Oleh: Dian Safitri
CemerlangMedia.Com — Karut marut dunia pendidikan hari ini makin kompleks. Pendidikan yang diharapkan bisa mencetak generasi yang mampu bersaing, nyatanya hanya ilusi. Pasalnya, banyak di antara mereka yang sekolah, tetapi tidak memiliki keterampilan dasar. Bahkan akhir-akhir ini, data menunjukkan anak-anak di Asia Pasifik tidak memiliki keterampilan dasar. Faktor pemicunya mulai dari keluarga, kesehatan, akses terhadap bahan pembelajaran, dan juga kompetensi guru yang kurang memadai. Pun ketidakhadiran guru di kelas menjadi masalah yang serius di beberapa negara karena sangat berdampak pada motivasi belajar anak (republika.co.id, 24-09-2023).
Tujuan pendidikan dasar adalah memberi bekal kemampuan dasar pada siswa untuk kehidupannya secara langsung dan selanjutnya mempersiapkan mereka mengikuti pendidikan menengah. Akan tetapi, sebelum itu, pendidikan dasar yang merupakan fondasi mereka, harus tuntas pondasi. Satuan pendidikan harus bisa menyelesaikan masalah itu sehingga tidak ada lagi anak yang tidak bisa membaca maupun menulis karena itu ketrampilan dasar yang harus mereka miliki.
Namun, ini masih menjadi PR bersama karena kualitas pendidikan di Indonesia belum ideal sebagaimana yang tercantum pada UU No. 20 tahun 2003 pasal 2. Hasil dari PISA (programme for Internatinal Student Assessment) pada 2018 yang menjadi salah satu tes membaca, matematika, dan sains 2018, Indonesia menempati peringkat 72 dari 78 negara dengan angka 371 untuk membaca, 379 untuk matematika, dan 396 untuk sains. Apa lagi di 2021 silam, dari hasil data yang dipublikasikan oleh World Population Review, Indonesia masih berada di peringkat ke 54 dari total 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan tingkat pendidikan dunia.
Pendidikan dalam Paradigma Pendidikan Sekuler
Idealnya, para pelajar yang menginjak bangku SMP sudah lancar membaca maupun menulis. Jika tidak, akan membuat guru kesulitan dan kewalahan karena harus menyesuaikan lagi dengan materi belajar di SD dengan berbagai metode dan ini tentu menjadi beban tersendiri bagi guru. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga, guru memiliki pengaruh dan sumbangsih besar untuk keterampilan dasar siswa-siswinya. Untuk itu guru diharapkan memiliki keterampilan yang mumpuni dalam mendidik mereka.
Kompetensi guru sangat krusial karena mereka menjadi penentu ujung tombak pendidikan. Mereka yang nantinya akan menerapkan sistem pendidikan, manajemen, kurikulum, dan semua perangkat pendidikan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
Namun, sayang, guru yang menjadi ujung tombak arah pendidikan harus merasakan dilematis juga beban berat karena cengkeraman pendidikan sekuler yang termuat dalam kurikulum yang dirancang sesuai dengan paradigma sekuler. Tidak ayal, output yang dihasilkan juga tidak berkualitas apalagi diharapkan menjadi agen perubahan.
Perlunya Pendidikan Islam
Untuk itu perbaikan pendidikan hari ini harus diawali dengan mengubah paradigma pendidikan sekuler, menggantinya dengan paradigma Islam. Sistem pendidikan Islam melahirkan kurikulum yang menjadikan akidah sebagai asas dalam mendidik sehingga mampu mencetak generasi yang berkualitas dan pendidik yang berkualitas.
Pendidikan Islam adalah sebuah sistem dari sebuah supra sistem Islam dalam negara Islam. Maka seorang pemimpin wajib menetapkan kebijakan untuk menerapkan sistem pendidikan Islam dan menjamin pelaksanaannya.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari Muslim).
Dari hadis di atas, dipastikan negara menjadi pihak pertama yang bertanggung jawab dalam pendidikan Islam seperti kebijakan terkait tujuan, yang dimulai dari kurikulum, perbukuan, strategi, metode pendidikan, dan lain sebagainya.
Sistem pendidikan Islam dirancang dan disusun dari sekumpulan hukum syarak dengan tujuan umum membangun kepribadian Islam warga negara dan tidak hanya itu, seorang pemimpin akan memastikan ketersediaan ulama/mujtahid yang mumpuni dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Maka untuk mewujudkan tujuan, tentu negara akan menyusun kurikulum formal yang berlandaskan akidah Islam dan kurikulum yang berlaku hanya satu, yaitu yang ditetapkan oleh negara.
Negara juga harus menyediakan pendidik yang kompeten, berkualitas, dan memiliki teladan yang bisa digugu dan ditiru. Selain itu juga, negara harus menjamin kesejahteraan dengan gaji dan tunjangan yang sesuai. Oleh karenanya, mereka akan fokus dengan tugasnya membina peserta didik agar memiliki kepribadian Islam yang mampu memecahkan masalahnya sendiri dan menjadi agen perubahan di tengah-tengah umat.
Maka sudah saatnya umat sadar, potret sistem pendidikan dalam kapitalisme tidak akan mampu menghasilkan output yang unggul bahkan kontras dengan harapan orang tua karena asas pendidikan nya memisahkan peran agama dalam mengatur hidup mereka. Alhasil, anak-anak yang dihasilkan pun jauh dari adab dan tuntutan Ilahi. Wallahu a’lam [CM/NA]