisnya, kini aksi ini dijadikan ladang uang bagi segelintir orang, sebagaimana diberitakan dalam news.detik.com (30-6-2024). Aksi tawuran lagi-lagi pecah di Jalan Basuki Rahmat (Bassura), Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Dugaan sengaja untuk mencari cuan melalui media sosial pun muncul di balik terjadinya aksi tawuran tersebut.
Tawuran yang terjadi akan menimbulkan dampak buruk bagi berbagai pihak, terlebih para pelaku merupakan remaja yang masih duduk di bangku sekolah, seperti yang diliput dalam radarbogor.jawapos.com (30-6-2024). Aksi tawuran antara geng motor kembali terjadi di wilayah Ciomas. Sebanyak delapan pelaku yang masih usia remaja itu kini ditangkap Polsek Ciomas.
Para pelajar yang seharusnya fokus belajar agar berprestasi di sekolah, kini harus mendekam di balik jeruji besi. Tidak hanya itu, enam orang remaja anggota gangster yang menamai diri “Pasukan Angin Malam” juga diringkus polisi, Kamis (27-6-2024). Mereka diringkus saat hendak tawuran di sekitar kawasan Sidotopo Dipo Surabaya, Kamis dini hari (jatim.idntimes.com, 27-6-2024).
Entah apa yang ada di benak para pemuda akhir zaman. Kerusakan pemikiran telah mengantarkan mereka pada rusaknya perilaku. Mereka berlomba-lomba melakukan aksi tawuran demi solidaritas dan unjuk kekuatan.
Lebih fatalnya, aksi anarkis ini juga disinyalir sebagai ajang mengumpulkan pundi-pundi uang. Mereka dengan sengaja membuat rekaman video dan disiarkan secara langsung melalui media sosial. Tujuannya tidak lain adalah demi meraup keuntungan, miris sekali.
Rusaknya Generasi Kapitalisme
Aksi tawuran yang sering terjadi menunjukkan bukti rusaknya generasi muda. Lemahnya keimanan menjadikan mereka berbuat sesuka hati. Ditambah kurangnya peran keluarga dalam menanamkan karakter pada anak sehingga para generasi tumbuh menjadi pribadi yang suka memberontak.
Kondisi ini juga menampakkan kegagalan dari sistem pendidikan dalam melahirkan para intelektual yang berbudi pekerti luhur. Alih-alih memberi kontribusi di tengah umat, mereka justru menjadi sampah-sampah masyarakat.
Sementara negara tampaknya kelimpungan menyelesaikan kasus tawuran yang tidak kunjung selesai. Tidak ada hukum yang membuat jera pelaku, juga tidak terdapat tindakan preventif yang bisa mencegah aksi tawuran merajalela.
Inilah dampak nyata dari penerapan sistem kehidupan kapitalisme. Sistem yang didasarkan pada ide sekularisme yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Sistem ini pula yang menjadikan tolok ukur manfaat sebagai standar kebahagiaan.
Wajar saja jika para pejabat sampai masyarakat jelata berlomba mengejar uang. Sebab, kebahagiaan materi telah menghujam kuat dalam diri manusia, bahkan rela menghalalkan segala cara.
Oleh karena itu, tidak heran apabila generasi muda ala kapitalisme juga dipengaruhi oleh standar materi. Mereka melakukan aksi tawuran demi eksistensi kelompok, serta memanfaatkannya untuk mendapatkan sejumlah uang. Sedangkan orang tua, pihak sekolah, bahkan negara sekalipun tidak bisa berbuat banyak. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian berlepas tangan dari masalah bobroknya generasi kapitalisme.
Cemerlangnya Generasi Islam
Islam adalah agama dan sistem hidup yang sempurna, diturunkan dari Allah Yang Maha Sempurna untuk mengatur kehidupan manusia. Islam mengatur mulai dari perkara sederhana sampai kompleks. Tidak ada satu pun perkara yang tidak diatur oleh sistem Islam, bahkan Islam juga memiliki sistem pendidikan yang terbukti melahirkan generasi berkualitas.
Secara umum, ada dua tujuan pokok sistem pendidikan Islam.
Pertama, membangun kepribadian Islami, yakni pola pikir dan pola sikap yang didasarkan pada akidah Islam. Keharusan ini karena akidah Islam adalah asas kehidupan setiap muslim sehingga harus dijadikan asas berpikir dan bersikap.
Dengan demikian, strategi pendidikan harus dirancang untuk mewujudkan identitas keislaman yang kuat, baik aspek pola pikir maupun pola sikap. Metodenya adalah dengan penanaman tsaqafah Islam, berupa akidah, pemikiran, dan perilaku Islam ke dalam akal dan jiwa anak didik. Untuk itu, kurikulum pendidikan negara (Khil4f4h Islamiah) harus disusun dan dilaksanakan untuk merealisasikan tujuan tersebut.
Kedua, mempersiapkan para generasi agar di antara mereka bisa menjadi para ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman (ijtihad, fikih, atau peradilan), maupun berbagai bidang sains (teknik, kimia, fisika, atau kedokteran).
Sejarah telah mencatat begitu gemilangnya pendidikan Islam dalam melahirkan para ilmuwan sejati. Mereka tidak hanya ahli di bidangnya, tetapi juga sangat taat pada Penciptanya.
Berikut beberapa ilmuwan muslim yang dikenal karena keilmuannya. Al-Khawarizmi, Bapak Aljabar, yang dikenal sebagai penemu angka nol. Ibnu Sina yang terkenal dalam bidang kedokteran. Ibnu Haytham yang menemukan lensa optik. Jabir bin Hayyan yang dikenal sebagai peletak ilmu kimia.
Lalu Abbas bin Farnas yang telah lebih dahulu memikirkan cara untuk terbang daripada para ilmuwan Barat. Selain mereka, masih banyak ilmuwan muslim yang ilmu dan penemuannya masih dipakai sampai sekarang.
Semua ilmuwan muslim tidak hanya unggul dalam bidang ilmu, tetapi mereka juga mantap secara akidah, taat beribadah, berakhlak mulia, serta berkontribusi bagi umat. Mereka tidak hanya mempelajari ilmu dunia, tetapi juga mendalami ilmu agama.
Mereka tidak akan menghalalkan segala cara demi uang, mereka juga tidak akan membuang waktu dengan aksi tawuran demi cuan. Sebab, orientasi generasi Islam adalah rida Allah, bukan eksistensi apalagi uang. [CM/NA]