Oleh: Raodah Fitriah, S.P.
Islam memberi sanksi kepada pelaku judi. Dalam kitab tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an Imam Al-Qurthubi dijelaskan bahwa alasan Allah Swt. menurunkan keharaman judi dan minum khamr secara bersamaan karena keduanya memiliki kemiripan. Tindak pidana perjudian disertai dengan sanksi khamr berupa 40 kali cambuk, bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk.
CemerlangMedia.Com — Beberapa oknum pegawai yang merupakan staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemendigi) RI ditangkap Polda Metro jaya atas kasus judi online (Viva.co.id, 01-11-2024). Menurut penuturan dari salah satu tersangka, ia mengurus 1.000 situs judi online yang mereka bina dan mempekerjakan 5 orang.
Maraknya Perjudian di Indonesia
Perjudian merambat dengan pesat seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi informasi sehingga sangat memudahkan dalam mengaksesnya. Bandar judi pun mengambil peluang dengan mengadakan judi online agar mudah diakses oleh seseorang dimana pun mereka berada.
Hal ini ditandai dengan meningkatnya transaksi judi online dalam 5 tahun. Terakhir, tercatat sebanyak 8.136.77%. Ini naik dari 2018 yang hanya sebesar Rp3.97 triliun (CNBC, 06-05-2024). Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyampaikan, seribu legislator, baik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bermain judi online (VoaIndonesia.com, 26-06-2024).
Judi online sangat menggiurkan. Jika berita kemarin pelakunya adalah masyarakat, tetapi pada fakta terbaru, pejabat yang seharusnya memberantas, justru merawat dan mengambil keuntungan sebagai pengendali. Ini menjadi pertanda bahwa negeri diisi dengan kerusakan.
Hidup bergelimang materi membuat pejabat dengan mudah terjebak dalam aksi haram ini. Apalagi mereka memiliki peluang dalam mengakses dan mengendalikannya. Adanya judi online bukan hanya karena impitan ekonomi, tetapi lebih dari itu karena gaya hidup hedon masyarakat yang makin parah. Apalagi muncul pula budaya flexing di media sosial, bahkan menjadi hal yang biasa terjadi.
Lantas, kenapa kasus judi online makin marak di negeri ini? Hal ini didukung dengan sistem hukum yang lemah dan negara tidak berdaya dalam mengurus permasalahan judi online. Meskipun Presiden Jokowi telah menandatangani Keppres 21/2024 tentang Satgas Pemberantasan Judi Online. Namun, Keppres ini ternyata tidak bisa mengurangi, apalagi memberantas perjudian daring (judi online).
Sistem Kapitalisme Sumber Judi Online
Pemberantasan judi offline maupun online akan makin sulit dilakukan karena negara ini menganut sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, pejabat negara hanya sibuk mengumpulkan harta tanpa memperhatikan nilai keberkahan. Bahkan, bisnis haram pun menjadi jalan ninja untuk meraup kekayaan dalam waktu yang cepat.
Karakter liberal (bebas) yang melekat pada diri setiap individu membuat pemberantasan judi online makin sulit sehingga masyarakat maupun pejabat menjadi pelaku. Asas liberal juga membuat masyarakat hidup bebas sesuai kemauan mereka sendiri. Mereka tidak peduli, bahkan mencampakkan syariat sebagai aturan hidup.
Alhasil, pemberantasan judi makin jauh dari harapan dan kasus terus meningkat. Berbagai usaha yang dilakukan tidak akan mampu menjadi solusi karena tidak menyentuh akar permasalahan. Sistem sanksi pun tidak memberi efek jera, melainkan muncul pelaku baru dengan motif yang sama. Mungkin ada benarnya kata orang, hukum hari ini bisa dibeli dengan uang.
Islam Memberantas Judi Online
Islam menetapkan judi adalah haram dalam bentuk apa pun, sebagaimana firman Allah Swt. “Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.” (QS Al-Ma’idah: 90).
Selain itu, Islam menutup pintu terjadinya judi dengan tegaknya 3 pilar.
Pertama, ketakwaan individu. Ini merupakan modal utama yang harus dimiliki setiap individu muslim yang akan menjadi pengontrol dari setiap aktivitasnya. Alhasil, apa pun jabatannya, mereka tidak akan melakukan penyimpangan, seperti melakukan perjudian.
Kedua, masyarakat melakukan kontrol atau amar makruf nahi mungkar antar sesama. Perintah ini akan menjadi kesadaran bersama, sebab masyarakat Islam memiliki pemahaman (mafahim), standar (maqayis), dan penerimaan (qana’ah) yang dipengaruhi oleh syariat Islam. Dengan begitu, perjudian tidak akan berkembang, apalagi dipelihara. Ketika masyarakat memiliki kesadaran yang sama dalam memandang judi adalah haram, maka ketika ada oknum yang menyebarkan, masyarakat akan berbondong-bondong mencegahnya.
Ketiga, negara yang menerapkan aturan Islam akan bertanggung jawab terhadap segala persoalan hidup umat. Negara tidak akan memberi peluang terjadinya kemungkaran di tengah masyarakat.
Islam memberi sanksi kepada pelaku judi. Dalam kitab tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an Imam Al-Qurthubi dijelaskan bahwa alasan Allah Swt. menurunkan keharaman judi dan minum khamr secara bersamaan karena keduanya memiliki kemiripan. Tindak pidana perjudian disertai dengan sanksi khamr berupa 40 kali cambuk, bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk.
Ketika negara menerapkan sistem sanksi (uqubat) bisa dipastikan, judi offline maupun online tidak akan sulit diberantas. Hukum Islam yang diterapkan akan menimbulkan efek zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa).
Kemudian diperkuat dengan sistem pendidikan Islam sehingga mampu membentuk kepribadian Islam pada generasi. Fondasinya adalah akidah Islam yang selalu menghadirkan kesadaran seorang hamba kepada Sang Pencipta. Pendidikan Islam akan melahirkan generasi yang amanah, taat, bertanggung jawab, dan tidak akan menyalahi wewenang maupun jabatan dengan memelihara kemaksiatan untuk mendapatkan materi.
Pendidikan yang berasaskan akidah Islam akan membentuk masyarakat yang mengetahui kewajiban amar makruf nahi mungkar. Dengan demikian, individu dan masyarakat akan terbebas dari judol ketika ada negara yang menaunginya, yakni negara Islam atau Daulah Khil4f4h Islamiah yang akan menerapkan aturan Islam secara kafah dalam kehidupan. Wallahu a’lam. CM/NA]