Pemuda Darurat Gangguan Mental, Sekularisme Biang Kerok!

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Miftahid Mustanir
Tinta Mabda

Wahai generasi muda, generasi pengukir tinta emas peradaban, saatnya kita mencampakkan sistem sekularisme kapitalisme yang rusak dan merusak ini. Saatnya kita bangkit dan menggerakkan diri dalam perjuangan mengembalikan kehidupan Islam.

CemerlangMedia.Com — Gangguan kesehatan mental menjadi masalah yang terstruktur serta terus meningkat trennya di setiap tahun, khususnya pasca pandemi Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengungkapkan bahwa bentuk gangguan mental sangat bervariasi, antara lain depresi, bipolar, kecemasan yang berlebih, gangguan makanan, dan skizofrenia.

Paling fatal, gangguan mental dapat menyebabkan terjadinya bvnvh diri. Selain itu, riset dari Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington menunjukkan bahwa gangguan kesehatan mental menjadi beban penyakit yang masuk ke dalam 10 teratas di seluruh dunia (The Conversation, 11-10-2022).

Lantas, apa yang harus dilakukan pemuda muslim untuk terhindar dari kerusakan mental? Bagaimana Islam memandang hal ini?

Fakta Miris Kerusakan Mental Generasi Muda

Dilansir dari Kompasiana.com, remaja merupakan penduduk yang paling dominan mengalami gangguan mental, terutama saat usia 10—17 tahun. Satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental atau mengalami gangguan mental.

Temuan lain dari hasil penelitian The Conversation, University of Queensland, dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 1 dari 20 remaja (5,5%) di Indonesia telah terdiagnosis memiliki gangguan mental. Alhasil, sekitar 2,45 juta remaja di seluruh pelosok Indonesia masuk ke dalam kelompok orang-orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) (10-10-2024).

Tidak kalah ngenes, berbagai fakta kasus bvnvh diri di kalangan remaja kerap terjadi dan itu makin bertambah. Berdasarkan data dari Environmental Geography Student Association dari Universitas Gadjah Mada yang telah dipublikasi pada 2020, bahwasanya angka bvnvh diri remaja di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Mereka menemukan bahwa setiap satu jamnya, satu orang melakukan bvnvh diri.

Sebanyak 4,2% pelajar di Indonesia pernah berpikir untuk melakukan bvnvh diri, sedangkan 3% siswa pernah melakukan percobaan bvnvh diri. Hampir 90% kasus bvnvh diri di Indonesia diakibatkan oleh gangguan mental, yakni depresi dan kecemasan (Halodoc, 17-10-2022).

Problem gangguan mental pada remaja memang bukan hal yang remeh, sungguh ini adalah tragedi besar. Semua data tersebut tentu membuat kita miris sambil mengelus dada. Remaja yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa dan memegang tanggung jawab negeri ini, justru mengalami darurat gangguan mental yang begitu parah.

Dapat dibayangkan, ketika saat masa muda sudah mengalami kerusakan mental, maka masa depan negeri ini tentu akan hancur. Oleh karenanya, masalah kerusakan mental pada remaja tidak bisa dianggap enteng dan membutuhkan perhatian khusus dari publik maupun negara agar dapat segera diselesaikan.

Remaja Gangguan Mental, Kok Bisa?

Faktor problem kesehatan mental sangatlah rumit. Tidak hanya dipengaruhi faktor internal saja, melainkan juga ada dorongan dari faktor eksternal. Faktor internal meliputi pola asuh yang toxic, disharmoni keluarga, serta budaya, dan media sosial. Faktor-faktor internal tersebut tercipta dan terpelihara di dalam lingkungan sekuler kapitalistik dengan tata kehidupan yang rusak. Sistem yang memisahkan kehidupan dengan agama. Sistem ini melahirkan kerusakan yang makin merajalela dengan mengatasnamakan kebebasan. Adapun faktor eksternal, seperti tekanan hidup karena faktor ekonomi yang mengimpit, masalah pekerjaan, pertemanan, lingkungan, dan lain sebagainya.

Tidak dapat dimungkiri, pemerintah selaku pemegang kebijakan telah melakukan beberapa langkah praktis untuk mengatasi masalah ini. Namun, ekspektasi tidak sejalan dengan realitas, generasi muda tetap saja hidup dalam lingkaran masalah yang terus menggerogoti mereka di setiap saat. Alhasil, kesehatan mental mereka menjadi taruhannya.

Beberapa kali terjadi revisi kurikulum pendidikan yang menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan generasi yang lebih baik. Akan tetapi, kondisinya justru berlawanan, remaja malah makin bermasalah dan harapan hanya tinggal kenangan, kerusakan remaja makin brutal di setiap titik.

Kehidupan kapitalisme sekuler, pelan tetapi pasti telah mengantarkan generasi muda makin jauh dari profil kepribadian yang mulia. Aktivitas utama para pelajar bukan lagi mengumpulkan bekal ilmu terbaik untuk kehidupan diri dan umat. Tujuan hidup tidak lagi bersandar pada agama (Islam), melainkan hanya untuk mencari kesenangan dunia semata.

Oleh karenanya, perilaku generasi kian hari kian tidak terkendali dan berujung pada mental yang bermasalah. Inilah dampak buruk hasil dari penerapan sistem sekuler yang menjadi asas bagi kurikulum pendidikan hari ini. Generasi menjadi labil, materialistis, hedonis, dan minus adab serta akhlak yang baik.

Kerusakan generasi makin parah hingga tidak mampu dikendalikan. Pengawasan sekolah dan orang tua yang minim menambah parahnya kerusakan sehingga mereka makin tenggelam dalam arus sekularisasi yang kian deras. Lebih utamanya, negara tidak mampu melindungi generasi dari budaya sekuler, seperti pacaran, perzinaan, tawuran, aksi gagah-gagahan antar siswa yang memicu terbentuknya geng di sekolah, pergaulan bebas, perundungan, flexing, dan sebagainya.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa negara telah gagal menghentikan, bahkan mengurangi berbagai kerusakan pada generasi muda sebagai penerus bangsa, terkhususnya dalam hal kerusakan mental. Lantas, apa yang harus kita lakukan?

Sekularisme Telah Gagal, Back to Islam Kafah

Jika problem utama dari darurat gangguan mental ini adalah penerapan sistem kehidupan sekuler dan liberal, tentunya itulah yang harus diubah. Hal ini agar masyarakat, khususnya remaja, senantiasa dalam keadaan terbaik, baik dari segi fisik, psikologis, ekonomi, sosial, dan spiritual.

Sistem kehidupan seperti ini jelas bukan lahir dari sistem sekularisme kapitalisme. Ironisnya, saat ini umat muslim justru hidup dalam negara yang menerapkan sistem kehidupan kapitalisme, bahkan merasa nyaman di dalamnya.

Berbeda halnya dengan sistem Islam atau kekhalifahan pada masa peradaban Islam. Negara dan penguasa akan optimal dalam menjalankan tugasnya sebagai junnah, yakni sebagai penjaga dan pengayom umat. Tidak percaya? Keep reading, don’t skip!

Pada masanya, Khil4f4h terbukti mampu dan berhasil mencetak generasi berkualitas, bermental tangguh, dan intelektual. Mulai dari era sahabat, seperti Ali bin Abi Thalib (sahabat paling cerdas dan bertubuh kuat), Usamah bin Zaid (remaja pemimpin Perang Qadisiyah). Hal ini berlanjut hingga era tabi’in setelahnya, seperti Imam Syafii (anak yatim yang menjadi ulama besar pada usia yang sangat muda), Imam Abu Hanifah (pemuda yang menghabiskan waktunya dengan banyak membaca), Shalahuddin al-Ayyubi (pembebas Al-Quds), Al-Khawarizmi (penemu angka nol), dan Muhammad al-Fatih (penakluk Konstantinopel).

Berikut cara Islam dalam menyelesaikan masalah gangguan mental:
Pertama, dari aspek ruhiyah. Islam akan mengajak orang-orang yang beriman untuk senantiasa bertakwa kepada Allah Swt., mendekat kepada-Nya (muraqabatullah) dalam setiap keadaan, baik dalam keadaaan sedih maupun senang, sendiri maupun dalam keramaian.

Islam akan memberikan pandangan yang benar dan jelas dalam memandang kehidupan, seperti bagaimana menyikapi takdir buruk dan benar, bagaimana menyikapi masalah kehidupan, dan lain sebagainya. Islam juga akan mengatur penyaluran rasa sedih, marah, khawatir sesuai syariat Islam, serta mengajarkan tentang tujuan hidup yang hakiki bahwa dunia hanyalah sementara, sedangkan akhirat itu kekal.

Kedua, optimalisasi peran negara. Negara akan menerapkan sistem Islam secara sempurna dan paripurna sehingga akan meminimalkan, bahkan menghilangkan segala hal yang bisa menyebabkan umat atau generasi muda mengalami gangguan mental. Selain itu, negara akan mewujudkan sistem kehidupan yang berlandaskan syariat Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti dalam aspek ekonomi, negara Islam akan memenuhi dan menyediakan seluruh kebutuhan primer rakyatnya sehingga para remaja tidak perlu ikut menanggung beban ekonomi serta kesusahan mencari nafkah dan pekerjaan yang layak untuk membantu keluarga.

Ketiga, dalam aspek pergaulan. Negara akan menciptakan dan mewujudkan kondisi pergaulan yang sehat dan aman dari segala bentuk kemaksiatan, tindakan asusila, pornografi-pornoaksi, kejahatan seksual dan nonseksual, perundungan, bullying, L487, dan lainnya. Hal ini tentu membuat hidup remaja menjadi less stressed dan bisa fokus menjalani perannya di masyarakat.

Keempat, dalam aspek medis. Negara akan rutin melakukan rehabilitasi medis dan nonmedis terhadap orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental, melalui orang-orang yang berkompeten atau ahlinya.

Kelima, dalam aspek hukum. Negara Islam akan membuat hukum yang mampu mencegah terjadinya kejahatan dan memberikan sanksi tegas terhadap para pelaku kejahatan sehingga jera. Alhasil, dengan minimnya kriminalitas akan tercipta rasa aman dalam diri setiap individu dan tidak ada lagi yang memicu munculnya gangguan mental dari faktor eksternal.

Demikianlah gambaran solusi yang komprehensif dari Islam dalam mencegah dan mengatasi masalah mental pemuda hingga akhirnya terbentuk generasi tangguh secara massal. Semuanya karena dilandasi kecintaan pemimpin kepada rakyatnya untuk menjalankan fungsi negara sebagai pelindung atas rakyatnya, bukan hanya sebagai fasilitator semata.

Solusi tersebut hanya dapat terwujud apabila sistem sekuler kapitalisme yang diemban sekarang dicabut dari akarnya, lalu diganti dengan sistem Islam. Semua itu perlu usaha dan peran dari seluruh kaum muslimin untuk mewujudkannya, terutamanya para generasi muda sebagai tulang punggung perubahan atau biasa disebut sebagai agent of change.

Oleh karena itu, wahai generasi muda, generasi pengukir tinta emas peradaban, saatnya kita mencampakkan sistem sekularisme kapitalisme yang rusak dan merusak ini. Saatnya kita bangkit dan menggerakkan diri dalam perjuangan mengembalikan kehidupan Islam.

Sudah cukup mental kita dijajah secara brutal. Sudah cukup mental kita dibuat rapuh dan lemah. Sungguh, di tangan kitalah estafet perubahan itu diletakkan. Jiwa muda kita harus mengalir darah perjuangan. Mari satukan barisan, hati, dan pikiran kita untuk mewujudkan satu institusi, yakni menyambut bisyarah sang Nabi, Baginda Muhammad saw. dengan tegaknya Khil4f4h Islam yang dinanti. Allahuakbar! [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *